Boring Place, Oops

152 47 0
                                    

"Hari ini kita akan mempraktikkan teknik mengambar bola. Di sini kalian belajar untuk membentuk bola dan bujur telur kerena dua bentuk ini sangat membantu dalam menggambarkan objek badan dan wajah manusia. Cara mengambarnya sudah dijelaskan Pak Tara minggu lalu. Dan hari ini, kakak mau lihat hasil latihan kalian di rumah. Waktu kalian satu jam dari sekarang."

Hari sabtu. Hari di mana Ai menjadi tutor untuk adik-adik kelasnya yang bergabung di klub melukis. Kadang juga sehabis pulang sekolah kalau klub sedang mengikuti lomba.

Dibanding dengan ekstrakulikuler yang lain, jumlah anggota klub mereka terbilang kecil. Hanya ada sekitar 5 orang untuk level atas dan sekitar 18 orang anggota baru, yang jumlahnya akan berkurang seiring berjalannya waktu.

Ruang yang disediakan untuk klub hanya ruangan bekas laboratorium dan harus berbagi dengan klub fotografi. Pembagian sekat pun tidak sama rata, karena klub mereka hanya kebagian seperempat dari total luas bangunan.

Sangat beruntung mereka punya Pak Tara yang memperjuangkan klub dengan keras. Meskipun terbilang kecil, peralatan menggambar dan melukis tersedia lumayan lengkap.

Sepertinya klub melukis membosankan.

Big No! Hanya saja yang bertahan hingga kelulusan sekolah adalah anggota yang benar-benar menemukan bakat mereka dalam bidang ini. Melukis bukan hanya tentang 'gue bisa gambar, gua mau join klub'. Banyak teknik yang harus dipelajari, dari cara memegang kuas, menggabungkan warna, tarikan kuas pada kanvas, dan masih banyak hal yang rumit lainnya. Hal tersebut menjadi faktor utama anggota berguguran satu per satu.

Dan Ai bertahan di klub bukan karena sudah menguasai seluruh teknik, tapi karena gadis itu cinta akan bidang ini sejak kecil. Bakat mengambarnya tercipta lebih dulu dibanding kemampuan menulis dan membaca.

Papa dan Mama sangat mendukung bakat tersebut. Mareka menyediakan peralatan mengambar: kertas gambar, berbagai macam jenis pensil warna, bahkan Papa memesan easel berukuran kecil agar putrinya terlihat seperti pelukis profesional.

Bakat Ai berkembang pesat. Begitu juga peralatan gambar yang berubah menjadi peralatan melukis. Bersama Bintang ia mengasa keterampilan yang dimiliki, hingga bisa seperti sekarang.

Ai gemar mengikuti lomba gambar dan mewarnai. Kendatipun ada masanya ogah-ogahan karena gambar yang diminta, seperti tiang bendera saat 17-an, pesawat saat hari pahlawan, sekolah pada hari pendidikan, papan tulis saat hari guru, anak-anak bermain bola saat pekan olahraga. Ai kecil menginginkan hal lebih dari itu, ia ingin menggambar tanpa harus dibatasi. Gadis kecil itu memboyong banyak piala dan mengharumkan nama sekolah. Rantai prestasi itu pun berlanjut hingga saat ini.

So, dalam bidang non akademis nama Aisha Ramadahani sangat patut diperhitungkan. 

***

Sekali lagi Ai memutar gerendel untuk memastikan pintu sudah dikunci dengan baik. Dua jam melelahkan, tapi menyenangkan telah usai. Selain kamar tidur, klub adalah tempat nyaman kedua untuknya tinggal berlama-lama. Di dalam sana ia terlihat lebih pintar dan menjadi diri sendiri.

Hari sabtu Ai menjadi tutor untuk adik kelas yang bergabung di klub melukis. Kadang juga sehabis pulang sekolah kalau klub sedang mengikuti lomba. Dibanding dengan ekstrakulikuler yang lain, jumlah klub anggota mereka terbilang kecil. Hanya ada lima belas orang, yang jumlahnya akan berkurang seiring berjalannya waktu.

"Klub lo udah kelar?"

Ai berbalik untuk memastikan suara perempuan yang menyapanya. Ifani tersenyum lebar saat tatapan mereka bertubrukan. Seperti terhipnotis, kedua ujung bibirnya melebar. "Lo ikut klub apa?"

The Stupid Duckling ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang