8/20

800 157 186
                                    

Jeffrey baru saja keluar rumah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Jeffrey baru saja keluar rumah. Dia berniat memancing Joanna keluar rumah dengan dalih mengajak Jani berkencan. Padahal, hari ini masih senin malam. Namun dia tidak sabar menunggu pada malam rabu sesuai jadwal.

"Joanna di mana?"

Tanya Jeffrey ketika Jani memasuki mobil sendirian, karena selama tiga tahun ini mereka selalu berkencan ditemani Joanna. Sebab Ariana benar-benar tidak mengizinkan jika mereka keluar hanya berdua saja. Apalagi malam, kecuali jika pulang kuliah atau yang lainnya. Mau melarang juga tidak bisa, karena di kampus otoritasnya sebagai orang tua tidak cukup berlaku bagi anaknya.

"Mama keluar dengan Papa. Ayo!"

Jeffrey merasa enggan melajukan mobilnya, lalu pura-pura sakit perut sekarang. Membuat Jani kembali turun guna mengatar Jeffrey menuju kamar mandi sebentar.

"Sudah, Jeff? Mau kuambilkan obat diare?"

Jeffrey menggeleng pelan, lalu melirik tangga rumahnya.

"Mau ke kamar? Selagi Mama dan Papa tidak ada. Sepertinya mereka akan pulang malam."

Jeffrey mengangguk cepat, lalu mengekori Jani yang sudah menariknya menuju tangga.

Setibanya di kamar, Jani langsung mendudukkan Jeffrey di tepi ranjang. Kemudian duduk di pangkuan pacarnya sembari mengalungkan tangan pada lehernya.

"Aku sedang tidak ingin. Perutku sakit, boleh minta buatkan teh hangat sekarang?"

Cegah Jeffrey ketika Jani berniat menciumnya.

"Sebentar, aku chat Joanna---"

"Kamu saja, aku mau kamu yang buatkan."

Jeffrey mengecup pipi Jani singkat, membuat si pemilik tersenyum kegirangan dan langsung bergegas keluar kamar.

Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, kini Jeffrey mulai mendatangi kamar Joanna yang terletak tepat di samping kamar pacarnya.

Tanpa mengetuk sebelumnya, Jeffrey langsung memasuki kamar Joanna. Membuat si pemilik kamar yang sedang memotong kuku kaki di atas ranjang mulai mengumpat kesal dan melemparnya dengan pemotong kuku yang baru saja dipegang.

"Kurang ajar!"

Bukannya marah karena pemotong kuku tadi sempat mengenai dahinya, kini Jeffrey justru mulai berjalan mendekat. Duduk di tepi ranjang tanpa dipersilahkan.

"Keluar!!!"

Jeffrey hanya menjukurkan lidah dan mengeluarkan sesuatu dari saku celana. Jepit rambut warna emas yang masih terbungkus plastik transparant. Karena Jeffrey memang sering kali mendapat perintilan kecil wanita sebab sering iseng membeli dagangan teman-temannya yang setiap hari dijadikan story WhatsApp.

"Cantik."

Puji Jeffrey setelah menyematkan jepit rambut tadi pada bagian tengah rambut kepala Joanna. Memang tidak pada tempatnya, namun berhasil membuat Jeffrey tersenyum senang.

"Keluar kubilang!!!"

Joanna langsung pelepas jepit rambut tadi, lalu melemparnya ke lantai hingga hancur berkeping-keping.

"Joanna! Kenapa kamu jadi kasar sekali, sih!?"

Pekik Jeffrey sembari berdiri, lalu memungut jepit rambut tadi.

"Jeffrey, kita ini apa? Kenapa kau terus saja melewati batas! Tolong hentikan semuanya! Aku tidak mau membuat Jani semakin salah paham! Mulai sekarang---jangan telepon aku ketika mau tidur, jangan membelikan barang-barang apapun yang juga kau berikan pada pacarmu, dan jangan menungguku selesai kelas di gazebo kampus!"

"Joanna, jangan salah paham! Aku tidak menyukaimu jika itu yang kau takutkan. Kita teman, kan? Dulu, kamu sendiri yang mengatakan jika aku bebas cerita apa saja padamu. Lupa?"

"Tapi tidak setiap hari!"

"Kamu lucu sekali. Ini sudah tiga tahun dan kamu baru mengeluhkan ini? Oke, jadi ini alasanmu kenapa berubah akhir-akhir ini. Kamu bosan mendengar ceritaku tentang Jani? Atau, jangan-jangan kamu cemburu karena mulai menyukaiku saat ini?"

Joanna menatap Jeffrey tidak percaya. Heran dengan spektrum otaknya yang cukup dangkal.

Memang Joanna menyukai Jeffrey. Karena selain tampan, dia juga cukup baik dan tidak pernah menyakiti Jani dengan dekat dengan wanita lain. Namun itu hanya sebatas suka sebagai teman, tidak lebih.

Joanna masih memiliki hati nurani, dia mana tega merebut laki-laki yang Jani cintai. Terlebih, Jani adalah anak tunggal dari keluarga yang saat ini tengah dia tumpangi. Tidak tahu diri namanya jika Joanna berani menyukai Jeffrey sebagai laki-laki, apalagi sampai merebutnya dari Jani.

"GILA KAMU!"

Joanna bergegas keluar dari kamar, bertepatan dengan Jani yang baru saja selesai membuat teh hangat.

"Jeffrey ada di dalam. Dia bertanya tentang apa barang yang paling kamu inginkan sekarang. Mau memberimu kejutan mungkin saja."

Jani yang awalnya ingin marah, kini mulai mengurungkan niat dan bergegas memasuki kamar Joanna. Memeluk Jeffrey dari belakang dan mengucapkan kata cinta.

6. 40 AM

Sarapan pagi ini terasa begitu mencekam. Apalagi ketika Ariana dengan gamblang mengatakan bahwa Jani akan dijodohkan dengan salah satu anak teman bisnisnya. Romi yang memang sudah tahu siapa orangnya, tentu saja mengangguk setuju saja. Karena Jani memang butuh laki-laki dewasa yang bisa membimbingnya agar menjadi lebih baik, tidak seperti Jeffrey yang hanya membawanya bermain dan berkencan hampir setiap hari.

"Ma, aku sudah punya pacar dan Mama tahu itu. Kita pacaran bukan satu dua tahun. Tapi enam tahun! Aku tidak mau! Aku tidak mau dijodohkan dengan orang itu! Kenapa tidak Joanna saja? Dia lajang dan---"

"JANI!!!"

Pekik Ariana cukup kencang, membuat Joanna yang ingin membuka suara guna melayangkan protesan kembali bungkam.

"Mama tidak mau tahu, temui calon suamimu nanti malam atau Mama sita semua aset yang telah Mama berikan!? Uang bulanan, mobil, laptop, ponsel dan semuanya! Terserah kamu mau lanjut kuliah atau tidak, Mama tidak ada urusan dengan anak pembangkang!"

Jani langsung meninggalkan meja makan, lalu menangis sesenggukan di dalam mobil guna mengadu pada pacarnya sembari menunggu Joanna datang.

"Aku tidak mau, Jeff. Aku tidak mau mau menikah dengan laki-laki lain selain kamu."

Temui saja dulu, siapa tahu dia sendiri yang menolak perjodohan kalian nanti.

Tidak lama kemudian Joanna datang, dia tampak khawatir dengan Jani yang sudah beruarai air mata.

Setelah sekitar sepuluh menit kemudian, sambungan telepon Jeffrey dimatikan. Membuat Joanna menoleh pada Jani yang mulai menyentuh pundaknya.

"Kamu butuh uang berapa? Kemarin aku dengar waktu kamu bicara dengan Mama. Uangmu dipinjam berapa? Akan kuganti asal kamu mau menggantikanku nanti malam. Toh, Mama hanya memintaku datang saja. Akan kujamin tidak akan ketahuan. Tugasmu hanya cukup datang, cari-cari kesalahannya, dan buat dia tidak tertarik padamu agar mau membatalkan perjodohan. "

Joanna diam sejenak, menimbang-nimbang akan setuju atau tidak. Mengingat Ariana sangat menyeramkan dan sudah pasti dia yang akan terkena amukan jika ketahuan.

"10 juta. Kamu ada? Aku butuh sekarang."

Menurut kalian, apa yang bakalan Jeffrey lakuin pas tau Joanna yang gantiin Jani nanti malam?

Komentarnya turun, cerita ini gak menarik lagi, ya?

Tbc...

JEALOUSLY INSIDE [ END ] Where stories live. Discover now