Break The News

115 41 0
                                    

Lila terbahak sambil memegang perut. Tawanya sempat menjadi perhatian siswa lain yang melintas saat mereka duduk di bawah pohon. Ai sudah menceritakan tentang kasus plagiatnya.

"Harusnya lo kasian sama gue," gerutu Ai.

Lila menghentikan gelak, mengusap sudut mata. "Buat apa? Lo yang salah. Gue udah bilang jangan diterusin. Lo aja yang keras kepala."

Ai mencebik, lalu memakan es krimnya. Setelah tersedu-sedu di UKS tempo hari, hatinya terasa lapang. "Gue emang salah. Harusnya sebagai orang yang nggak pintar-pintar amat, gue harus tetap mempertahankan harga diri gue."

"Nggak apa-apa, supaya lo bisa tahu itu salah dan lo bisa jadi lebih baik. So, gimana Aura?"

Ai mengangkat bahu. Ia belum bertemu Aura padahal sudah menceritakan hal tersebut pada Fiza. "Gue nggak nyalahin dia, sih. Ini murni salah gue karena gue yang minta. Gue, kan, bisa aja bantuin Aura tanpa pamrih, tapi ya ... gitu." Ia terkekeh.

Lila menepuk-nepuk bahu Ai. "Bagus. Artinya lo udah dewasa. Terus startegi menjadi pintar masih berjalan?"

"Masih dong!" jawab Ai semangat empat lima. Strategi itu tidak melanggar peraturan sekolah mana pun. Jadi, harus tetap diperjuangkan.

"Tapi, sejauh ini ada kemajuan nggak?"

Ai mendadak lesu, api semangatnya tersiram air kegagalan. Sudah hampir dua bulan mengikuti bimbel, tapi belum terjadi peningkatan pesat. Bagaimana bisa pamer ke Yaka?

Lila meringis. "Dari wajah lo, kayaknya nggak. Bahkan melukis pun udah jarang."

Ai mengaduk es krimnya asal. Mau membantah, tapi Lila benar seratus persen.

"Ai."

Kepala Ai dan Lila sontak menoleh ke arah sumber suara.

Fiza berjalan mendekat, ada Aura yang sok ngumpet di belakangnya. "Minta maaf sana."

Aura mengangkat sebelah tangannya untuk menyapa, tubuhnya kaku.

Ai tersenyum lebar dan membalas uluran tersebut. "Gue nggak nyalahin lo. Jadi, santai aja."

"Gue harus minta maaf. Gue juga salah, sih, kenapa gue setuju. Dan masalah tugas esai." Aura nyengir kuda, lantas melanjutkan, "Karena terlalu senang dapat nomor WA Bintang, gue nggak konsen dengan apa pun. Soo, gua pake punya Deski, eh ... gue lupa kalau guru kita sama."

Lila menggeleng-geleng, ternyata Aura dan Ai tidak jauh beda. Sama-sama bucin dan polos.

"Its okay. Itu semua pelajaran buat gue. Terus lo sama Bintang gimana?"

Wajah Aura cemberut, kemudian duduk di samping Ai. "Baca, deh." Cewek itu memperlihatkan percakapannya.

Stop Aura.

Lila tertawa lebih dulu disusul Ai.

Aura mendesis. "Dia sebenarnya nolak gue atau gimana, sih?"

"Welcome to the club bareng Fiza dan Ifani." Ai menatap Aura simpati. "Dia nolak lo."

***

Ai sangka kalau hidupnya sudah kembali normal, ternyata kerunyaman masih menempel padanya. Bu Tati sudah memberikan pengganti tugas esai kromosom, sebenarnya mudah, hanya menggambar poster untuk laboratorium. Namun, apa yang membuat ini menjadi ke-ru-nya-man? Ia harus bekerja dengan Citra Dewani. Lebih tepatnya dibimbing. Fyi, Citra terdaftar sebagai anggota laboratorium, bertugas untuk membantu Bu Tati dalam mempersiapkan kegiatan praktikum.

The Stupid Duckling ✔Where stories live. Discover now