• because of me

65 9 0
                                    



"Is that because of me?". tanya cowok itu sambil menyeruput mie cup instannya, tak peduli pada suhu yang masih panas dan menyebabkan bilah bibirnya memerah kontras dengan kulit putihnya yang kian memucat seiring dengan derasnya hujan.

Mungkin Ricko pantas jadi titisan dewa hujan, melihat parasnya yang makin menawan dengan rambut acak setengah basah.

Hidungnya bersemu merah lantaran suhu sekitar masih dingin, atau bisa jadi efek samping dari kepedasan mie kuahnya. Eileen tak menyangkal kalau Ricko memang menawan dan memiliki potensi besar untuk mudah menawan hati gadis-gadis.

Eileen dulu mungkin pernah tersungkur, terjerembab, atau tenggelam dengan pesonanya. Namun kenyataan-kenyataan yang menghantarkannya pada realita; bahwa sifat lelaki itu tak semenawan rupanya, membuat Eileen memilih berpaling dan berusaha pergi.

"Because of--what?". Eileen bertanya karena tak paham konteks yang lelaki itu bawa. 

Eileen sore ini sedang malas ke kafe dan lebih malas lagi di rumah. Sehingga seselesainya ia membersihkan diri, kakinya bergerak menuju minimarket yang malam minggu lalu ia sambangi. Banyak jajanan kesukaannya disana, pun lengkap. 

Minimarket ini memang baru buka, dan baru kemarin Eileen menyambanginya. Kesepian di sore itu membuatnya ingin menikmati es krim sambil melamun di kursi depan minimarket.

Sangat candu, Eileen dapat memikirkan sesuatu atau mengosongkan pikiran.

Harapnya, ia akan mengalami hal serupa sebelum akhirnya hujan turun--bukan masalah besar. Namun kehadiran Ricko sungguh mengganggu kenikmatan yang hendak dicapainya; melamun sambil makan es krim.

"Lo badmood, malem minggu kemarin. Itu gara-gara gue?". tanya Ricko. 

Eileen terdiam sebentar, lalu mengangguk. "Lima puluh persennya iya karena kamu, kak,". jawab Eileen tanpa menatap mata lawan bicaranya. 

"Sorry,". Ucap Ricko dengan gelagat merasa bersalah.

Eileen tak hiraukan, ia tak mau ikut merasa bersalah toh buat apa?. 

Akhirnya keduanya terdiam, Ricko masih memandangi Eileen yang sama sekali tak peduli dengan eksistensinya. 

"Btw, lo jualin saladnya siapa sih?". tanya Ricko dilanjut menyantap kuah mie sampai tandas. Makannya sangat cepat, berbanding terbalik dengan Eileen yang es krim cone-nya hanya berkurang beberapa saja.

"Emang kenapa kak?". tanya Eileen masih dengan nada tenang. 

Sebelum menjawab, Ricko menggaruk tengkuknya, "Gue mau jengukin. Denger-denger sakit ga sih? Sampai ga bisa jualan lagi,". Katanya.

Eileen menahan tawa, bisa-bisanya ada seseorang begitu menyukai makanan sampai rela menjenguk si pembuat. "She's okay kok, udah membaik,". Jawab Eileen, serta merta membuat kening Ricko mengerut.

"Udah ga mau jualan lagi?". Ricko memastikan, Eileen mengangguk mantap.

"Why?". Tanya Ricko, lebih pada nada protes tak terima. "Just, she won't. She's tired and want to take a long rest. So, don't disturb her, please..". tegas Eileen melihat wajah Ricko yang hendak mengelak. 

Ricko menyandarkan punggungnya pasrah. "You sound like knowing her well?". Tanya Ricko, menebak-nebak.

"Sure. I know her well, very well,". Kata Eileen dengan percaya diri.

"Salad buah itu banyak yang jual, kenapa Kak Ricko obsessed banget sama salad itu?". akhirnya kali ini Eileen bertanya sambil menengok ke arah Ricko, yang tak pernah berpaling dari menatap sosok Eileen. 

Kak Ricko | ChaeMuraΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα