LIMA

55 4 0
                                    

Halooo~ Aku datang~~

Tiba-tiba aku jadi kepikiran nih, apa aku harus pasang target vote sama komen kayak beberapa penulis lain ya, supaya bisa kenal sama pembaca cerita ini?

Gimana?

Nanti aku pikirkan lagi deh...

Sementara ini, happy reading yah~ ^^

------- -------

Elysia sengaja menunggu Adrian keluar dari dalam kantor di tempat mereka pertama kali berbincang. Entah sebuah kebetulan atau tidak, sore itu lagi-lagi langit tengah menumpahkan cairannya yang biasa kita sebut dengan hujan.

Elysia mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai, sedikit bosan karena sudah menunggu selama lima belas menit tapi sosok yang ditunggunya belum juga muncul.

“Loh, Lys? Kamu belum pulang?”

Elysia tertawa mendengar pertanyaan Adrian yang akhirnya muncul juga dari balik pintu tersebut.

Sedikit geli saat menyadari ternyata dirinya masih mengingat detail pembicaraan pertama mereka. Elysia ingat kata-kata itulah yang diucapkan Adrian padanya hari itu.

Adrian yang tidak mengerti apa yang sedang Elysia pikirkan hanya bisa mengangkat alisnya, bertanya melalui tatapan tidak mengertinya. Elysia hanya bisa mengibaskan tangannya, masih belum bisa menghentikan tawanya.

“Kamu pasti lupa ya, itu kata-kata pertama kamu buat aku hari itu.”

“Oh ya?” tanya Adrian antusias. Dia hendak berjalan mendekat pada Elysia tapi menemukan langkahnya yang sedikit sempoyongan, entah karena efek gugup atau mungkin yang lainnya. Adrian berdiri tepat di hadapan gadis itu membuat gadis itu langsung memundurkan tubuhnya. Elysia sudah menjalani empat kali pertemuan dalam terapinya terhitung sejak pertengahan bulan Maret hingga saat ini, tapi ia masih belum berhasil meyakinkan dirinya sendiri, itulah sebabnya dia juga belum bisa merasa nyaman sepenuhnya untuk sedekat itu dengan Adrian.

“Jadi, ada apa kok sampe nungguin aku? Aku kira kamu udah pulang duluan tadi pas kamu langsung keluar gitu aja,” tanya Adrian akhirnya karena Elysia langsung diam dan mengalihkan pandangannya begitu ia mendekatinya tadi.

Menyadari bahwa ia belum mengutarakan maksudnya membuat Elysia kembali memberanikan diri menatap Adrian. “Aku pengen ngomong sesuatu sama kamu.”

Adrian menunggu ucapan Elysia selanjutnya tapi gadis itu tak kunjung melanjutkan ucapannya membuat Adrian penasaran. Tapi sayang sekali sepertinya kondisi perutnya tidak bisa diajak kerja sama, perutnya tiba-tiba saja berseru, memberi pertanda untuk segera diisi.

Elysia tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. “Kamu laper. Ya udah, aku ngomongnya besok aja ya?”

Adrian menggeleng tidak setuju, tidak mungkin dia mampu menahan rasa penasarannya sampai besok. Ia kembali mendekati Elysia lalu menarik lembut pergelangan tangan gadis itu, mengajaknya berjalan ke mobilnya lalu menyuruh gadis itu masuk ke dalam.

“Temenin aku makan di luar sekalian aja,” ucap Adrian begitu mereka berdua sudah duduk di dalam.

Selama di dalam mobil Elysia tidak berani menatap ke arah lain selain jendela yang ada di sisinya, melihat jalanan kota Probolinggo yang sebenarnya entah sudah berapa kali ia lewati.

“Mau makan di mana, Lys?”

“Terserah kamu aja.”

Okay, makan di Mbok Te aja ya? Lesehan nggak apa-apa kan? Seragam kamu kebetulan pas celana panjang juga.”

LOVE, Cinta Takkan Pernah SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang