CERITA AMIR

By Ramdan_Nahdi

217K 27.1K 1K

Kumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa... More

Pintu Gerbang
Teror Penunggu Pohon Kersen #1
Teror Penunggu Pohon Kersen #2
Kuntilanak Waria
Numpang Lewat
Terjerat Pinjaman Online
Jangan Kau Menabur Garam di Atas Luka
Salah Jalan - Nyasar ke Kandang Jin
Nasi Goreng Berdarah
Berteman Dengan Genderuwo
Tuyul Kiriman
Aku Yang Terbaring di Bawah Bangku Taman
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #1
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #2
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #3
Anak Kecil di Kuah Soto
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #4
Rambut di Mangkuk Mie Ayam
Jambak Rambut Kuntilanak
Memutus Jerat Pesugihan #1
Memutus Jerat Pesugihan #2
Hantu TikTok
Memutus Jerat Pesugihan #3
Aku Hanya Ingin Sehelai Benang
Memutus Jerat Pesugihan #4
'Boneka Mampang' di Taman Rumah Sakit
Lambaian Tangan Kuntilanak di Depan Warung Makan
Memutus Jerat Pesugihan #5
Memutus Jerat Pesugihan #6
Wanita di Tengah Rel Kereta
Kakek di Gerbang Pemakaman
Apa Salah Saya?
Mati Sendirian
Sosok Hitam di Kedai Kopi
Lupa Lepas Susuk #1
Lupa Lepas Susuk #2
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #1
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #2
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #3
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #4
Anak Tumbal Pesugihan #1
Anak Tumbal Pesugihan #2
Anak Tumbal Pesugihan #3
Anak Tumbal Pesugihan #4
Anak Kecil di Pinggir Pantai #1
Anak Kecil di Pinggir Pantai #2
Anak Kecil di Pinggir Pantai #3

Memutus Jerat Pesugihan #7

4.3K 542 21
By Ramdan_Nahdi

POV - Dani

"Mau kemana, Mir?" tanyaku pada Amir yang sedang memasukan baju ke dalam tas.

"Biasa, Kak. Malam minggu mau ke Bandung."

"Tumben bawa baju ganti agak banyak."

"Rencananya mau nginep beberapa hari di villa."

"Oh, jadi satpam gaib lagi?"

"Biasalah, Kak."

Aku kembali ke kamar, duduk di depan laptop dan menyelesaikan pekerjaan. Tidak lama, Amir sudah dijemput oleh temannya. Tersisa aku sendirian di rumah. Tidak ada kejadian aneh-aneh selama seharian di rumah.

Keesokan harinya, Ibu baru kembali dari Batam, dan langsung mentraktirku makan di mall. Setelah berbelanja kebutuhan sehari-hari dan makan, kami pun pulang ke rumah.

Ada yang berbeda dengan suasana rumah ketika pertama kali pintu terbuka. Rumah terasa panas dan pengap. Cepat-cepat kunyalakan AC agar lebih dingin, lalu pergi ke kamar.

Di dalam kamarku pun sama saja, udaranya panas dan pengap. Aku berpikir positif saja, mungkin pas tadi keluar, ada yang bermain di dalam rumah.

Soalnya Amir bilang, sudah beberapa minggu ini kondisi rumah sudah lebih aman. Kiriman yang biasanya datang setiap malam jumat dan senin, sudah berkurang jauh. Ada beberapa, tapi hanya untuk memantau saja.

Pukul sebelas malam, aku sudah berbaring di tempat tidur, sambil bermain game di ponsel. Semakin malam, udara di kamar semakin nyaman. Tidak butuh waktu lama aku pun tertidur pulas.

Sampai tiba-tiba ....

Brug!
Prang!

Aku mendengar seperti suara benda terjatuh arah dari dapur. Kulihat ponsel, sudah pukul lima pagi. Dengan cepat aku berlari ke sana.

Ibu sudah terduduk sambil meringis kesakitan. Di sekitarnya ada piring dan gelas yang pecah.

"Aduh ... Astagfirullah," ucap ibu berulang kali.

"Kenapa, Bu?" tanyaku sembari menjauhkan beberapa pecahan piring di dekatnya.

"Jatuh dari meja."

Sedikit cerita, di rumah kami ada satu kucing yang hidup di atas plafon rumah. Cerita kucing ini pernah aku angkat sebelumnya di cerita Kuntilanak Tol Cipularang. Setiap pagi, kucing itu akan datang dan meminta makan. Dengan menunjukan wajahnya di lubang plafon dapur.

Pagi ini, untuk pertama kalinya ibu mencoba memberinya makan. Tentu dengan naik ke atas meja dapur. Biasanya itu menjadi tugasku dan Amir.

"Kenapa gak bangunin Dani sih," omelku sembari membantunya berdiri.

"Aduh, pelan-pelan sakit ini." Ibu mengeluhkan kaki kanannya yang sulit digerakan.

"Bagian mana yang sakit?"

"Lutut, kenceng banget."

"Ototnya ketarik kali ya." Aku pun membopong ibu sampai kursi di ruang tengah.

"Besok anter ke rumah Mang Yana." Mang Yana ini salah satu ahli pijat patah tulang yang cukup terkenal di kotaku.

"Oke," balasku sambil memijat-mijat kakinya pelan-pelan.

"Coba diceritain, kenapa bisa ampe jatuh gitu. Meja selebar gitu, kok bisa-bisanya?" tanyaku.

"Tadi lagi ngasih makan si Gendut (Kucing), tiba-tiba dari plafon ada angin kenceng, terus ibu ke dorong."

"Hmm ... kok bisa ya, ntar aku tanyain Amir."

Setelah memijat dan mengompres lutut ibu, aku kembali ke kamar. Mengambil ponsel yang diletakan di samping laptop.

[Mir, ibu jatuh dari meja dapur]

Aku menulis pesan Whatsapp. Kutunggu sepuluh menit, belum juga centang dua. Mungkin dia habis begadang, jadi masih tidur.

Agak siang, Amir baru membalas pesanku.

[Kondisinya gimana, Kak?]

[Gak apa-apa, cuman kakinya aja keseleo. Besok mau ke rumah Mang Yana buat diurut]

[Oke, bentar lagi Amir pulang]

*

Aku kembali mengecek kondisi ibu. Ibu sedang berusaha bangkit dari tempat tidur.

"Mau kemana, Bu?" ucapku sambil mengintip dari balik pintu.

"Ambil Wudhu," balasnya sambil duduk di ujung kasur.

Aku langsung membantunya berjalan ke kamar mandi. Perasaanku campur aduk, antara kesal, sedih dan penasaran.

Siapa dalang dibalik semua ini?

Apa ini ada hubungannya dengan komplotan dukun pesugihan itu?

Rasanya aku tak tega melihat ibu kesusahan berjalan seperti itu. Argh ... tau begitu aku meminta Amir membuat 'mereka' semua gila saja.

Menjelang magrib, Amir sudah kembali ke rumah. Dia membelikan plester kain, agar ibu bisa jalan lebih enakan.

"Kerjaan siapa sih, Mir?" tanyaku.

"Jangan tanya sekarang, Amir juga gak tau, Kak." Amir sedikit berlari ke arah dapur dan berdiri di dekat meja.

"Udah tau siapa?"

"Gak ada gambaran sama sekali, Kak."

"Masa sih? Tanya si Belang aja coba. Masa dia gak tau."

"Dari kemaren si Belang ikut Amir."

"Hmm ... pantesan, tau aja tuh orang pas kondisi rumah sepi."

"Ya mangkanya, ngambek tuh dia."

"Ya udah deh. Yang penting gak kenapa-napa. Udah gak usah dipikirin."

Amir masih berdiri di dapur. Sepertinya dia masih kesal dan penasaran.

*

Malam hari, kulihat Amir berlari tergesa-gesa ke luar rumah. Aku yang penasaran menyusulnya dari belakang.

"Kenapa, Mir?"

"Ada yang 'ngirim', Kak."

"Orang yang sama?"

"Gak tau deh, ini lagi mau Amir tangkep setannya."

"Ya udah aku masuk ke dalam lagi deh." Aku berjalan menuju kamar.

Selang 15 menit kemudian, Amir masuk dan menghampiriku di kamar.

"Udah?" tanyaku.

"Udah, tapi bukan dia pelakunya."

"Emang seberapa banyak sih dukunnya?"

"Banyak sih, Kak. Yang terakhir kan tiga, dua dikerjain, satu lolos. Nah mereka itu cari bantuan ke yang lain lagi."

"Ya ampun, maennya keroyokan."

"Tadi ketangkep?"

"Iya."

"Terus diapain?"

"Dimakan si Belang."

"Beuh ... sadis."

"Ya udah, Amir balik kamar lagi."

Malam ini, kondisi rumah sangat tenang. Kami semua bisa tidur pulas.

Pagi hari, aku sudah bersiap-siap mengantar ibu ke rumah Mang Yana. Harus dari pagi sekali jika ingin dipijat ke sana. Soalnya pasiennya pasti sudah banyak dan mengantri.

*

Pulang dari rumah Mang Yana, kaki ibu sudah mulai bisa digerakan. Katanya hanya sendi yang bergeser dan masih perlu beberapa kali terapi.

Aku membuka pintu rumah. Semilir angin dingin bertiup ke wajahku. Diikuti semerbak bau bunga.

"Nyium gak, Bu?"

"Iya, ada yang datang."

"Baunya wangi banget, apa ya?"

"Gak tau, dah buruan masuk ngapain diem di depan pintu!" Aku lupa daritadi berdiri menghalangi pintu.

Melihat kedatangan kami, Amir pun keluar dari kamarnya.

"Mir tadi ada wangi bunga harum banget apa ya? Masa Kuntilanak bisa masuk rumah?" Aku langsung mengajukan pertanyaan yang membuat dahinya mengkerut.

"Hah? Apa, Kak?"

"Cuci muka dulu sana, masih ngelindur susah konek."

Amir bergegas ke kamar mandi, lalu kembali ke ruang tengah.

"Apa tadi, Kak?"

"Pas buka pintu ada wangi bunga harum banget. Ibu juga nyium baunya. Benerkan, Bu?"

"Iya, wangi," sahut ibu yang sedang duduk di sofa.

"Apa ya?" Amir menutup mata.

"Ohh ... Ratu datang," sambungnya.

"Ratu?"

"Iya atasannya si Belang. Kayanya abis diomelin tuh si Belang." Amir tertawa.

"Loh di atas si Belang ada lagi? Ibu tau?" tanyaku.

"Kagak, baru tau juga," balas Ibu.

"Amir belum cerita pas ketemuan di Pemandian Air Panas kan? Kemaren baru cerita tentang Ambulannya aja."

"Oh yang itu ...."

"Iya. Tapi ini baru pertama kali Amir liat dia ada di rumah."

"Mau nengok ibu kali."

"Ya bisa jadi. Atau lagi jagain ibu biar gak dikerjain orang lagi."

*

Malam jumat,

Kamarku mulai terasa panas dan pengap sekali. Aku sudah merasa pasti ada yang tidak beres malam ini. Amir pun daritadi tidak keluar kamar, masih sibuk bermain game di ponselnya.

Kunyalakan AC dan kipas angin, hanya mengurangi rasa panasnya saja. Tapi dada terasa sesak. Kepala pun sudah mulai pusing. Aku membaringkan diri di atas kasur, sambil berusaha untuk tidur.

Pukul dua pagi, aku terbangun dengan keringat bercucuran. Padahal AC masih menyala, namun rasanya semakin gerah saja.
Aku membuka pintu kamar, agar ada udara dari luar.

WUSH!
WUSH!

Ada suara angin berhembus kencang, tepat di depan kamarku. Arahnya dari ruang tengah.

WUSH!
DUG!

Angin itu mengarah ke atas rumah. Suara benturan dengan plafon terdengar kencang. Seketika nyaliku menciut, buru-buru menutup pintu. Lalu, melompat ke atas kasur.

TREK!
DUG!
DUAR!

Seperti ada bunyi suara petasan di atas rumah. Aku mulai beristighfar dan berdoa, semoga tidak terjadi apa-apa malam ini. Aku tetap terjaga, sampai rasa kantuk menyerang dan terlelap.

Dalam tidur, aku bermimpi ada sesosok makhluk besar berwarna putih sedang berjalan-jalan di ruang tengah. Ada sosok lain berwarna hitam besar, menunggu di atas atap. Tak jelas bentuknya apa. Tiba-tiba sosok putih itu terbang ke atas. Dan terjadi benturan energi, layaknya menonton pesta kembang api. Setelah itu aku tak ingat lagi.

Adzan subuh berkumandang, dibarengi dengan bunyi alarm di ponselku. Aku terbangun dengan kepala masih terasa berat. Ya ... mungkin efek kurang tidur. Entah bagaimana, aku dan Amir ke luar kamar bersamaan. Lalu duduk dan mengobrol sebentar di ruang tengah.

"Semalem ada yang ngirim ya?" tanyaku.

"Kayanya sih, soalnya Amir juga gak bisa tidur ampe jam 3. Kaya ada uler gede banget warna item."

"Oh jadi itu uler."

"Emang kaka liat?"

"Gak sih, cuman semalem berisik banget di atas. Terus mimpi ada sosok putih sama item."

"Putih? Si Kingkong kayanya." Amir mentutup mata, memfokuskan indranya.

"Eh katanya bukan dia," sambungnya.

"Terus?"

"Ada sosok lain, baru pertama kali ke sini."

"Apa bentuknya?"

"Macan putih gede, lebih gede dari si Belang. Dan dia bawahannya Ratu juga."

"Owh, temennya si Belang."

"Di atasnya malahan."

"Wah bisa jadi temen latihan si Kingkong dong."

"Yang ada malah dikerjain sama si Kingkong."

"Coba tanyain Siluman Ulernya diapain. Ada gak si Macan Putihnya sekarang?"

"Ada tuh di ruang tamu, baru masuk. Bentar ...." Amir kembali menutup matanya.

"Katanya udah dimakan," sambungnya.

"Oh bagus lah, biar kapok."

*

Beberapa bulan semenjak malam itu, kondisi rumah sangat kondusif. Ibu pun melarang Amir berurusan dengan penggiat ilmu hitam untuk sementara waktu. Khawatir, akan mengganggu kegiatan sehari-hari atau mencelakainya.

Pesan ibu pada Amir, "Setiap orang pasti akan mengalami saat iman kita di level terendah. Ketika itu, 'mereka' akan mudah masuk dan menghancurkan kita. Belajarlah dari perjalanan hidup ayahmu."

Sekarang untuk sekedar mengisi kekosongan, Amir lebih sering melakukan penyelusuran bersama teman-temannya. Setidaknya aku tidak akan kehabisan cerita untuk ditulis.

*

"Mir, bapaknya Ilham masih idup ampe sekarang?" tanyaku.

"Masih idup kok. Tapi ...."

"Tapi apa?"

"Ya, hidupnya susah, Kak."

"Ekonominya?"

"Iya ... soalnya dia gak bakal bisa lepas dari Karma Buruk."

"Maksudnya?"

"Gini, Kak. Ketika kita mengambil rezeki orang melalui jalur hitam. Walaupun dilepas atau bertaubat tetap harus mengembalikan rezeki orang-orang yang dulunya kita ambil. Dibayar dengan rezeki kita sendiri atau turunan kita nantinya."

"Repot juga ya, malah bikin sengsara keturunannya."

"Mangkanya jangan sekali-kali dah tergiur sama bujuk rayu Jin Pesugihan."

TAMAT

Continue Reading

You'll Also Like

4.2K 551 22
Tidak ada seorang pun yang mau disuruh mengerti ketika dihadapkan oleh perkara kehilangan. Tidak seorang pun termasuk aku. "Kau tahu, Ni. Aku tidak m...
8.8K 2.3K 125
Title: I Became a God in a Horror Game Status: 589 Chapters (Complete) Author: Pot Fish Chili Genre: Action, Adventure, Horror, Mature, Psychological...
35.3K 1.8K 48
Setelah berada di desa Giung Agung, Ahmad merasa jika dirinya selalu berhalusinasi. Ia kerap melihat bayangan Hawiyah muncul di luar jendela. Saat he...
14.4K 500 90
Kumpulan "kepingan memori" random yang terkadang gaje Dpt berupa, potongan scene, oneshots, ide cerita, atau hanya sekedar quotes numpang lewat dan t...