15. After Illness

7.6K 585 54
                                    

Sudah lebih dari lima hari semenjak demam Salma, namun sakit tenggorokan nya belum mau hilang.

Lima hari yang tidak mudah, hampir setiap malam Salma menangis. Menangisi apa saja, perjuangannya yang ternyata sudah sampai titik akhir, kerinduannya dengan rumah, kebiasaan bertengkarnya dengan Rony yang tiba tiba hilang, sakit yang menyiksanya, dan segala hiruk pikuk lain yang entah datang darimana.

Lima hari tanpa Rony, tanpa seseorang yang bisa menenangkannya, membuat Salma kacau balau, emosinya berantakan.

Salma kini duduk di kursi rooftop, sendirian, menatap langit jingga yang mulai redup. Kali ini, acara duduk diam menatap senjanya tidak ditemani Rony, tidak ada Rony disebelahnya, Salma sendirian.

Salma menghela napas, senja menjingga itu akan selalu mengingatkannya pada Rony, pada pria yang lagu kesukaannya akan ia nyanyikan besok.

Air mata Salma kembali menetes, ia khawatir akan performnya. Suaranya masih belum pulih, bahkan saat tadi latihan, suaranya habis. Salma terisak pelan, ia tidak mau gagal lagi kali ini, sedikit lagi, apakah ia harus kembali mengulangnya?

Kenapa sakitnya justru datang disaat seperti ini? Disaat tidak ada siapapun disampingnya, tidak ada Novia, tidak ada Paul, dan tidak ada Rony yang bisa menenangkannya.

Salma menoleh, merasakan pintu rooftop yang terbuka. Nabila berjalan menghampirinya, menampilkan senyum terbaiknya.

"Kak Salma kenapa sendirian?"

"Nggak apa apa, Nab."

"Eh? Emang lagi mau sendirian ya, Kak? Maaf aku ganggu, yaudah aku tur-"

"Nggak, Nab. Boleh disini, nggak? Temenin gue."

Nabila tersenyum kecil, mulai melangkahkan kakinya, duduk tepat disebelah Salma, menatapi wajah orang yang sudah membersamai nya selama hampir tujuh bulan.

"Kak Salma tenggorokannya masih sakit?"

Salma hanya mengangguk pelan, masih menatap lurus.

"Mau aku buatin air jahe lagi? Atau mau ngunyah kencur?" Tawar Nabila yang dibalas gelengan Salma.

Segala cara sudah dilakukan Salma sejak beberapa hari terakhir, mulai dari minum air hangat setiap pagi, air jahe buatan Nabila, mengunyah kencur, kumur air garam, minum kecap dengan jeruk nipis, dan apapun yang sekiranya bisa menenangkan tenggorokannya. Namun nihil, sampai hari ini, tenggorokannya masih sakit, suaranya habis sejak kemarin.

Salma menyandarkan kepalanya, bayang bayang kegagalannya mulai bermunculan. Sakitnya muncul disaat yang tidak tepat, saat selangkah lagi ia akan menuju puncak.

"Nab, kalau sampai besok suara gue belum balik, gimana ya?" Salma menggerutu, masih menatap depan.

"Kak! Nggak boleh ngomong gitu! Aku yakin kak Salma bisa!"

Salma tertawa kecil, "Gue nggak yakin, Nab. Kayaknya besok gue bakal banyak kurangnya."

"Kak Salma jangan gitu, ingat perjuangan kakak, nggak boleh nyerah ya?"

"Nggak janji, Nab. Gue bingung kenapa semesta seolah nggak memperbolehkan gue berhasil. Sekali aja, Nab. Sekali aja, gue pengen tahu rasanya berhasil."

"Kak Salma pasti berhasil kali ini! Percaya sama aku!"

"Dengan suara kayak gini, Nab? Kayaknya nggak bisa."

Nabila menatap Salma dalam, ada kesedihan di wajah itu. Kejenuhan yang terukir indah, seolah sudah terbiasa. Namun Nabila memahaminya dengan jelas. Mungkin ia memang bukan pejuang keras seperti Salma, tapi ia tahu rasanya gagal dan diremehkan.

Fated | Salma Rony Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang