24. Meleset

3K 283 2
                                    

Seorang pemuda melangkahkan kakinya memasuki gudang. Namun, baru selangkah ia masuk, pemuda itu tak sengaja menginjak tali yang tertutup ranting.

Krek

"Akhh!"

"Raka!" Seru seseorang dari belakang pemuda tersebut.

Darah mulai keluar dari pipi mulus Raka. Ia memegangnya dan terkejut ketika pipinya telah mengeluarkan darah.

Pemuda itu membalikkan badannya ke belakang, lalu menghampiri seseorang yang memanggilnya dengan panik.

"Zen?"

Zen berdehem singkat dan mengelus pelan pipi chubby yang telah berlumuran darah itu, lalu dengan tiba-tiba ia menggendong Raka ala koala.

"Heh mau kemana!"

"UKS."

"Turunin! Yang luka cuma pipi doang, jalan juga bi-" Raka tak melanjutkan ucapannya. Ia meringis ketika pipinya terasa perih.

"Diem, nurut." Suara Zen yang kian memberat membuat Raka patuh. Ia mengangguk pelan. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya, siapa yang melakukan ini? Apakah ada yang tak suka dengannya?

Sorot mata Zen terlihat sangat panik dan khawatir. Ia melihat dengan jelas dimana sebuah anak panah melesat ke arah Raka. Untung saja, anak panah tersebut meleset dan hanya menggores pipi Raka saja, tak sampai menancap.

Ya, pemuda itu mengikuti Raka. Ia sudah berfirasat tidak enak, dan benar saja. Ketika ia akan menghampiri Raka untuk bertanya mengapa berada di sini, ia malah melihat kejadian yang sangat tak terduga.

"Zen, baju lo kotor," cicitnya.

"Biarin." Zen memegang kepala belakang Raka dan menyandarkannya pada bahunya.

Raka menduselkan wajahnya di leher Zen ketika menyadari banyak murid yang melihat ke arah mereka.

Sesampainya di UKS, Zen dengan cekatan mengambil kapas, yang diberi air, lalu mengusapkan kapas basah itu di pipi Raka.

Ia mengobati luka itu dengan pelan, sesekali meniupnya lembut.

"Udah," ujarnya. Ketika ia akan menggendong Raka, pemuda itu sudah berlari keluar.

Tentunya ia tak akan membiarkan begitu saja. Zen dengan cepat mengejar dan menggendong pemuda itu ala karung beras.

"Zen! Woi turunin!" Raka memukul-mukul punggung Zen, kepalanya pusing karena berada dibawah.

"Mau gue masukin ke kandangnya Yosa!" Ancam Zen. Seketika pemuda itu diam, ayolah! Ia sangat takut dengan hewan yang disebut biawak itu!

"Ga mau!" Raka menggeleng keras dan mengayunkan kedua kakinya.

Plak

Zen memukul paha belakang Raka, tak sakit memang. Tapi itu mampu membuat Raka terkejut. "Dibilangin diem."

Ia menjambak rambut Zen dan menggoyangkannya ke kanan-kiri.

"Heh! Anteng," tegur Zen. Ia berusaha menyingkirkan kedua tangan Raka dari kepalanya.

.

.

.

"Lama amat dah! Darimana lo berdua? Eh! Pipi lo kenapa cok!?" Tanya seorang pemuda dengan heboh.

"Fer, pesen. Duduk sini," titah pemuda yang baru saja datang.

"Jawab dulu, Raka kenapa, Zen? Baju lo juga kenapa berdarah gitu?"

"Ntar gue jelasin. Sana pesen dulu!"

Ferro berdecak kesal. Tapi, pemuda itu tetap melangkahkan kakinya menuju salah satu penjual makanan.

Eternal; Shanka [END]Where stories live. Discover now