• need to moving forward

207 9 1
                                    


"Mama! Eileen pergi dulu ya!". Eileen berteriak sambil menyincing dua buah sepatu ke teras.

Mama menyahut, bilang hati-hati serta titip salam untuk calon mantu--yang nyatanya si calon belum tahu akan jadi calonnya.

"Bye kak!"
Eileen tak lupa pamit pada kakaknya yang sedang movie-date dengan pacarnya di ruang tamu.

Melihat bagaimana matahari tak dapat kesempatan mengusik keasikan dua sejoli yang sedang kasmaran itu, membuat Eileen membayangkan jikalau dirinya dan Ricko--cowok yang dia suka akan mengalami hal yang sama.

Mata Eileen menangkap bagaimana kakaknya itu nyaman dalam dekap sang kekasih yang membiarkan dadanya menjadi tempat bersandar.

"Hati-hati,". Pesan kakaknya tak jauh beda dari si mama.

"Iya, bye!".
Usai memastikan sepatunya terpakai dengan benar, Eileen melambaikan tangan kencang sambil lempar senyum untuk balas senyum yang dilempar pacar kakaknya, Justin.

Lalu kakinya terbirit, lari sekencang yang ia bisa untuk mencapai halte setelah menutup gerbang rumah dan melambai pada sang Ayah yang sedang menghirup kopi di balkon atas dengan khidmat.

Eileen melonjakkan kakinya girang, bus-nya datang bersamaan dengan langkahnya yang sampai di halte. Selalu tepat waktu.

"Pagi pak!" Sapa Eileen ramah, kemudian tak ambil peduli pada sang sopir yang malas menjawab barang anggukan kepala saja.

Eileen mengambil posisi duduk, hatinya bergemeletuk seiring dengan kakinya yang terhentak berusaha mengendalikan perasaan membuncah yang meluap-luap hampir tumpah.

Ini hari minggu, biasanya Eileen menggunakan akhir pekan untuk belajar agar pandai seperti sosok idola sekaligus crushnya, orang yang ia suka!.

Namun karena pekan ini si kakak crush sedang mengikuti lomba, maka Eileen tak mau ketinggalan untuk ikut memberi semangat barang dari makanan yang dia buat khusus untuk cowok itu seorang.

"Stadion kota pak!" Pesan Eileen kepada sang kernet yang hanya mengangguk, ikut tak bersemangat seperti halnya pak supir.

Begitu Eileen sampai, kakinya bergerak cepat menuju stadion yang mulai ramai.

Eileen pernah diajak kakaknya nonton basket teman-temannya disini juga. Jadi dia paham dimana tempat para pemain berada.

"Eh, eh, siapa kamu?" Seorang lelaki dengan pakaian training mencegat Eileen yang mau memasuki pintu yang menghubungkan pada ruang para pemain basket dari sekolahnya.

Di antara semua pintu, hanya pintu itu yang memiliki tanda dengan nama sekolahnya yang tertempel disana.

Eileen tersenyum, ia familiar dengan sosok yang mencegatnya. Pak Namja memang cukup terkenal sebagai guru olahraga baru, yang nantinya akan menggantikan guru olahraga sekarang.

Karena tak berseragam, pun Eileen bukan siswi yang tenar, jadilah sosoknya tak mencerminkan kefamiliaran terlebih untuk guru baru seperti Pak Namja.

"Saya Eileen dari SMA Hybe, mau kasih ini ke..". Belum selesai bicara, Eileen sudah malu duluan.

Benaknya sudah bingung akan menyebut Kak Ricko sebagai siapanya. Ia malu kalau harus menyematkan 'orang yang saya suka' setelah menyebut nama kesukaannya itu.

Atau jika kekasih, hihihi.. dia kan belum sampai tahap sana. Namun bagaimana? jantungnya sudah bertalu lagi, membuat mulutnya bungkam. Sulit untuk menggerakkan. Ah, bahkan wajahnya kini ikutan panas karena malu!.

Kak Ricko | ChaeMuraWhere stories live. Discover now