I SHALL EMBRACE YOU

By Toelisan

28.4K 1.9K 99

[FOLLOW SEBELUM BACA] "Kita itu cuma dua orang yang saling kenal terus tinggal satu atap." ucap gadis itu. ... More

ISEY || CHAPTER SATU
ISEY || CHAPTER DUA
ISEY || CHAPTER TIGA
ISEY || CHAPTER EMPAT
ISEY || CHAPTER LIMA
ISEY || CHAPTER ENAM
ISEY || CHAPTER TUJUH
ISEY || CHAPTER DELAPAN
ISEY || CHAPTER SEMBILAN
ISEY || CHAPTER SEPULUH
ISEY || CHAPTER SEBELAS
ISEY || CHAPTER DUA BELAS
ISEY || CHAPTER TIGA BELAS
ISEY || CHAPTER EMPAT BELAS
ISEY || CHAPTER LIMA BELAS
ISEY || CHAPTER ENAM BELAS
ISEY || CHAPTER TUJUH BELAS
ISEY || CHAPTER DELAPAN BELAS
ISEY || CHAPTER SEMBILAN BELAS
ISEY || CHAPTER DUA PULUH
ISEY || CHAPTER DUA PULUH SATU
ISEY || CHAPTER DUA PULUH DUA
ISEY || CHAPTER DUA PULUH TIGA
ISEY || CHAPTER DUA PULUH EMPAT
ISEY || CHAPTER DUA PULUH LIMA
ISEY || CHAPTER DUA PULUH TUJUH
ISEY || CHAPTER DUA PULUH DELAPAN
ISEY || CHAPTER DUA PULUH SEMBILAN
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH SATU
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH DUA
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH TIGA
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH EMPAT
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH LIMA
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH ENAM
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH TUJUH
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH DELAPAN

ISEY || CHAPTER DUA PULUH ENAM

585 50 3
By Toelisan

[I Shall Embrace You]

-

-

Hai balik lagi

masih nungguin nggak nih?

-

-

-

Cia diam saja di dalam mobil meski Vian beberapa kali mengajaknya berbicara. Begitu banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya. Tentang hubungan Ghea dan Vian, hubungan antara Ghea dan Alvin, dan kaitan antara Vian dan Alvin.

Cia menghela nafas berat. Sontak itu membuat Vian menoleh menatapnya.

"Kamu mikirin apa?" tanya Vian.

"Hah?" jawab Cia. Ia menatap Vian yang sudah kembali menatap jalanan.

"Vian," ucap Cia ragu-ragu.

"Mau tanya apa?" Vian seolah tahu apa yang ingin Cia katakan.

"Ghea sepupu kamu?" tanya Cia. Vian mengerutkan dahinya heran dengan pertanyaan Cia.

"Kenapa nanya gitu? Bukannya udah jelas?" Vian balik bertanya.

Cia mengangguk lemah. "Jadi kamu juga sepupuan sama Alvin?" tanya Cia ingin memastikan sesuatu.

Dahi Vian kembali berkerut. Ia menatap Cia yang seolah menanti jawaban 'ya' dari mulutnya.

"Enggak." Vian tidak menatap ke arah Cia. Wajah Cia mendadak kaku.

"Jawabnya serius, Vian," ujar Cia. Ia merasa Vian tidak sungguh-sugguh menjawab pertanyaannya.

Vian menghela nafas kemudian menatap gadis yang duduk di jok sebelahnya. "Enggak, Cia." laki-laki itu menatap Cia tepat di bola matanya.

Cia menelan ludah samar. Hatinya mulai bergetar. "Alvin bilang, dia sepupu Ghea. Kalau gitu, dia juga sepupu kamu dong," ujar Cia menjelaskan apa yang ada di kepalanya.

"Aku bilang enggak. Alvin bukan sepupu aku." Vian menggantung ucapannya.

"Dan satu hal lagi, Alvin juga bukan sepupu Ghea." tegas laki-laki itu.

"Kamu bohongin aku, ya?" tanya Cia mencoba menutupi hatinya yang mulai bergetar kecewa.

"Siapa yang bohongin kamu? Pacar kamu kali yang bohong." Vian tidak terima dituduh seperti itu.

"Alvin nggak mungkin bohong!" tegas Cia mempertahankan pendiriannya.

Vian menepikan mobilnya. Ia menatap Cia dengan raut kesal. Ah, dia benci sekali mendengar Cia membentaknya seperti itu.

"Yaudah. Kalau nggak percaya, kita balik lagi aja ke rumah Tante Sri, tanya apa hubungan Alvin sama Ghea." Vian berusaha mengontrol diri.

Dahi Cia berkerut mendengar ucapan Vian. Seolah laki-laki itu mengetahui sesuatu yang ia sendiri tidak tahu.

"Nggak mau," cicit Cia yang mulai meneteskan air matanya.

Ia takut jika ternyata nanti ia menerima fakta yang menyakitkan. Ia takut jika ternyata Alvin mengecewakannya. Ia takut semua hal itu terjadi.

Vian menghela nafas. "Jangan nangis, nanti aku beliin es krim," ujar Vian berusaha membujuk.

Cia melayangkan tatapan tajam ke arah Vian. "Kamu pikir aku anak kecil." ia memukul lengan Vian kesal.

Vian tersenyum tipis lalu kembali melajukan mobilnya. Tidak lama mereka berhenti di sebuah kafe.

"Ngapain ke sini?" tanya Cia bingung.

"Makan," ujar Vian tanpa beban.

"Kamu pikir aku lagi selera buat makan?" tanya Cia menatap tidak suka pada laki-laki yang sedang membuka jaket denim yang ia kenakan.

"Dan kamu pikir aku kesini buat ngajak kamu makan?" Vian balik bertanya. Ia menatap Cia yang semakin cemberut.

"Trus ngapain kesini kalau bukan karna ngajak aku makan?" tanya Cia.

"Karna aku lapar makanya aku kesini," jawab Vian yang mulai membuka pintu mobil.

"Trus aku?"

"Terserah mau makan atau enggak," jawab Vian menyembunyikan senyumnya.

"Viannnn ...." rengek Cia saat melihat Vian yang sudah turun.

"Makanya turun." tegas Vian sembari membungkuk menatap Cia yang masih duduk di jok penumpang.

Cia mendecak sebal. Tidak ada pilihan lain selain mengikuti Vian ke dalam kafe. Jujur saja ia juga lapar, tapi memikirkan tentang Alvin dan Ghea, ia menjadi tidak selera.

"Kamu tunggu aku di sana, aku ke toilet bentar," ujar Vian sembari menunjuk sebuah meja di samping jendela kaca. Cia mengangguk lantas membawa langkahnya mendekat ke meja itu.

Ia mendudukkan bokongnya. Tidak lama seorang pramusaji datang ke mejanya membawa buku menu.

"Aku pesan nanti aja," ucap Cia sembari menerima buku menu itu. Pramusaji itu mengangguk lalu pergi dari meja Cia.

Sembari membolak-balikkan buku menu, Cia teringat dengan Alvin. Ia penasaran apa yang dilakukan oleh laki-laki itu saat ini. Hatinya panas jika memikirkan sesuatu yang masih belum juga menemukan titik terang.

Ia mengambil ponselnya lantas mendial kontak seseorang. Panggilan itu tersambung. Namun anehnya, sebuah ponsel yang tidak jauh dari Cia ikut berbunyi.

Cia mematikan sambungan teleponnya lantas mengerutkan dahinya. Apakah itu hanya kebetulan?

Lelah menerka, Cia kembali mendial nomor yang sama. Dan lagi, sebuah ponsel yang tidak jauh darinya kembali berdering. Buru-buru Cia bangkit dari duduknya. Ia menoleh ke belakang, dan didapatinya Alvin yang tengah duduk di sudut kafe itu.

Cia mengamati gerak-gerik Alvin yang masih belum menyadari keberadaannya disana. Ia melihat tangan Alvin meraih ponsel itu lalu...

Panggilannya di tolak.

Cia membulatkan matanya. Ia tidak percaya melihat Alvin yang secara langsung menolak panggilan darinya.

Lagi, ia kembali mendial nomor itu. Ponsel Alvin kembali berdering. Kali ini panggilannya tidak ditolak.

"Kamu lagi di--"

"Aku lagi ada urusan, nanti aku telpon balik." potong Alvin saat panggilan itu tersambung.

Hati Cia bergetar kecewa. Ia tidak percaya Alvin berbohong padahal dengan sangat pasti laki-laki itu ada di depan matanya. Urusan apa yang begitu penting hingga ia harus menolak panggilan dari Cia?

"Sepenting apa urusan kamu itu?!" bentak Cia berjalan ke arah Alvin.

Laki-laki itu terkejut bukan main melihat keberadaan Cia di sana. Wajahnya pias ketakutan.

"Cia, kenapa bisa ada disini?" tanyanya mencoba menenangkan diri.

Sorot mata Cia menajam ketika melihat keberadaan Ghea disana. Ia tersenyum getir lalu menoleh kembali menatap Alvin yang nampak gugup menyembunyikan sesuatu.

"Kamu ngapain sama Ghea disini?" tanya Cia to the point.

"Lagi makan, kebetulan kamu disini, kita makan bareng-bareng," ajak Alvin lantas menggenggam jemari Cia namun segera di tepis oleh gadis itu.

"Ada hubungan apa kamu sama Ghea?" tanya Cia lantas menatap tajam ke arah Ghea. Ghea yang ditatap seperti itu lantas menunduk takut. Ia meremas jari-jemarinya sendiri.

Dahi Alvin seketika berkerut mendengar pertanyaan dari Cia. Ia tersenyum lantas menjawab, "Aku kan udah pernah bilang, kami sepupuan."

Cia tersenyum meremehkan. "Sepupu tapi pacaran?" ujar Cia. Sebenarnya ia tidak yakin dengan apa yang ia ucapkan. Tapi ia ingin tahu kebenarannya.

"Cia aku--"

"Lebih baik kamu jujur, Al. Aku udah tahu semuanya." bohong Cia mendesak meminta kejelasan.

Alvin menghela nafas pasrah. Ia menatap wajah Cia yang terlihat sendu namun ada kilatan amarah disana.

"Aku minta maaf," ucap Alvin akhirnya.

Cia tersentak. Kata maaf yang diucapkan Alvin membuat semuanya menjadi jelas.

Cia kembali tersenyum menatap Alvin lantang. "Jadi gini cara kamu ngebales perasaan aku, Al?" tanya Cia dengan mata berkabut menahan tangis.

Hatinya seperti dihujam ratusan anak panah. Sakit dan ngilu di hulu hatinya.

"Cia, aku bisa jelasin." Alvin berusaha menenangkan Cia.

"Aku nggak mau dengar apapun dari kamu, Al. Aku kecewa sama kamu." Cia menghapus air mata yang mengalir tanpa diminta.

"Hubungan kita berakhir." Cia memantapkan hatinya. Ia berbalik lalu pergi dari hadapan Avin. Ia sudah tidak berselera untuk makan.

Vian yang baru saja keluar dari toilet menatap Cia yang berjalan ke arahnya. "Kamu udah pesan ma--" ucapan Vian terhenti ketika menyadari Cia menangis. Gadis itu memilih pergi dari kafe itu.

Vian mengerinyit bingung. Ia menoleh ke arah sudut ruangan. Disana ia melihat Alvin yang menatapnya penuh arti serta Ghea yang menundukkan kepalanya. Rahang Vian mengeras. Kali ini ia tahu penyebab Cia menangis.

-

-

jangan bosan yaa~


Vv, Dec 2020

Toelisan,-

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 235K 63
⚠️ Ini cerita BL Askar Riendra. Seorang pemuda workaholic, yang mati karena terlalu lelah bekerja. Bukannya ke alam baka, dia malah terbangun ditubuh...
2.4M 132K 29
Madava Fanegar itu pria sakit jiwa. Hidupnya berjalan tanpa akal sehat dan perasaan manusiawi. Madava Fanegar itu seorang psikopat keji. Namanya dike...
1M 19.6K 46
Gadis cantik yang masih duduk di bangku SMA terpaksa menjalankan misi misi aneh dari layar transparan di hadapannya, karena kalau tak di jalankan, ma...
927K 64.2K 63
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...