FIVE : Winter's Warmth

12 2 0
                                    

Setelah berdiskusi lebih dalam dengan para staff, aku memutuskan untuk tetap melanjutkan proyek ini meskipun hatiku sangat enggan. Banyak sekali pertimbangan yang harus di pikirkan ulang untuk menghentikan proyek ini secara mendadak, selain denda yang harus di bayar, kerugian yang sangat besar pula dialami para pekerjaku. Dan itu yang menjadi suatu pukulan bagiku untuk tidak bersikap egois. Memang awal Levin memperkerjakan kami hanya untuk alasan pribadi yang sangat tidak masuk akal. Namun kami bekerja bukan untuk main-main.

Berhari-hari sudah pria itu bertindak seenaknya untuk menyulitkan pekerjaan. Dengan mengubah budget renovasi awal, memilih ini dan itu, tidak menyetujui semua ide yang kubuat, mengganti warna tirai yang sebelumnya sudah di setujui, meminta dinding terbuat dari kayu mahoni lalu hari berikutnya berubah pikiran, suasana kamar tidur yang tiba-tiba ingin dia rubah namun hari berikutnya dia menetapkan untuk tidak melakukannya, meminta dekorasi di halaman belakang dengan menanam segala jenis tumbuhan namun di hari berikutnya ia ingin menanam bunga yang bahkan tidak tumbuh di musim dingin. Dia sungguh menguji kesabaran dan membuatku gila.

Kebimbangannya itu membuat aku dan tim harus lembur merombak sesuai keinginannya. Kami tidak cukup memiliki waktu istirahat.

Hari sudah menjelang sore, aku memanggil semua tim untuk berkumpul melakukan rapat hasil kerja harian. "Pekerjaan hari ini sudah menyelesaikan tahap pertama dan selanjutnya akan..." ucapanku seketika terhenti mendengar suara ketukan pintu.

Sosok pria di depan pintu. Levin, pria itu berdiri menggunakan mantel panjang dan kaos putih.

Aku berdeham dan mulai fokus pada rapat sore ini. "Sebagian perbaikan untuk kerusakan kecil sudah di perbaiki. Penggantian pancuran air, mesin pemanas, dan saluran air juga sudah selesai di lakukan. Selanjutnya besok kita mulai tahap perbaikan untuk atap, lantai juga dinding. Kalian catat baik-baik dan berikan pada ku daftar furnitur yang memang sulit di cari agar aku bisa menghubungi toko furnitur lain." Mataku beralih pada Levin. "Ada yang ingin anda tambahkan?"

"Lanjutkan," ucapnya tanpa ekspresi apapun.

Aku beralih ke tim ku lagi  "Mia, lantai kayu untuk di lantai dua kapan bisa diantar?"

"Mereka belum memberikan kepastian karena kayu yang kita minta sangat langka. Mereka menawarkan jenis kayu lain."

"Warna khas dari kayu itu akan berbeda pastinya," ujarku.

Levin berdeham. "Kayu itu di pesan langsung di pengrajin luar negeri. Akan sulit untuk mendapatkan kayu yang sama persis."

Aku mengerutkan kening. "Kalau begitu, aku akan diskusi dengan mandor besok. Agar tidak perlu mengganti kayu nya sehingga kita bisa menghemat waktu."

Mia bertanya, "Aku rasa kualitas kayu juga masih bagus untuk jangka panjang. Tetapi, lantai kayu memang agak riskan untuk ketahanannya bukan?"

"Tidak masalah, kayu hanya butuh perawatan yang ekstra. Aku akan bertanya pada mandor besok. Jika memang tidak memungkinkan, kita bisa mencari nya," jawabku.

Hari sudah gelap ketika kami menyelesaikan rapat. Seluruh tim satu persatu bubar untuk beristirahat dilanjutkan dengan makan malam. Beberapa hari ini kami melalui hari yang panjang.

Baru beberapa langkah, Levin menarik tanganku. "Bisakah aku berbicara denganmu sebentar?"

"Masalah pekerjaan sudah kau dengar semua bukan?"

Dia terdiam, menatapku dengan dalam. "Masalah pribadi."

Mendengar itu aku tersenyum ringan. "Kita berdua tidak dalam posisi untuk membicarakan masalah pribadi, Tuan Spencer."

Seperti tidak mendengarku, dia menarik lenganku untuk semakin mendekat padanya. Kulitnya menempel pada kulitku dan itu membuatku sangat panas. Tubuh kami tidak berjarak. Jemarinya dengan kuat mencengkram lenganku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 26, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A MOMENT IN NOVEMBERWhere stories live. Discover now