Lamar

69 25 0
                                    


Jangankan lamaran dan nikahan. Melupakan masa lalu saja masih menjadi angan.

__________________

Happy Reading 🍫




Tok! Tok! Tok!

Zahdan mengernyitkan dahi, tidak biasanya sang Adik sudah terlelap di jam segini. Cowok itu sedikit melirik jam di tangannya, masih pukul 20.34, Zaina bahkan belum makan. Kata Saida gadis itu belum keluar kamar sedari sore membuat Zahdan berinisiatif menjenguknya.

Namun, sudah beberapa kali ia mengetuk pintu kamar Zaina tetap saja belum ada tanda terbuka.

”Zaina udah bangun, Dan?” sahut Saida yang baru tiba di lantai atas, ia juga khawatir akan putrinya itu, sikapnya sedikit berbeda. Dan baru kali ini Zaina tidak keluar untuk mengisi perut.

Zahdan berbalik menatap Saida dan menggeleng.”Kayaknya belum, Bun. Tumben ya?”

Saida menghembuskan napas kemudian beralih mengetuk pintu kamar Zaina.

Tok! Tok!

”Za? Kamu gak mau makan? Kok dari tadi gak keluar kamar, kamu sakit, Nak?” tanya Saida setengah berteriak. Tak ada jawaban, wanita itu mulai cemas berlebihan, ia menatap Zahdan.

”Coba kamu cari kunci cadangan kamar Zaina, Bunda jadi khawatir banget.” Zahdan mengangguk dan bergegas mengambil kunci cadangan kamar milik Zaina.

Saida terus berusaha mengetok pintu kamar putrinya. Beberapa saat Zahdan datang dengan alat pembuka di genggamannya. Saida langsung mengambil alih kunci itu dan mengaplikasikannya di pintu.

Cklek

”Zaina?” gumam Saida dan Zahdan secara bersamaan. Mereka melihat gadis itu terlelap tapi bukan di atas kasurnya, melainkan di lantai bawah samping kasur.

Sesegera mungkin Saida menghampiri memastikan Zaina baik-baik saja.

”Za? Kenapa tidur di lantai, Nak?” tanyanya sambil menepuk-nepuk pelan pipi putih Zaina. Gadis itu menggeliat dan menampakan muka yang masih memerah di sertai mata sembabnya.

Zaina membuka pelan kedua mata dan terkejut menyadari kehadiran Bunda dan Zahdan. Ia berubah posisi menjadi duduk kemudian menghapus sisa air mata.

Zahdan memperhatikan raut sendu Zaina.”Lo kenapa?” tanya cowok itu, Saida mengangguk menunggu jawaban.

”Za-Zaina gakpapa Bun, Bang. Tadi itu habis baca novel sedih makanya kebawa perasaan, dan ketiduran deh," lagi dan lagi ia berbohong, Saida menghembuskan napas dan mengajak Zaina duduk di kasur.

”Za, sehebat apapun kamu mau bohong, udah jelas banget ada yang kamu sembunyiin. Lagipula kalau kamu habis baca novel sampai ketiduran ponsel kamu pasti ada dekat kamu, kan?”

Zahdan menatap heran pada sang Adik, ia beralih pada tempat yang tadinya di tiduri Zaina. Benar kata Bundanya, tidak ada ponsel di sana.

”Kamu pasti lapar, ya? Makan dulu, habis itu cerita kamu kenapa, oke?” pinta Saida, Zaina hanya menunduk lemas. Wanita paruh baya itu keluar untuk mengambilkan makan untuk Zaina. Sementara Zahdan mendekati Adiknya.

”Tumben cengeng lo,” ucap Zahdan setengah mengejek, Zaina mendongak menatap lekat manik mata Zahdan.

Gadis itu tidak menjawab, melainkan langsung membuang muka. Zahdan terkekeh pelan.”Udah itu muka jangan di gituin. Udah jelek karena nangis, malah di tambahin. Ck! Bukan adek gue!” Zaina kembali menatap Zahdan.

Jalan Cinta yang Tertunda (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang