EMPAT

78 2 0
                                    

Hi hi hi! Kok masih sepi aja sih? Jadi sedih nih, semua demen jadi silent readers mah...

Ya udah deh nggak bisa maksa juga sih sebenernya...

Anyway happy reading ya~ ^^

------- -------

“Ya, tentu saja saya akan membantu Anda, nona Elysia.”

Sabtu ketiga di bulan Maret ini akan menjadi titik balik bagi Elysia terkait dengan kehidupan percintaannya. Elysia tersenyum, lebih pada dirinya sendiri. Sekalipun ini akan menjadi sesuatu yang membutuhkan usaha ekstra, ia tidak peduli. Ia ingin sembuh. Ia perlu sembuh. Ia harus sembuh. Ia geli sendiri jika harus mengingat apa alasan dibalik usahanya ini. Menemui seorang psikolog demi mengobati fobianya bukanlah hal yang menyenangkan bukan? Tapi demi Adrian dan dirinya sendiri, dia akan mengusahakannya.

Ruangan tempat praktek itu tidak terlalu besar, sekitar lima kali empat meter. Terdapat sebuah tempat tidur yang bisa dinaik-turunkan yang terletak di sudut ruangan, sebuah meja yang cukup besar di sebelahnya yang menjadi tempat terapisnya ini berkonsultasi dengan pasien-pasiennya. Seperangkat sofa diatur di dekat pintu masuk, bersebelahan dengan lemari kaca yang berisi berkas-berkas dan peralatan untuk terapi berjajar rapi di dalamnnya.

“Jadi, Anda mengidap philophobia? Bisakah Anda menjelaskan, alasan yang membuat Anda yakin bahwa Anda mengidap fobia ini?”

“Saya rasa saya takut untuk jatuh cinta, ada sesuatu di masa lalu yang membuat saya merasa seperti itu. Saat saya bersama dengan seorang pria, meski sebenarnya saya merasa senang dan nyaman tapi seolah ada bagian di dalam diri saya yang memberontak. Ada sebuah perasaan takut dan tidak nyaman. Tubuh saya perlahan mulai berkeringat. Jantung berdebar sangat kencang, saya merasa kesulitan bernafas bahkan terkadang dada ini terasa sakit.”

“Menurut Anda, apa yang harus Anda lakukan untuk menyembuhkan fobia Anda ini?”

“Entahlah, bukankah seharusnya Anda yang lebih tahu?”

“Ya, tapi saya tidak bisa melakukan terapi berdasarkan kehendak saya saja. Semua proses terapi harus dijalani dengan kerelaan dan kesadaran dari pihak yang terkait.”

“Saya ingin mengubah persepsi saya mengenai laki-laki.”

“Jadi, bagaimana laki-laki itu di mata Anda?” ucap Nathan sambil menumpukan kedua siku di atas meja sementara jari-jarinya bertaut untuk menyangga dagu.

Elysia nampak berpikir sejenak, ia menunjukkan ekspresi berpikir sangat serius. Dengan posisi kepala yang miring, mata memicing dan sebuah gigitan kecil di bibirnya. Ekspresi yang membuat Nathan tersenyum kecil.

“Laki-laki itu sosok tangguh tapi juga berbahaya untuk wanita, karena mereka bisa saja menyakiti wanita kapanpun mereka mau dengan kekuatan fisik yang mereka miliki itu.”

“Laki-laki itu juga bisa seenaknya saja mempermainkan perasaan wanita yang mencintainya setulus hati. Setelah dia mendapatkan wanita yang diinginkan, ia akan mencari wanita yang lain untuk dimilikinya juga. Ah, apakah semua laki-laki seperti itu?”

Nathan tersenyum. “Pada dasarnya, saya tidak bisa memberikan pembelaan atas nama laki-laki pada Anda karena tentu saja Anda tidak akan percaya begitu saja. Anda butuh bukti nyata bahwa tidak semua laki-laki seperti itu. Apakah saya benar?”

“Tentu saja, saya butuh bukti. Sebenarnya saya tahu bahwa tidak laki-laki seperti itu, hanya saja seolah ada yang terus menerus mengingatkanku bahwa kemungkinan itu sangat mungkin terjadi di kemudian hari.”

“Sebelumnya saya ingin bertanya, apakah Anda tahu penyebab awal fobia Anda ini?”

Elysia mengangguk.

LOVE, Cinta Takkan Pernah SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang