LDR AFTER MARRIAGE

By KataBeruang__

20 2 0

Kata siapa "Menikah" adalah akhir untuk pasangan LDR. rizna dan ibnu yang baru 3 minggu menikah setelah 5 ta... More

Prolog

Menentukan arah pernikahan

10 1 0
By KataBeruang__

Suara alaram itu membuat ku terbangun dari tidur nyanyak ku, aku mencoba membuka mata dengan perlahan lalu mengambil handphone yang tepat dibawa pantat ku. Kebiasaan yang dari dulu dengan Ibnu, telponan sampai ketiduran dan akhirnya pagi-pagi handphone tidak tau dimana. Bahkan aku pernah merasakan yang namanya dililit handset ketika tidur. Ibu ku selalu marah ketika tau aku telponan dengan Ibnu sampe ketiduran dengan dalil berbahaya handphone yanh berada terlalu dekat ketidur akibat dari radiasi handphone tersebut. Tapi ya mau bagaimana sejak 5 tahun yang lalu aku dan Ibnu selalu seperti ini telponan sampai ketiduran. Beralih ke handphone yang berada di pantat tadi, aku langsung mengambilnya dan mematikan alarm itu. Aku mengerjakan mata ku agar terbuka, fokus ku kepada chating Whatsaapp Ibnu tadi malam. Malam minggu itu kami berantem karena beda pendapat, yang awal niatnya aku cuman pengen ngajak ngobrol bertukar pikiran akhirnya berujung aku ngambek dan kesal dengannya.

Aku termenung mengingat kejadian tadi malam. Berberapa hari yang lalu aku ada membawa sebuat tulisan di instagram ku. Gara-gara tulisan tersebut banyak sekali yang aku pikirkan setelah menikah, seperti harus tinggal dimana, siapa yang akhirnya pindah, atau tentang tuntutan aku yang tidak ingin LDR lagi setelah menikah. Sangat banyak pertanyaan dikepala ku yang sangat sulit terjawab.

"Jangan hanya mempersiapkan saat resepsi dan akadnya saja yang  berujung tidak memiliki apa-apa tetapi setelah menikah pun harus di persiapkan. Karena itulah kehidupan sebuah pernikahan sebenernya"

Setiap malam minggu biasanya itu adalah waktu dimana aku dengan Ibnu telponan lebih lama karena besok hari minggu aku dan Ibnu libur kerja. Bahkan sekarang aku sudah berada di ruang tamu sedang telponan dengan Ibnu. Suara seraknya di ujung telpon sana terdengar jelas di telinga ku, dia sedang bercanda dengan keponakannya. Tawanya yang nyaring membuat aku melepas handset ini sebelah dan lama kelamaan keponakannya yang merasa tidak nyaman dengan bercandaan Ibnu akhirnya menangis dan itu juga membuat Ibnu kabur masuk kekamar.

"Hallo sayang" Akhirnya sapa Ibnu dari ujung telpon.

"Iya sayang. Kenapa adeeva nangis?" Tanya ku, sejak awal aku telpon, aku hanya mendengar suara Ibnu yang menjahili keponakannya.

"Masa aku cium cium doang nangis." Sahut Ibnu.

"Engga mau dicium berarti sama kamu. Nangiskan jadinya anak orang." Aku memberi pernyataan kalau keponakannya terganggung dengan kelakuan Ibnu.

"Biarin lucu."

Tiba-tiba aku terpikir menanyakan sesuatu. "Kalau kamu nanti mau punya anak berapa?"

"Kalau sih berapa aja. Asal kamu siap." Ucapnya agak sedikit meledek ku.

"Aku mau kembar deh sayang." Ucapku langsung tanpa pikir panjang. Ya...aku emang pengen banget punya anak kembar pasti lucu banget.

"Punya anak satu aja aku gak bisa bayangin kamu gimana urusnya sayang. Lebih ekstra lagi tuh akunya."

"Kenapa jadi lebih ektra?" Tanya ku polos.

"Tambah bawel, tambah rengek minta macem-macem."

"Ih nyebelin banget. Enggalah nanti udah jadi dewasa."

"Amiin semoga jadi dewasa ya."

Lama aku dan Ibnu terdiam, ini adalah hal yang sangat biasa buat kami. Pikir saja selama 4 tahun lebih ini kami selalu telponan, wajar saja ketika telponan kami banyak diamnya karena apalagi yang harus di bicarakan kalau bukan hal-hal penting yang harus segera di selesaikan. Kalau kalian bilang sangat membosankan, iya itu benar sekali. Hubungan jarak jauh seperti ini emang sangat membosankan sekali dengan aktifitas itu itu saja setiap harinya.

Tiba-tiba aku mengingat sesuatu yang dari tadi ingin aku sampaikan dengan Ibnu. Sebelum berbicata dengannya aku mendengar ada suara musik diujung telpon sana, ya seperti biasa untuk menghilangkan kebosanan dan membangkitkan suasana Ibnu sering telponan sambil mendengarkan musik. Kalau aku jadi Ibnu, aku tidak akan bisa seperti itu karena tidak bisa fokus dalam dua hal. Yang ada bukannya telponan tapi malah dengarin musik sambil nyanyi.

"Sayang."Panggil ku dengan suara selembut mungkin.

"Iya sayang ada apa?". Tanya Ibnu

"Menurut aku, kita harus membicara tentang setelah kita nikah nanti bagaimana."Aku memulai topik pembicara yang aku kehendaki sedari tadi.

"Apa yang harus di bicarakan. Setelah nikah kita yang gini aja gak ada bedanya."Sahut Ibnu dengan gampang dan santai.

Jujur sejujurnya aku shock saat mendengar jawabanya tadi. Apa maksudnya coba setelah nikah kita gini aja gak ada bedanya? Pikir ku. Aku mencoba menarik nafas panjang untuk mentralkan amarah dan emosi akunya, berusaha mengingatkan diri bahwa ini baru permulaan awal pembicaraan dan jangan langsung emosi.

"Ya beda dong. Status aja udah beda bukan pacaran lagi. Kita harus obrolin sesuatu setelah nikah nanti."Aku mencoba menjelaskan atas maksudku.

"Ya apa yang harus di obrolin?" Ya tuhan dia malah balik tanya ucap ku dalam hati.

"Banyak dong sayang yang harus di obrolin contohnya soal keuangan terus habis nikah mau tinggal dimana lalu siapa yang ngalah untuk pindah"Jelasku pelan lalu menarik nafas panjang.

"Jalani aja. Nanti juga ketemu jalannya."Sesantai itu dia mengucapkannya.

"Apaan sih kamu. Mana ada jalanin aja, itu harus dipikirin dong. Aku gak mau nanti malah jadi bahan berantem setelah nikah."Aku sudah mulai tersulit emosi karena sikap Ibnu yang seperti itu menjawab pertanyaan ku.

"Soal keuangan masih samakan. Aku tetap nabung di kamu. Kamu pegang uangnya terus dari uang tunjangan aku pasti kasih keibu." Ibnu berusaha menjaskan kepada maksudnya tentang keuangan kami nanti.

"Terus kamu nafkahin aku bagaimana. Aku udah jadi tanggung jawab kamu lho. Aku gak mungkin minta sama orang tua aku lagi. Malu dong minta sama mereka padahal aku udah punya suami."Terangku ke Ibnu menyampaikan maksud dari omonganku.

"Itukan bisa di atur. Aku setiap bulan transfer kamu untuk nabung nanti kamu ambil aja dari uang tabungan setengahnya setiap bulan untuk kebutuhan kamunya. Lagipula kamu juga harus tetap bantuin aku nabungkan."

"Terus tentang siapa yang pindah bagaimana. Kita belum nemuin titik temunya untuk persoalan itu. Aku gak mau habis nikah ini kita LDR lagi." Prinsip ku pokoknya setelah menikah aku sama sekali tidak ingin LDR lagi. Karena bagi ku LDR ketika pacara dengan LDR ketika menikah itu sudah berbeda.

"Nanti juga ketemu solusinya." Ucap Ibnu singkat. Aku tau sebenernya dia belum tahu jawabanya bahkan dia bingung harus melakukan apa.

"Gak bisa gitu. Aku gak mau LDR. Kita harus tau jawabanya." Suaraku seketika meninggi. Aku udah emosi sekali dengan sikap Ibnu yang seperti ini.

"Aku belum tahu jawabannya. Yang pasti kita jalanin dulu. Aku juga gak mau LDR." Bahkan suara Ibnu pun juga meninggi untuk menjawab ucapku tadi.

Omongan seperti ini emang sangat sensitif, itu pasti. Bagi sebagian orang mungkin tidak mempermasalahkan atau tidak di bicarakan tetapi tidak dengan aku. Bahkan waktu pacaran dengan Ibnu pun aku sudah menanyakan bagaimana tentang keuangnya. Karena menurutku itu adalah hal yang penting untuk diketahui apalagi kalau misalnya mau membawa hubungan ini kepernikahan. Aku adalah tipe orang yang sangat kepo dengan pasangan, harus tau dia dari A sampai Z dan harus tau yang paling buruk tentangnya atau yang paling baik tentanganya. Apalagi soal masalalunya. Bagiku untuk menjalani suatu hubungan dengan orang lain kita harus tau di bagaimana luar dan dalamnya. Karena buat apa kita habiskan waktu kita untuk orang yang kita sendiri saat bersamanya belum tahu apa-apa tentangnya.

Semenjak dulu sebelum merencakan pernikahan ini Ibnu menyimpan uang tabunganya dengan ku. Katanya biar aku percaya kalau emang uang tabungan ini benar-benar untuk biaya menikahi ku suatu saat nanti. Bahkan dia sampai tidak memikirkan dirinya sendiri untuk makan sehari-hari. Dia cuman minta dengan ku uang 100 ribu dalam seminggu untuk biaya dia makan sehari-hari. Karena menurut Ibnu kalau bukan dia yang usaha untuk masa depannya dia harus minta sama siapa. Sedangkan untuk berharap dengan orang tuanya pun tidak bisa. Rasa tanggung jawab Ibnu yang besarlah yang membuat aku sadar kalau dia emang melakukan itu dengan tulus. Aku cuman berharap dari sikap baiknya apapun itu bisa terus terbawa sampai nanti kami menikah. Walaupun aku tidak boleh hanya mencintai kelebihannya saja tapi harus bisa mencintai kekurangannya.

Continue Reading

You'll Also Like

247K 15.4K 42
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...
1.7M 138K 29
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
16.4M 640K 37
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
1.3M 43.7K 44
Hay guys ini cerita pertama aku, jadi kalau misal ada typo atau kurang seru maap yaa, hehehe soalnya masih pemula. aku harap kalian sukaaa Azka Raffa...