ANDROMEDA

Od ssebeuntinn

223K 36.9K 15.7K

• T E L A H T E R B I T • Andromeda? Andromeda... nama galaksi? Atau nama seorang putri dalam mitologi... Více

Intro
[Jovi] Antara Singgah atau Pergi - 01
[Jovi] Antara Singgah atau Pergi - 02
[Jovi] Antara Singgah atau Pergi - 03
[Aksa] Pameran Motor - 01
[Aksa] Pameran Motor - 02
[Aksa] Pameran Motor - 03
[Mario] Polaroid - 01
[Mario] Polaroid - 02
[Mario] Polaroid - 03
[Ardika] Seirios - 01
[Ardika] Seirios - 02
[Ardika] Seirios - 03
[Zidan] Dua Puluh November - 01
[Zidan] Dua Puluh November - 02
[Zidan] Dua Puluh November - 03
[Juna] Kaca Potret - 01
[Juna] Kaca Potret - 02
[Juna] Kaca Potret - 03
[Chandra] Rumah Tanpa Tuan - 01
[Chandra] Rumah Tanpa Tuan - 02
[Chandra] Rumah Tanpa Tuan - 03
[Bastian] Sebuah Batas - 01
[Bastian] Sebuah Batas - 02
[Bastian] Sebuah Batas - 03
EDISI ROOM TOUR
[Bayu] Distraksi - 01
[Bayu] Distraksi - 02
[Bayu] Distraksi - 03
[Delvin] Garis Akhir - 01
[Delvin] Garis Akhir - 02
[Delvin] Garis Akhir - 03
[Ardanu] Bait Aksara - 01
[Ardanu] Bait Aksara - 03
[Haikal] Satu Sisi - 01
[Haikal] Satu Sisi - 02
[Haikal] Satu Sisi - 03
[Joshua] Enigma - 01
[Joshua] Enigma - 02
[Joshua] Enigma - 03
[+] Lintas Jejak; Retak
[+] Lintas Jejak; Kontradiksi
[+] Lintas Jejak; Memori
Epilog; Jovi
Epilog; Aksa
Epilog; Mario
Epilog; Ardika
Epilog; Zidan
Epilog; Juna
Epilog; Chandra
Epilog; Bastian
PEMBERITAHUAN
VOTING COVER
PRA-PESAN NOVEL ANDROMEDA

[Ardanu] Bait Aksara - 02

2.6K 617 395
Od ssebeuntinn



Ruangan bazar buku menjadi saksi kala itu bahwasannya Danu telah kehilangan kata-kata untuk berbicara lebih banyak. Bisu dia ditelan pemikiran bulat-bulat oleh ungkapan Juna. Danu jadi termenung. Ingin dia berkaca barangkali Juna salah, tapi yang Danu temukan hanyalah cabang pertanyaan baru yang belum memiliki jawaban.

Danu hanya merasa selama ini dia baik-baik saja. Dengan menebar kebaikan kepada sekitar maka dia juga akan mendapat rasa puas yang hanya dia sendiri bisa rasakan. Ternyata bait-bait kumpulan aksara yang dia susun dalam bentuk karya tanpa nama lengkap, dapat membuat Juna berpikir bahwa dirinya juga gak ada bedanya dengan Dika.

Sosok yang kesepian, kosong dan bahkan mungkin lupa bagaimana cara membahagiakan diri sendiri.

"Dingin, Nu. Yuk cari soto aja di luar, angetin badan." Juna menginterupsi. Melihat Danu yang diam dan gak semangat seperti beberapa menit lalu membuatnya merasa sungkan sendiri. Seolah Juna sudah membuat kesalahan dengan ikut campur mengenai hal yang Danu sembunyikan. "Udah jangan dipikirin sekarang. Lo sama gue gak punya pacar, kan. Kagak bakal ada yang meluk pas ujan kayak gini."

Tapi Danu sudah telanjur terbawa suasana.

"Juna, kalau gue gak bisa bantu adek gue keluar dari masa-masa sulitnya, kasihan dia nantinya bakalan susah buat nerima dunia luar yang jauh berkali lipat lebih jahat dari dunianya sendiri."

Detik itu Juna tahu kalau Danu pasti pernah mengalami suatu kejadian yang memicu pemikirannya yang seperti ini. Sebab terlalu sempit jika Juna percaya pada pemahaman yang katanya anak kembar itu perasaannya saling terkoneksi satu sama lain. Pasti ada sesuatu yang menjadi faktor pendukung lainnya yang gak kalah penting.

Juna mendorong punggung Danu untuk keluar. Tampaknya angin segar akan membawa ketenangan lebih bagi Danu yang mulai panik dengan bayangan-bayangan masa depan yang belum tentu terjadi. "Lo pernah ada trauma, ya?" Juna bertanya, mengembuskan napas pelan lalu mencari tempat yang nyaman untuk duduk. "Gue bukan orang kolot yang semata-mata percaya kalau anak kembar tuh punya ikatan batin yang kuat. Kembar gak menjadikan lo selalu sama meskipun kalian juga serupa."

Ketika melangkahkan kaki keluar dari ruangan bazar, seketika Danu melupakan daftar buku yang dia incar. Danu mengabaikan eksistensi buku-buku yang dipajang memanjang dengan sampul klasik dan harga yang dapat diskon berkali-kali lipat dari hari biasa. Danu gak peduli lagi di mana tempat buku History of Java yang didamba sejak lama diletakkan. Yang Danu pikirkan hanyalah kilasan imajinasi yang masih tertampung di dalam kepala dan belum sempat dia tuangkan melalui bentuk bait baru yang akan dia posting nantinya.

Tiap manusia pasti pernah melewati masa sulit dalam hidup, entah karena masalah sepele yang dibesar-besarkan atau masalah besar yang disepelekan. Keduanya sama-sama membawa kegelisahan.

Danu menahan napas sesaat sebelum dia mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. Faktanya duduk dengan Juna di bangku besi yang mirip seperti bangku taman kota di dekat area parkir gak membuat Danu semakin rileks. Tatapan Juna terlalu mengintimidasi sekarang, seolah hendak mencengkeram segala rahasia yang Danu simpan dengan satu kali ucapan.

"Gue rasa gak ada manusia yang hidup tanpa trauma, Juna." Danu terkesiap dengan jawabannya sendiri. Dia bingung memilih kata yang pas. "Bahkan sumber trauma juga gak melulu dari hal yang bikin diri lo sakit aja. Bagi gue trauma yang paling berat itu berasal dari hal-hal yang menyenangkan."

Jatuh cinta misalnya.

"Hm..." Juna hanya berdeham, mencoba memahaminya.

"Gue..."

"Bilang aja, Nu. Jangan takut kalau gue bakalan ember."

Gue bisa jujur dalam segala hal, tapi untuk yang ini... rasanya sangat riskan.

"Jun, kalau gue bilang ini ke lo, rasanya salah banget. Kek... gue tuh ada di posisi terjepit. Gue berusaha melarikan diri, tapi lagi-lagi gue ketarik mundur lagi dan lagi."

Melihat raut wajah Danu yang berubah menjadi sangat sendu, Juna jadi gak tega untuk memaksa kawannya itu bercerita. "Jangan paksa untuk cerita kalau lo gak siap." Lagi-lagi Juna jadi terkaget-kaget sendiri melihat sosok Danu yang dianggap mendekati sempurna juga gak jauh beda dari anak-anak kontrakan. Dia menyunggingkan senyum. "Ribetnya pikiran orang tuh memang susah dipahamin, tapi gue seneng lo bisa mengekspresikan diri lo lewat hal-hal yang positif. Gue mau kasih tahu juga kalau gue udah baca beberapa karya yang lo unggah. Yang gue paling suka itu judulnya... apa, ya... pokoknya temaram temaram apa gitu."

Danu melotot tajam. Kepalanya merunduk, memerhatikan tautan jemari dan sepatunya sendiri kemudian.

Aram Temaram.

Karya yang gue dedikasikan untuk seseorang yang... bersinar di balik remang hujan malam.

"Seberapa banyak lo udah baca karya gue?"

"Hampir semua." Juna menjawab dengan enteng. "Lo pas masuk kamar tadi mau ngajak ke sini, inget? Gue main HP lagi baca sisa karya lo yang gue bookmark." Sekilas Juna jadi tertawa sendiri. Memang, ya, manusia itu gak bisa luput dari kesalahan. Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Kesalahan Danu di sini ada pada nama samarannya. "Lo pinter dikit kek bikin nama samaran. Apaan pake inisial A-R-D-N buat begituan, ya ketahuan lah, Ardanu. Awalnya juga gue gak terlalu ngeh, eh lo sendiri yang bawa-bawa nama Andromeda pula. Makin percaya gue kalau itu lo."

Danu membisu. Pikirannya melayang ke hari di mana dia kembali ke masa laluㅡyang sebenarnya gak lama-lama banget terjadinya.

Ke masa di mana dia menemukan seseorang yang membuatnya terpana hanya dengan bertanya nama.

"Mas ini Mas Danu, ya?"

Suara itu terngiang jelas. Masih Danu ingat bagaimana rupa gadis itu yang basah kuyup terkena hujan meskipun badannya sudah dilapisi mantel kelelawar cokelat butut yang bagian kepalanya bahkan sobek setengah. Danu pikir gadis itu memang sudah gila, mencari di mana alamat kontrakan Danu di jam selarut ini dengan cuaca yang sama sekali gak bisa dibilang bagus. Lalu menyerahkan bungkusan nasi uduk yang bagian luar kantong plastik sudah becek terkena air.

"Mas, iniㅡ"

"Bawa pulang lagi saja. Saya gak kenal kamu."

Tangan gadis itu masih terulur melewati pagar. Dia mendongak dan mengusap wajahnya yang juga sudah terguyur air hujan. Danu bergeming, hanya memerhatikan bagaimana jemari yang mulai mengerut karena hawa dingin itu masih kukuh berada di tempatnya. Bukan main memang para gadis yang mencoba menarik perhatian Danu dengan cara konyol seperti ini, bahkan terkesan menyakiti diri sendiri.

Hingga ketika si gadis mengucapkan apa tujuannya datang ke kontrakan, Danu mendadak bungkam.

"Bukan buat Mas, tapi buat Dika. Kasih langsung aja, nanti dia pasti paham."

Danu selalu menganggap ungkapan penulis yang dibalut diksi tentang kisah romansa yang penuh akan afeksi dan gejolak hanya bualan belaka. Mereka mendramatisir keadaan supaya pembaca mampu tersihir dan akhirnya ikut merasakan betapa kejamnya hal bernama jatuh cinta menyerang segala titik sadar manusia. Namun, detik itu Danu merasakan bahwasannya hal itu benar adanya di dunia nyata. Itu sebuah kebenaran yang dituangkan lewat ungkapan kalimat.

Danu kehilangan kata-kata, terlebih lagi gadis itu pergi menaiki sepeda gunung berwarna merah dan hitam menjauh dari gerbang kontrakan setelah memberitahu hal yang menjadi sumber ketidaktahuannya. Satu hal yang luput dia perhatikan dari pandangannya terhadap saudaranya sendiri.

"Jangan lupa teliti hal-hal kecil yang ada di sekitar Dika. Dia lagi butuh bantuan Mas Danu. Lain kali coba periksa isi tasnya, tapi jangan sampai bilang aku yang kasih tahu. Nanti dia marah. Aku bisa jaga dia di kampus dan di luar kontrakan, tapi untuk di sini... cuman Mas sama temen-temen Dika yang bisa."

Saat itu perasaan Danu jadi campur aduk. Gak bisa dideskripsikan. Di bawah guyuran hujan di atas payung yang dibawanya dekat gerbang kontrakan, Danu seolah merutuk dirinya karena selama ini sudah gagal menjadi saudara yang saling menjaga. Pengawasan Danu pada Dika kendor sehingga ada hal yang gak diketahuinya lebih dulu, justru orang lain lah yang memberitahunya. Seolah-olah Danu terkesan gak peduli pada hal utama yang bisa jadi luka terparah dari Dika.

Danu bukan orang yang gak peka. Ketika gadis itu mulai bicara tentang 'butuh bantuan' dan menyuruhnya untuk memeriksa isi tas, dia langsung sadar bahwasannya ternyata Dika juga menjalani peran dengan topeng dan menjadi aktor yang luar biasa. Danu sama sekali gak sadar saudaranya itu berpotensi menyakiti dirinya sendiri kalau gadis itu gak bilang.

Di sisi lain, kepedulian yang tersirat dari gadis yang ditemui Danu waktu itu juga menambah beban. Bagaimana bisa arah pandang matanya mengikuti sosok gadis itu hingga sampai belokan? Nasi uduk yang dia pegang memang terasa hangat, tapi hatinya juga gak kalah hangat. Hingga sampailah pada titik di mana Danu diam di depan kontrakan. Mengamati lamat-lamat bungkusan yang dia pegang sembari mengingat kejadian barusan. Yang dia yakini bukan hanya tentang Dika yang sedang membutuhkan pertolongan, tapi juga dirinya yang sepertinya kini penasaran tentang siapa gadis bermantel yang berhasil membuatnya terkesima.

Danu lagi-lagi menarik napas. "Sial, Jun. Gue merasa jadi saudara sekaligus kembaran paling bangsat sekarang."

"Hah? Ngomong apaan lo?"

Apa yang lebih buruk dari suka sama gadis idaman saudara sendiri?

"Parah sih gue. Kayaknya gue kena karma sering cuek sama cewek-cewek yang ngejar gue."

Otak Juna buntung. "Lo lagi meracau apa? Gue gak ngerti," katanya diselingi dengkusan samar. "Jangan samakan otak gue kayak lo, yang bisa menangkap maksud tertentu dalam sekali bilang. Bicara yang jelas."

"Aduh! Pokoknya gue bego banget." Danu merutuk tanpa alasan dan bagi Juna itu adalah hal yang gak lumrah. Bisa dia lihat sekarang Danu macam anak ambis yang gagal lolos tes. Sekali lagi Danu berucap. "Gue pingin misuh, tapi gak tahu mau misuh apaan biar lebih sopan dikit."

"Tinggal misuh, cuk! Anjing! Gitu. Itu udah sopan. Yang gak sopan kalau lo bilang gitu sambil nampar gue bolak-balik."

Juna jadi membatin, kan. Misuh doang pakai cara elit, ngapain? Gak ada sensasi. Julid jadinya dia sekarang.

Pikiran Danu saat ini bagai benang yang awut-awutan. Ujungnya gak tahu ada di mana, saling berkaitan tapi alurnya gak jelas. Maka dari itu Danu gak pernah suka didekati perempuan, karena gak sengaja bertemu satu yang menarik minatnya saja sudah kerepotan. Danu juga gak lagi suka baca buku romansa karena penggambaran jatuh cinta di sana begitu penuh akan khayalan semu yang memabukkan. Mending membaca buku sejarah yang jelas-jelas nyata meskipun kejadiannya sudah berlangsung lama.

Raya... Raya...

Bisa-bisanya... lo bikin dua orang sekaligus jadi terpana.

Bisa-bisanya lo bikin Dika bisa nyaman, tapi bikin gue kerepotan.

"Juna."

"What? Apa-apaan manggil pakai nada begitu?" Juna jadi mulai sewot beneran.

"Apa pendapat lo tentang Aram Temaram?"

"Karya lo itu? Ah... iya judulnya itu." Juna tergelak. Dia susah mengingat kata-kata klasik yang punya makna bagus. "Bagus, Nu. Lo menggambarkan kehangatan untuk... seseorang atau sesuatu yang lo suka. Lo mengaguminya, jelas itu mah."

Danu mengulas senyum. Dia gak perlu memberitahu Juna tentang segalanya. Mungkin memang Juna mulai tahu dan memahami bagaimana cara berpikir Danu, sebab setelah dipikir-pikir semua persepsi kawannya itu gak keliru. Danu hanya ingin Dika merasa gak sendirian setelah apa yang dialami kemarin, dengan adanya teman dekat yang selalu ada dan juga dia yang selalu mendukung Dika. Danu hanya merasa bertanggung jawab atas perilaku Dika yang sempat hilang arah secara gak langsung, yang dipicu oleh fakta yang ada; karena mereka kembar dan sering dibandingkan.

Dika dan Raya adalah perpaduan yang tepat.

Lalu jika Danu datang tiba-tiba di antara mereka, maka yang terjadi hanyalah petaka.

Danu akan jadi setitik noda yang mungkin gak akan pernah terhapus dari benak keduanya karena sudah menghancurkan apa yang sudah terjalin bahkan sebelum Danu sendiri hadir.

"Lo... lagi dekat sama cewek ya, Dek? Dibawain nasi uduk, nih."

"Oh? Hahaha... pasti Abang habis ketemu Raya ini. Nekat betul memang jam segini, mana hujan bela-belain ngirim nadi uduk segala. Kita deket, tapi bukan pacar kok."

"Namanya Raya? Gue mau kunci pagar, tiba-tiba dia dateng dan dia tahu nama gue. Lagian lo nyuruh dia beli nasi uduk apa gimana?"

"Iya, Raya. Dia tahu Abang karena gue sering cerita. Orangnya memang gak beres, bar-bar juga. Tadi pokoknya ada kejadian sepele, terus dia beneran kirim nasi uduknya buat gue. Duh, gemes banget tapi kasihan."

Malam itu Dika jadi berbinar-binar ketika menyebut nama Raya. Dengan lahap juga memakan sampai habis nasi uduk hangat yang dikirimkan oleh si gadis bermantel butut. Lalu saling tertawa di balik telepon sampai Dika jatuh tertidur. Danu kala itu duduk di meja belajar, menulis nama Raya di balik kertas kecil lalu menyimpannya di balik case ponsel. Sembari menunggu waktu yang pas untuk memeriksa isi tas Dika yang ternyata sungguhan berisi benda-benda yang gak sanggup Danu sebutkan.

Pertemuan dengan Raya yang gak terduga membawa berkah sekaligus duka. Berkah karena dari sana Danu mulai tahu apa yang diam-diam Dika lakukan dan duka karena pada akhirnya Danu jadi trauma jatuh cinta. Yang bisa Danu lakukan hanyalah menjaga keduanya tetap utuh di sisi yang berdampingan walaupun mereka berdua juga gak pernah bicara secara gamblang bahwa mereka saling berbagi rasa, tapi Danu tahu semuanya. Ada jalinan yang transparan yang menghubungkan Dika dan Raya. Mereka saling melengkapi dan Danu lah yang hadir sendiri tanpa diminta sebagai pihak yang gak pernah dinanti.

Bayangkan kalau Dika tahu ini akan terjadi hanya karena kejadian sebungkus nasi uduk sebagai awalan, mungkin... mungkin saja dia juga berpikir akan mengalah dan menjauhi sumber sukacitanya hanya karena Danu menyimpan rasa.

Karena si kembar kontrakan punya pemikiran sama, yakni menjadi si pemuas keinginan orang-orang terdekatnya.

Bazar buku malam itu jadi titik di mana Danu kembali mengingat segala kalimat yang dia tuangkan pada Aram Temaram, karya khusus yang dia persembahkan untuk si gadis teman baik saudaranya.

Aram Temaram

Retak terjadi ketika di penghujung bulan.
Ketika aku tahu mungkin kamu sudah bertuan.
Air yang mengguyur semakin membuat penasaran.
Apa yang sekiranya membuatmu bercahaya di bawah kanopi langit kelabu yang menurunkan hujan?

Kamu membawa harapan.
Aku melihat guratan di jemarimu yang kedinginan.
Awalnya menatap saja aku enggan.
Ternyata kamu diam-diam menjadi sepercik kebahagiaan.
Dan salahnya aku hadir di antara kalian yang sudah terikat sebuah jalinan.

Terima kasih telah datang.
Meskipun aku juga sadar, kamu kemari ternyata untuk seseorang.

Tapi, tidak apa-apa.
Sungguh aku baik-baik saja.
Aku masih bisa melihat hadirmu memenuhi ruang euforia.
Menusuk dalam dada dan membuatku paham akan satu hal saja.
Bahwa kamu adalah satu cahaya di balik gelap yang tidak pernah aku duga.
Yang mengisi relung kalbu walaupun yang kamu tuju hanya dia saja.

"Gue gak tahu kisah lengkap lo, Nu, tapi yang gue yakini sekarang dari Aram Temaram adalah lo yang lagi mati-matian menahan sesuatu yang seharusnya gak pernah muncul. Terlepas dari siapa dia, entah gue tahu atau gak, gue gak pernah nyangka ternyata lo juga bisa suka sama seseorang dibalik sikap lo yang selalu nolak mentah-mentah."

ㅡㅡㅡ


"Danu, bikinin gue telur ceplok dong sama bawain nasi sepiring, sama kecap juga. Aduh, sumpah pusing banget gue gak bisa berdiri sekarang."

Cuman Jovi memang yang kalau lagi panik jadi ambruk terus minta makan. Bukannya membuat sendiri malahan suka suruh-suruh teman seenak jidat. Banyak maunya dan rewel macam anak TK, padahal usia juga sudah mau dua puluh lima.

"Lo bisa-bisanya nyuruh Danu begitu di saat dia lagi jam sibuk belajar." Joshua yang sekamar dan duduk di kursinya jadi sebal. Hampir terjengkang dia karena Jovi tiba-tiba berteriak seperti kesurupan, lalu jatuh di atas kasur seperti orang kena jampi-jampi mantra sihir. "Mandiri! Udah tua masih aja nyusahin."

Danu yang kebetulan hendak keluar kamar dan ingin turun ke lantai satu, mendadak jadi lari terbirit-birit ke kamar ujung sesaat setelah membuka pintu karena mendengar kegaduhan di sana. Ternyata itu hanya Jovi dan segala tingkah anehnya hanya karena dikirimi pesan oleh bapaknya sendiri.

"Nanggung, cuman Danu yang tiba-tiba kemari terus nongol di pintu. Lo mau ke lantai bawah, kan? Sekalian bikin. Minta Aksa kalau telur di kulkas habis."

"Gue kira lo kenapa tadi teriak, Bang. Kaget gue."

"Emang gue lagi kaget. Makanya teriak."

"Ya tapi gak usah alay gitu kali."

"Gimana gak kaget, Nu?! Bapak gue nanyain tabungan gue berapa terus gue disuruh mulai nyicil buat DP rumah, anjir?! Kek... hello?! Habis ini gue disuruh beli mas kawin! Bayangkan wahai anak muda!"

Mendadak Haikal juga ikut-ikutan panik. Dengan gaya ugal-ugalan, dia masuk tanpa permisi lalu ikut berteriak. "Bang, kenapa? Ada apa? Lo berhasil menang giveaway iPhone 11 kemarin? Iya? Hah, iya? Sini janji lo katanya mau beliin gue paket data kalau doa gue kenceng dan lo bisa menang. Anjir, ah! Anjir!"

"Menang apaan? Gue ditipu, bego! Melayang duit seratus ribu gue buat persyaratan klaim bodong."

Danu hanya mendecak. "Sinting memang kalian berdua." Lalu Danu menunjuk Joshua. "Awas lo nanti malem digrepe sama Bang Jovi. Temen lo kebelet kawin."

Joshua jadi menatap Jovi jijik. Dia ikut beranjak keluar ruangan bersama Danu. "Hih, serem. Lo tidur sendiri sono, jangan sama gue. Takut gue diapa-apain sama lo."

"Gila mulut lo, Danu... Danu." Jovi masih di atas kasur, memijat kepalanya sendiri karena pusing banyak cicilan yang belum lunas tapi orang rumah sudah kebelet minta menantu. "Astaga... anak orang mau gue bawa ke mana entar kalau gak punya rumah. Enaknya perumahan langsung apa beli tanah dulu, ya?"

"Bang, sementara tinggal di kontrakan dulu aja gak apa-apa kalau masih bingung tempat tinggal," celetuk Haikal.

Mendadak Jo jadi menghentikan langkah. Danu juga ikut-ikutan mengintip balik kamar ketika mendengar ucapan Haikal. "Lo mau buang gue, Kal? Kalau Jovi di sini bareng bininya, gue entar tidur di mana? Gak ada kasur kosong!"

Lalu Haikal jadi adu mulut sambil cengengesan. Niatnya bercanda, tapi boleh juga sebenarnya. Anggap saja membantu teman yang masih kesusahan meniti hubungan awal pernikahan.

"Bang Jo tidur sama Bang Aksa. Entar kita patungan beli single bed satu lagi."

"Kagak. Saran lo ngadi-ngadi."

"Soalnya entar kalau di sini ada anak kontrakan yang bawa istri ala-ala pengantin baru, lumayan ada tontonan gratis."

Haikal jadi kena timpuk bantal dan tas kerja milik Jovi yang berisi kumpulan faktur. "Intip-intip! Sini muka lo gue gampar pakai bakiak duluan biar waras."

"Maksud gue intip ceweknya, Bang. Kan pemandangan baru karena di sini isinya laki-laki semua. Mikir apa sih emangnya?"

Hukum gak tertulis di Andromeda yang paling mutlak sebenarnya hanya ada satu: Haikal selalu salah.

"Lo mending cabut deh, Kal. Sebelum dibetot pakai sarung sama Bang Jovi." Danu setengah tertawa dan benar saja, gak lama kemudian Haikal berlarian keluar kamar dengan Jovi yang sudah ancang-ancang pakai sarung di tangan.

"Sini mulut lo gue gosok pake ketek, terus gue bekap pakai sarung sisa kemarin."

"Ampun, Bang! Gak maksud ngintipin malam pertama tau!"

Mereka berdua berlarian di sepanjang koridor lantai dua sampai turun dari tangga. Menyisakan Joshua dan Danu yang lagi-lagi cuman bisa geleng-geleng kepala.

"Oh iya, Bang," sahut Danu bersamaan dengan kakinya yang melangkah maju. "Adek tadi apa pamit mau ke mana sama lo? Tadi gue ketiduran dan Adek gak ada punya paket internet, mana on di kalau keluar."

"Iya tadi gue sama dia papasan di ruang tengah, katanya mau cari makan sama Raya. Ngidam nasi uduk si Dika."

Ada senyuman yang terpaksa Danu tunjukkan. Nasi uduk katanya... Sebisa mungkin Danu harus bersikap seperti biasanya, toh tidak ada seorang pun yang tahu di sini dan Danu rasanya senang bukan kepalang. Penyamarannya terlampau bagus karena rahasianya tidak terbongkar atau terendus siapa-siapa kecuali Junaㅡmungkin.

Sudah dibilang, kan? Untuk memenuhi sebuah tanggung jawab, pastinya ada hal yang harus dikorbankan.

Danu dengan tatapan sendunya turun melewati tangga sembari menebak dalam hati. Apa Dika beneran gak ada apa-apa kalau tiap hari nempel mulu kek permen karet di kolong meja sekolah?

Tapi, di sisi lain Danu sungguhan tetap pada pendiriannya.

Dia akan diam sampai Dika mencapai titik bahagianya, baru Danu akan mencari pengganti si gadis bermantel butut yang menaiki sepeda.

ㅡㅡㅡ



Hi? Long time no see wkwk (padahal baru dua mingguan gak ubek-ubek work ini). Jujur rasanya ninggalin jadwal up Andromeda rasanya aneh, kangen kalian yang seringkali mampir dan cuap-cuap segala hal, mana belum aku balesin komentar di wall dan di kolom komen buku ini sejak chapter terakhir Delvin, gak bisa bayangin kalau entar tamat bakalan kek gimana :")

Gak tahu ini apa masuk "another plot twist" kek chapter Chandra-Bastian apa gimana, tapi yasudah lah ya anggap saja kejutan kecil.

Btw di chapter ini maklumin juga mendadak jadi ala-ala pujangga yang isinya sajak. Serius nulis chapter Danu bikin otak keriting karena menyesuaikan perannya yang begini :")

Oh iya, satu lagi, bagi pembaca works-ku yang lain terutama December, mungkin bisa cek chapter yang barusan aku publish. Ada sesuatu di sana hehe.

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

1.7K 334 23
menemani Yuna yang trauma sebab neneknya meninggal dengan sangat tidak wajar di rumah tua peninggalan sekte pemuja setan, kini teman-temannya akan me...
3.4K 617 10
[i] perihal esksistensi rasa dalam saujana, ketika bumi raya terus melaju pada porosnya. ✧ NCT local au ft. 김도영 'ˎ˗ ━©justaprtm 2O22 1 in #frasa [9/2...
1M 82.5K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
1.7K 125 11
[SUDAH TERBIT] - TXT AU - Surabaya terasa lebih berwarna ketika aku bisa melihatmu tersenyum bahagia menghidupi mimpi-mimpimu. Bulan, pantai, senja...