FOUR : It Was Always You

25 2 2
                                    

Back in Seattle

Aku menghela nafas lega ketika melirik kearah ruangan Madam Rose yang nampak masih sangat kosong tak berpenghuni dan barang-barang di meja yang masih tersusun rapi. Dengan berlari kecil, aku melangkah ke ruanganku yang tepat di seberang ruangan Madam Rose. Terdapat Mia, rekan kerja ku yang duduk di sebelah melirik lalu tersenyum miring.

"Dia langsung pergi ke tempat pertemuan dengan klien baru," ucapnya tanpa aku bertanya.

Mendengar itu, aku menghela nafas lebih dalam lagi. "Kukira ini akan menjadi hari terakhirku hidup dengan kepala," jawabku sambil terkekeh.

Mia menyerahkan beberapa dokumen ke meja dengan tersenyum. "Kita akan di promosikan jika berhasil memenangkan klien yang satu ini. Ada beberapa konsep yang sudah ku buat sesuai dengan arahan Madam Rose. Tapi kurasa kau harus bertemu dengannya dulu. Bawalah dokumen ini untuk referensi."

"Wah, aku takjub. Terima kasih kau memang yang terbaik," ujarku sambil tersenyum lebar.

"Bisa kau tebak siapa calon klien kita itu? Dia benar-benar seorang dewa," ujarnya.

Aku mendelik sembari membuka lembaran yang diberikan Mia, "Pria lajang?"

Ia mengangguk semangat. "Dia wakil direktur perusahaan multi nasional terbesar, Marcin Drew namanya."

Tak mempedulikan omongan Mia, aku berceletuk, "Dimana letaknya?"

"Montana."

"Wow"

Mia mengangguk. "Pria lajang yang unik bukan? Kurasa dia ingin membangun rumah masa tua nya atau mungkin hanya menambah aset."

"Ada keinginan khusus?"

"Tidak. Dia hanya ingin kau untuk menata setiap sudut rumahnya, dan menyerahkan semuanya kepadamu."

Mendengar itu, seketika kepalaku di gerayangi rasa nyeri. Hal yang paling sulit untuk aku adalah kata-kata 'kami menyerahkan semuanya padamu' karena pada akhirnya aku menyulap rumah mereka sesuai keinginan ku dan mereka hanya memfasilitasi nya. Dan itu menyulitkan.

"Apa kau pernah bertemu dengannya di suatu tempat atau pernah bekerja sama mungkin?" tanya Mia.

"Tidak." Jawabku sambil merapikan beberapa referensi untuk di bawa. "Baiklah, aku harus berangkat sekarang. Bye.."

"Naikkan rok mu lebih tinggi, Hope.." bisik Mia yang kubalas dengan seringaian.

***

Sesampainya di tempat pertemuan dengan klien, aku melihat Bos ku dengan setelan merah muda yang menyala, riasannya juga tampak... merah muda. Di hadapannya sosok pria dengan setelan jas rapih menguliti tubuhnya dengan sangat sempurna. Bos ku melihat ku dari kejauhan dengan memberikan tatapan selamatkan-aku-dari-sini. Ia langsung berdiri dan menarik lenganku. "Darimana saja kau?" Bisiknya.

"Maaf, aku baru saja tiba dan ke kantor sebentar untuk mengambil dokumen."

Seakan tidak mempedulikan ucapanku, Ia berdeham pada sosok Pria yang bersama nya. "Tuan Marcin, perkenalkan ini desainer interior kami, Hope Larson. Hope, ini adalah klien kita, Tuan Marcin Drew."

Pria bernama Marcin itu pun berdiri, Ia memiliki tubuh tinggi tegap dan berisi, kulit kecoklatan yang berkilau sempurna, dia memiliki tubuh seperti seorang peselancar yang seksi. Ya Tuhan!
Aku berdeham kecil dan menjulurkan tangan.

Sambil duduk, Ia menatapku. "Baiklah, saya hanya punya waktu 10 menit untuk menjelaskan semuanya. Jadi, rumah ini milik atasan saya yang memang sudah terbengkalai lama sekali. Dan kali ini beliau ingin memakainya untuk rumah masa pensiunnya, jadi kau bisa mendekorasi ulang rumah ini khusus untuk rumah masa tua. Gunakan informasi ini sebagai acuan anda untuk menata ruangan rumah itu dengan apik, Nona Larson. Dan untuk akomodasi selama disana, tidak perlu dipikirkan karena atasan saya menyediakannya."

A MOMENT IN NOVEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang