Ragu

252 34 6
                                    

Follow dulu biar selalu jadi yang pertama dapatkan update ceritanya.

          Nuca baru saja menyelesaikan sholat Isya jam sepuluh malam. Dia harus menyelesaikan banyak laporan hingga larut malam. Besok hari libur dan haram baginya membawa pekerjaan itu ke hotel. Selama di jakarta dia memutuskan untuk tinggal di hotel yang tak jauh dari kantor agar tak jadi masalah meskipun dia harus lembur.

          "Kamu sudah meneleponnya?" tanya Ola waktu Nuca meletakan sajadahnya di atas meja.

          Dia dan Ola sengaja memilih satu kamar yang sama dengan dua single bed.

          Nuca menggelengkan kepalanya. Dia tahu siapa yang dimaksudkan Ola. Meskipun Nuca jarang membahas Lini di depan Ola, tapi sepertinya Ola tahu seperti apa Lini bagi Nuca. Nuca sering bilang mereka hanya bersahabat tapi Ola lebih dari cukup untuk mengerti hubungan mereka bukan seperti sahabat pada umumnya.

          "Besok saja, deh. Lagian malam ini dia pasti sibuk sama keluarganya. Aku nggak enak kalau harus menganggu waktunya," ucap Nuca lalu meloncat ke tempat tidur.

          "Kamu yakin dia sibuk? Bagaimana kalau dia malah menunggu telepon darimu, Nuc?"

          "Hahahah. Kak Ola bisa saja. Memangnya aku ini siapa sampai dia menunggu telepon dariku?"

          Ola mengembuskan napas pelan. Pria itu duduk bersila di tempat tidurnya sambil memandangi Nuca yang berbaring di seberangnya. Sepulang dari Jepang, mereka memang harus ke kantor pusat untuk menyelesaikan banyak pekerjaan. Ola bahkan tak bisa pulang natalan bersama keluarganya demi profesionalitas kerja, sekalipun kantor mengizinkannya untuk pergi.

          "Kak Ola? thanks, ya? Kamu udah bela-belain nggak merayakan natal bersama keluargamu, dan malah menemaniku di sini. Kalau aku bisa, aku ingin membalas kebaikanmu."

         "Ya elah, Nuc? Kita sudah berteman berapa lama? Dan kamu masih sungkan begitu kepadaku? Lagipula aku juga lagi malas pulang. Kamu tahu sendiri, kan? Hari besar macam Natal atau idul fitri itu adalah hari mengerikan bagi orang-orang macam kita? Aku malas menanggapi pertanyaan kapan kawin," keluh Ola lalu membaringkan tubuhnya.

          Nuca meraih ponselnya. Jam sepuluh lebih lima belas menit. Malam itu dia yakin Lini pasti sibuk dengan acara keluarganya. Apalagi besok hari raya mereka. Nuca tak mau mengganggunya. Namun, bagaimana kalau yang dikatakan Ola itu benar? Bagaimana kalau Lini memang menunggu telepon darinya? Nuca membatin.

          "Tidak mungkin. Kami sudah lama bersahabat, dan mustahil Lini menunggu telepon dariku. Biasanya dia juga yang sering meneleponku lebih dulu." Nuca menggeleng, mengusir pikiran yang hendak mampir ke otaknya malam itu.

          "Eh, Nuc? Besok kamu ngapain aja?"

          "Ehm? Ngapain, ya? Kak Ola jam berapa ke gereja? Mr. Frank jadi ikut bersamamu juga, kan?"

          "Iya. Katanya dia mau jemput aku di hotel. Maksudku, kalau kamu bosan sendirian di hotel, ya sudah, kemana kek. Beli oleh-oleh buat teman-teman kantor. Jangan mengurung diri di kamar aja, sih."

          "Heheheh. Gimana kalau setelah dari gereja, kita ketemu dimana gitu? makan siang? aku yang traktir? Gimana?"

          "Serius? Ah! Kalau begini aku semangat natalan meski nggak di rumah." Ola tampak kegirangan.

          Nuca hanya tertawa. Apa salahnya menyenangkan hati sahabatnya sendiri, kan?

          Besoknya, Nuca terbangun lima belas menit sebelum azan subuh berkumandang. Dia segera ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan sekaligus berwudhu. Masih ada waktu untuk sholat Tahajud. Nuca larut dalam sholat dan tiap bacaannya. Di akhir sholatnya, seketika bayangan Lini melintas di benaknya. Nuca buru-buru mengucap istigfar di dalam hati. Rasa ini semakin parah, bahkan ketika sholat bisa-bisanya dia membayangkan Lini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 26, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Amin Kita BedaWhere stories live. Discover now