O1 | Still locked.

2.2K 220 46
                                    

[ Chapter 1 : Still Locked ]


"Gwen, bagaimana keadaan Kakek Jo?"

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

"Gwen, bagaimana keadaan Kakek Jo?"

Aku menghela nafas saat tubuhku jatuh tepat ke atas sofa. Pikiranku sangat kacau karena sebuah kejadian yang terjadi beberap saat lalu. Ditambah lagi sebuah fakta yang aku ketahui tentang masa lalu salah seorang pasien panti jompo kami. Dia bahkan sudah kuanggap sebagai keluarga sendiri, tetapi aku benar-benar tak menyangka bahwa dia bisa berlaku sekeji itu. "Sudah lebih tenang berkat Dokter Mattheo," ucapku, menjawab pertanyaan yang Javis ajukan.

"Syukurlah." Aku bisa melihat wajah lega Javis setelah mendengar jawabanku. Pria itu lantas menepuk pundakku beberapa kali, salah satu cara yang selalu dia lakukan untuk memberi semangat. "Untung kau cepat datang tadi, Gwen. Tidak ada yang terluka, 'kan?"

Aku menggelengkan kepalaku. "Javis." Pria itu menoleh saat aku memanggil namanya. Entahlah, sebenarnya aku masih ragu untuk menceritakan apa yang aku dengar pada Javis. Namun jika memendam sendiri seperti ini, aku pasti akan terus merasa gelisah. "Tadi aku tak sengaja dengar pembicaraan Bibi Ellie dan Dokter Mattheo." Aku meyakinkan diri untuk terus melanjutkan ucapanku.

"Tentang apa?"

"Tentang masa lalu Kakek Jo," ucapku pelan, nyaris berbisik. Aku takut ada seseorang masuk ke dalam ruangan ini dan turut mendengar pembicaraanku dengan Javis. "Kakek Jo yang membunuh Maggie."

Sontak, ruangan yang lengang dipenuhi oleh suara tawa Javis yang menggema. Lihat, si bodoh itu malah tertawa saat aku sedang bicara serius. Buru-buru aku menyikut pinggangnya, lalu menatapnya dengan kesal. "Aku serius, Javis! Bibi Ellie yang bercerita langsung pada Dokter Mattheo di ruangannya dan aku tak sengaja mendengar percakapan mereka."

Netra kelabu Javis mulai membulat sempurna. Sepenuhnya dia menaruh atensi padaku saat kutegaskan lagi sumber dari pernyataan tak masuk akal yang aku ucapkan beberapa detik lalu. "Tapi kenapa?" tanya pria itu, terlihat sama tak percayanya denganku.

Aku menggeleng pelan. "Aku juga tidak mengerti."

"Ceritakan lagi. Apa saja yang kau dengar tadi?"

Sesaat sebelum aku hendak mengeluarkan suaraku, bunyi decitan pintu menginterupsi semuanya. Sesosok gadis muda dengan rambut sebahu itu berdiri di ambang pintu, menatap kami berdua dengan mata bulatnya. "Belum pulang?" tanya gadis itu, Abigail namanya.

"Sudah pergantian shift ya?" Aku lalu menoleh pada Javis, berbisik dengan cepat. "Nanti kuceritakan di jalan pulang."

Abigail menghampiri kami, menyimpan tas bahunya tepat di sebelahku. "Tadi aku dengar ribut-ribut di ruang informasi. Ada apa?"

"Kakek Jo hilang kendali lagi," jawabku. "Kali ini bahkan dia membawa pisau buah, entah dapat dari mana. Sepertinya besok akan ada evaluasi para perawat untuk mengantisipasi terulangnya kejadian serupa."

HALLAOnde as histórias ganham vida. Descobre agora