Part 20

256K 30.6K 2.1K
                                    

Gevan menatap tajam Aurel yang berdiri kaget menatap ke arahnya, matanya melirik ke arah pipi Aurel yang lebam meski sedikit tertutupi tudung hoodie.

"Siapa yang mukul kamu?" Tanya Gevan dingin dan datar pertanda marah melihat tunangannya pulang dengan wajah lebam.

Aurel yang mendengar perkataan Gevan menelan ludah, dia tak mungkin bohong jika tak ingin menerima amarah Gevan.

"Aku bakal jelasin Ka! Kita masuk dulu ya," pinta Aurel dengan nada memohon.

Dirinya tak ingin membicarakan hal itu di depan gerbang seperti ini. Gevan tanpa mengatakan apapun berbalik lalu berjalan menuju dalam rumah. Pertanda setuju dengan ajakan Aurel.

Aurel menghela napas lega melihat Gevan yang setuju.

"Kamu ngapain diem di situ? Cepet!" ucap Gevan sambil menoleh ke belakang melihat Aurel yang masih diam di tempat.

Aurel segera membenarkan tudung hoodie-nya agar kedua orang tuanya tak khawatir lalu berjalan mengikuti Gevan masuk ke dalam rumah.

Aurel masuk ke dalam rumah sambil melirik kanan kiri untuk memastikan kedua orang tuanya tak ada, berharap mereka sudah istirahat di kamar. Sedetik kemudian dia mengelus dadanya lega ketika tak melihat eksistensi Mama dan Papanya.

Aurel dan Gevan menuju tangga untuk ke lantai dua dimana kamar Aurel berada, tak membutuhkan waktu lama kini mereka telah sampai di depan kamar Aurel.

Aurel menatap tak suka ke arah Gevan yang dengan seenak udelnya membuka pintu kamarnya seperti miliknya sendiri.

"Berasa tamu di kamar gue sendiri," guman Aurel sambil masuk ke dalam kamarnya.

"Jelasin!"

Baru juga satu langkah Aurel masuk ke dalam kamarnya, Gevan sudah menuntut penjelasan darinya.

Mata Aurel menatap ke arah Gevan yang duduk di ranjang dengan kedua tangan bersedekap dada menatap tajam ke arahnya. Aurel merasa seperti terdakwa yang sedang diadili.

Aurel dengan canggung meletakkan kantong kreseknya di atas meja belajar lalu bergegas duduk di samping Gevan.

"Aku bakal jelasin! Kamu jangan marah dulu," ucap Aurel.

Gevan yang mendengar perkataan Aurel pun menoleh, "Siapa yang gak marah liat ceweknya pulang dengan luka lebam kayak gitu, Rel! Aku khawatir!"

Mendengar perkataan Gevan, Aurel pun merasa bersalah karena telah membuat Gevan khawatir namun nasi sudah menjadi bubur.

"Maaf, aku bakal jelasin. Kamu dengerin aku dulu!" ucap Aurel diangguki oleh Gevan.

"Itu yang sedari tadi aku tunggu, Rel!" Balas Gevan.

"Jadi tadi pas aku pulang dari minimarket aku lewat jalan depan itu, ada lima cowok yang godain aku--"

"Apa! Kamu digodain!" ucap Gevan dengan nada marah, kedua alisnya mengkerut dengan rahangnya mengeras mendengar perkataan Aurel.

"Tapi aku lawan mereka, Ka! Meski dapet satu tonjokan lagipula tadi ada cewek yang nolongin aku, sekarang aku udah gakpapa," ucap Aurel buru-buru melihat wajah Gevan yang diliputi emosi.

"Cewek tadi yang nganter kamu?" Tanya Gevan memastikan.

Aurel mengangguk, "Iya! Namanya Lizha, dia udah nolongin aku. Kayaknya dia anak baru Alexander deh,"

Gevan mengeryitkan dahi mendengar nama yang terdengar asing itu namun dia tak peduli dengan itu yang ia pedulikan sekarang adalah luka lebam di pipi Aurel.

AURELLIA; Antagonist Girl [END]Where stories live. Discover now