I Feel Bad But... Complete

326 11 3
                                    

Bulan madu kami harus ditunda karena penyelidikan CIA yang tak ada habisnya itu. Sebenarnya aku tak masalah kok. Mungkin CIA harus lebih santai melakukan tugasnya agar memakan waktu yang lebih lama sehingga bulan madu kami pun juga harus ditunda lebih lama lagi. Kalau perlu, batalkan saja bulan madunya. Sayangnya itu tidak akan terjadi. Mom akan memaksaku sampai akhir. Ia akan mengatakan bahwa tiket telah dipesan dan tempat juga telah disediakan.

Huh! Tiket apa? Kami tidak perlu tiket kalau kami menaiki pesawat pribadi kan?

Dan lagi-lagi Joe bertindak. Tapi kali ini ia tidak berada di pihakku. Aku benar-benar ingin memukul wajahnya yang maskulin itu saat ia membantu kedua orang tuaku dan David untuk mengatakan pada pihak CIA, bahwa sebaiknya pengantin diberi kelonggaran penyelidikan. Maksudnya agar kami bisa berangkat bulan madu secepatnya.

WHAT THE HELL??

Dia tahu aku dan David punya perjanjian. Dia sendiri yang mengaturnya untuk tersahkan secara hukum. Dia seperti menjebloskanku ke penjara saja.

YOURE SO DEAD, JOE!!” Kataku saat kami tinggal berdua di ruang keluarga.

Saat ini aku sedang mengunjungi rumah kedua orang tuaku. Dengan David tentu saja. Entah di mana dia sekarang. Mungkin sedang melihat-lihat sekeliling rumah ini. Mengingat ini kali pertama dia kemari. Kuharap ia tak tersesat. Mom sedang menyiapkan makan malam di dapur, dan Dad belum pulang. Dan si brengsek Joe juga terdampar di sini karena kekasihnya, Alexa mengundangnya makan malam.

Awalnya tadi Alexa bersama kami menonton TV di ruang keluarga. Tapi kemudian ia pergi ke dapur untuk membantu Mom. Bukannya aku tak ingin membantu. Tapi Mom melarangku keras menyentuh alat-alat masak kesayangannya agar tidak rusak karenaku. Huh! Mereka tak pernah percaya kalau aku sebenarnya jago memasak.

Well, bukan kemauanku sebenarnya. Tapi Anubis memaksaku mengikuti kursus memasak agar aku bisa menyamar menjadi koki dan membunuh targetku. Tentu saja! Aku Cleopatra! Aku sang ratu yang dicari-cari di seluruh dunia itu. Pembunuh dengan darah paling dingin. Top kriminal nomor satu di Amerika dan Eropa. Ini karena aku jarang mendapatkan tugas ke Asia atau benua-benua lainnya.

“Kau berniat menjebakku ya?” Kataku lagi.

Joe menyeringai. Tangannya masih sibuk menggonta-ganti saluran tv di depan kami. “Well, sepertinya Mom sudah ingin sekali menggendong cucu.” Katanya santai. Meskipun belum menjadi bagian dari keluarga kami secara resmi, Mom telah meminta Joe untuk tidak lagi memanggilnya ‘Auntie’ atau ‘Maam’.

“Ya! Dan kau akan senang sekali saat aku harus memindah tangankan rumahku atas nama David saat aku mulai mencintai rumahku. Kau akan senang saat melihatku miskin dan tak punya apa-apa. Iya kan?”

Kali ini Joe tertawa. “Rumah itu atas nama kalian. Sebenarnya nama David juga tercantum sebagai pemilik dalam akte-akte rumah kalian. Dan ayolah! Kau tidak akan jatuh miskin hanya gara-gara kehilangan satu rumah.”

Aku mendelik, tapi tidak bermaksud mengatakan apa-apa sampai Joe akhirnya berkata, “Lagipula siapa tahu nanti kalian akan saling jatuh cinta. Kau harus ingat bahwa ada kemungkinan besar suatu saat kalian akan memanggilku lagi untuk mengatur ulang perjanjian kalian atau bahkan membatalkannya.”

“Itu tidak membuatku berhenti kesal padamu. Selain itu, kalau Mom benar-benar menginginkan seorang cucu, kenapa tidak Alexa saja yang memberikannya terlebih dahulu. Cepat sana kau lamar dia!”

Well, soal itu sebenarnya… Alexa memang sedang mengandung anakku.” Kata Joe pelan.

Mataku melebar dua kali lipat dari sebelumnya. Ini berita bagus! Aku akan punya keponakan. Menjadi pembunuh berdarah dingin tidak akan menghalangiku untuk menyukai anak kecil. Aku sangat menyukai mereka. Mungkin sedikit terlalu terobsesi dengan mereka. Hanya saja untuk memilikinya dari rahimku sendiri, kurasa aku belum siap.

“Usianya baru empat minggu. Jadi belum begitu terlihat perubahannya. Tapi kau pasti merasakan sikap Alexa yang berubah belakangan ini kan? Yeah, dia sedikit sensitif.” Lanjutnya.

“Itu berita bagus kan?” Seruku seraya tersenyum. ”Aku akan punya keponakan dan Mom akan punya cucu. Mom pasti akan senang sekali.”

“Yeah, Mom akan senang sekali. Tapi ia juga akan langsung mengusirku dari sini begitu tahu Alexa sedang hamil. Kau tahu kan Mom seperti apa? Dia bersikeras melarang sex sebelum nikah. Dan aku tidak ingin membuatnya kecewa karena telah melanggar peraturannya.”

Fiuhh! Aku menghela napas. Benar juga.

Baru saja aku membuka mulut untuk menanggapi perkataan Joe barusan, ponselku berbunyi. David.

“Ziana? Hey. Kau tahu aku harus belok ke mana saat berada di persimpangan? Ada lukisan pantai di sini. Aku sudah berjalan lama dan kurasa aku hanya putar-putar di sekitar sini.”

Aku menutup mulutku untuk menahan tawa agar tak keluar. Susah sekali. Benar kan dugaanku? Rumah sebesar ini akan membuatnya tersesat. Ekspresi aneh yang tampak di wajah Joe saat melihatku menahan tawa membuatku melepasnya. Aku tertawa terbahak-bahak sampai mataku berair.

**

Begitu selesai makan malam, aku beranjak menaiki tangga menuju kamar lamaku. Awalnya kami berniat untuk pulang saja. Tapi dengan cuaca buruk dan badai malam ini, Mom memaksa kami menginap sementara dan pulang keesokan harinya.

David mengikutiku dari belakang dalam diam. Aku tertawa lagi dalam hati. Terlihat sekali ia kalau ia tak ingin tersesat lagi.

“Ini kamar siapa? Warnanya norak sekali.” Ujar David saat memasuki kamarku.

Aku mengangkat sebelah alisku dengan sikap sinis. Sejak kapan biru pastel dianggap norak? David ini lahir di jaman apa sih?

“Kamarku. Kau jangan seenaknya mengejek warna favoritku.” Kataku sambil mencibir. “Untuk mengecat kamar ini saja membutuhkan ribuan dolar.” Aku menyombongkan diri.

David tak menggubrisku. Malah dia menatap seisi kamarku dengan pandangan aneh. “Kenapa kau membawaku ke kamar ini?”

Bodoh. “Karena aku mengantuk dan ingin tidur, David. Kalau aku terlambat tidur, aku akan punya kantung mata besok!”

“Aku tidak mau sekamar denganmu. Antarkan aku ke kamar lain! Rumah sebesar ini pasti punya banyak kamar kan?”

Aku menggeram kesal. “Kau cari saja kamar lain sendiri. Aku ngantuk!”

David terlihat berpikir sejenak. Alisnya berkerut dan membuatnya terlihat sedikit lebih dewasa dari umurnya. Tapi juga terlihat lebih bijaksana dan… tampan. Shit! Apa yang kupikirkan??

Beberapa menit berlalu dan aku tak sabar lagi. Kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi untuk menggosok gigi sekaligus berganti pakaian. Saat aku keluar, aku melihat David menata bantal dan guling sedemikian rupa di atas ranjang. Ia meletakkan guling di tengah-tengah ranjang dan membuatnya menjadi seperti pembatas. Aku tahu maksudnya.

“Kenapa kau tak tidur di sofa saja? Sofa it…”

David memotong perkataanku sebelum aku sempat menyelesaikannya. “Sofa itu sangat empuk karena harganya juga sangat mahal. Kau akan mengatakan itu bukan?”

Aku menyeringai. He knows me so well.

“Ya sudah. Terserah kau saja. Jangan coba-coba menyentuhku!” Seruku memberi ultimatum.

Sayangnya, ultimatumku tidak berjalan sebagaimana mestinya. Saat aku terbangun di pagi hari, aku merasakan tangan David melingkari pinggangku dan dadanya menekan punggungku. Damn, it feels good! I feel… complete. Rasanya seperti aku telah menemukan bagian diriku yang lain yang hilang selama ini. Bersamanya aku merasa sempurna.

Dan saat itulah aku menyadari bahwa aku melangkah terlalu jauh. Aku jatuh cinta.

entièrement contrôléTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang