MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓

By Titimois

872K 59.8K 2.6K

RAJA KU MUSUH KU "Jangan berharap lebih pada ku. Aku menjadikan mu permaisuri ku, karena aku ingin menyiksa m... More

1.Pria Misterius
2.Tawanan
3.Sang Raja
4.Pengkhianatan
5.Pernikahan
6.Malam Pertama
7.Dendam Murni
8.Penobatan
9.Trauma
10.Luka
11.Alasan
12.Peduli
13.Rasa
SPECIAL
14.Cemburu?
NUMPANG LEWAT
15.Sayembara
16.Hilang
17.Pertempuran
18.Pertempuran Lanjutan
19.Fakta kecil
20.Kematian
21.Sebuah kisah
22.Renggang
23.Rumit
24.Tak terarah
25.Lilia
26.Ikatan
27.Erat kembali
28.Tali hubungan
ANNOUNCEMENT
NEW COVER
29. Manis
30. Tak Terbayang
31. Sakit Yang Tertoreh
32. Rasa dan Resah
33. Air Mata
34. Athes dan Pilihan
CASTING VERSI K-POPERS
35.Pertanyaan
36.Naff
37. Perjuangan
DANDELION
NAFF

38. Akhir

31.6K 1.3K 51
By Titimois

Semua penghuni diluar ruangan menunggu cemas. Termasuk Delano yang sedari tadi melamun sembari menggosok ibu jarinya pada batang telunjuk dengan tangan terkepal. Gerakan itu merupakan suatu kebiasaan Delano ketika ia sedang cemas.

Pintu terbuka tidak sabaran, seorang tabib keluar disertai wajah panik. Melihat hal tersebut, Delano terdorong untuk masuk diikuti yang lain.

"Apa yang terjadi?" Tanya Delano setengah berteriak gusar.

Disana terdapat Thanasa yang tengah berbaring. Keadaan si gadis terlihat pucat dan tak ada pergerakan.

Bergegas cepat, Delano langsung menuju mendekat pada istrinya. Menangkup wajah sang Ratu, Delano kian takut. "Thanasa, apa kau baik-baik saja?" Mata Delano memanas saat merasakan kulit wajah Thanasa begitu dingin. Sungguh ia benci dengan pikiran negatif yang melintas.

"Apa yang terjadi Bibi?" Delano meminta jawaban pada Kalva. Namun, wanita paruh baya itu membisu.

Frustasi menyerang Delano. Mukanya merah padam dan air mata sudah berjatuhan. "Apa kau tidak bisa menjelaskannya padaku?! Apa tidak ada seorangpun yang bisa memberitahu ku apa yang terjadi?!"

Naff ikut duduk disamping ranjang. Anak kecil yang baru berusia enam tahun tersebut ikut menangis. Ia bingung kenapa Ibunya tidak bangun dan hanya tidur dari tadi. Yang jelas ia bisa merasakan bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi.

"Ibu, Ibu." Naff menggoyangkan tubuh Thanasa dengan harapan bisa membangunkan Ibunya.

"Thanasa kumohon bangun! Thanasa bangunlah!"

"Ibu bangun, Bu." Isakan Naff berdengung jelas diruangan. Grace mengelus pundak sang Pangeran Altair. Ia ikut menitikkan air mata untuk kepergian Thanasa yang tidak terduga.

Delano menelungkupkan kepala diceruk leher istrinya. Lelaki itu meraung dalam. "Seharusnya aku melarangmu untuk melakukannya. Tapi kenapa kau begitu keras kepala?!" Para pelayan serta semua saksi disana turut sedih dan berduka atas kematian Ratu mereka.

Dilan menoleh pada salah satu pengawal. "Pergilah ke Kerajaan Claus dan kabarkan informasi ini segera kepada Raja Tristan."

"Baik, Yang Mulia." Pengawal yang ditugaskan menegakkan badan setelah ia membungkuk hormat. Lalu ia keluar dari tempat yang menjadi saksi peristirahatan terakhir Ratu Altair.



















Seorang gadis memakai gaun putih polos, ia menyusuri sebuah ruangan putih terang dan tak berdinding. Entah apa ia harus menyebut tempat ini. Rasanya begitu sepi dan dingin. Ia pun bingung kenapa berada disini. Kaki telanjangnya berjalan kekanan.

Semakin ia jalan, semakin ia bingung.

Tersesat.

Sunyi.

Bibir ranum itu mencoba meneriakkan nama orang-orang yang ia kenal. Namun hanya terdengar gemaan suara si pemilik.

Lanjut melangkah tanpa menemukan penghujung. Selang beberapa saat, memutuskan berhenti. Tubuh Thanasa tiba-tiba menyusut terduduk dan memeluk diri.

Menenggelamkan kepala pada tumpuan lutut. Ia lelah dan pasrah.

Cukup frustasi.

"Thanasa."

Yang dipanggil segera menenggakkan kepala, bola matanya melebar ketika bertemu sosok seorang perempuan yang selama ini ingin ia temui namun tidak bisa. Seorang wanita serba berbusana putih seperti dirinya. Orang yang selalu ia lihat dalam sebuah lukisan.

"Thanasa."

Thanasa melihat kebelakang si wanita, ada satu orang lagi yang menyapa dengan suara familiar. Orang yang sangat Thanasa rindukan.

Ayah dan Ibunya.

Setelah sekian lama, akhirnya mereka bisa berkumpul secara utuh. Relung hati Thanasa bersinar dan bahagia.

Segera saja ia bangkit dan menghambur dalam pelukan kedua orang tuanya.

Air bening berjatuhan. Mereka dipersatukan setelah kian lama. Menatap terharu, Thanasa meneliti muka wanita yang telah melahirkannya. Mereka begitu mirip bak pinang dibelah dua. Mata berseri sang Ibu mampu membuat dirinya tenang dari kecemasan beberapa waktu yang lalu.

"Ibu."

Wanita itu tersenyum dengan isyarat kalau dia benar adalah Ibu Thanasa. Mereka serempak menangis haru.

"Apa kau benar adalah Ibu ku?"

Anggukan dari wanita tersebut membuat Thanasa semakin yakin bahwa ia tidak berhalusinasi.

"Aku sangat merindukanmu Bu."

"Aku juga Putri ku."

Berpelukkan kembali.

Setelah dekapan agak melonggar, Thanasa antusias dengan banyak pertanyaan.

"Apa Ibu baik-baik saja? Apa yang Ibu lakukan selama ini? Kenapa Ibu tidak pernah mengunjungiku?"

"Mulai sekarang Ibu akan terus bertemu dengan mu. Kau mau?"

"Tentu sa-"

Senyum Thanasa langsung memudar ketika menyadari apa yang sedang terjadi.

Ia kaget dan langsung menjauh.

"Aku...."

"Dimana aku?"

"Tempat apa ini?" Netra coklat si gadis mengedarkan seluruh pemandangannya pada ruangan putih yang entah kapan sudah berubah menjadi tempat penuh bunga warna putih.

"Kau sekarang bersama kami Thanasa. Kita akan hidup selamanya di alam yang berbeda."

Thanasa terdiam.





















"Apa aku sudah meninggal?"

Ibunya mengangguk pelan dan memajukan kaki. Menangkup wajah Thanasa dengan lembut. Menyunggingkan senyuman terbaik yang pernah ada.

"Mulai sekarang, tidak ada yang bisa memisahkan kita."

"Ikutlah bersama kami." Suara Ayahnya menimpali, membuat kerinduan berabad-abad pada kedua orang tuanya semakin dalam.

"Kau mau ikut?"

Tangan Ibundanya digenggam balik, Thanasa mengangguk. "Aku mau Bu."


















"Yang Mulia, denyut nadi Ratu berhenti. Ia sudah meninggal."

Seisi ruangan hening. Kosong seperti tidak ada penghuni disana.

Delano sempoyongan, tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Untuk bernafas saja terasa sesak dan tercekat. Matanya memerah dengan tampungan air yang siap tumpah.

"Yang Mulia." Beberapa pelayan membantu Delano untuk berdiri, namun digubris kasar olehnya dan sedetik kemudian air matanya jatuh.

Menghampiri tubuh Thanasa yang sudah tidak bergerak sama sekali, terasa dingin.

Delano menyandarkan tubuh sang istri dibelakangnya. Lelaki itu menunduk dan melihat ekspresi damai dari si gadis. Ia mengusap pelan rambut Thanasa dan berbisik lirih.

"Thanasa, apa kau mendengar ku?"

"Ini bukan waktunya untuk tidur. Sudah seharusnya kau bangun."

Bahu Thanasa dicengkram erat lantaran tidak ada sahutan sama sekali.

"Anak kita sudah lahir. Dia sangat cantik seperti dirimu. Apa kau tidak ingin melihatnya?"

Semua orang ikut menangis dengan kepergian Ratu mereka. Disana juga terdapat Naff yang sedang menangis dipelukan Grace.

"Thanasa, anak kita harus punya nama. Kau akan menamainya kan? Apa kau sudah menyiapkan nama untuk putri kita?"

Raja Altair tersebut berusaha tegar, ia merapikan rambut Thanasa yang sedikit berantakan. Menyisir pelan dengan jemarinya lalu menggenggam tangan sang istri.

"Aku tau kau lelah, kau butuh istirahat. Aku akan menunggu mu bangun."

Sungguh entah apa lagi yang harus Delano lakukan agar Thanasa siuman dan bercengkrama lagi dengannya. Lelehan bening dari pelupuk mata terus bercucuran membasahi wajah Thanasa yang terbaring dibawah paha Delano.

"Yang Mulia, Tuan Putri terus menangis."

"Bawa dia kemari." Delano menyambut putrinya dari seorang pelayan dan menggendong pelan sembari ditimang.

"Thanasa, anak kita menangis. Ia membutuhkan Ibunya. Kumohon bangunlah."

"Kau liat, mata Putri kita sangat mirip dengan mu. Ia sangat cantik."

Tidak ada tanda-tanda pergerakan dari Thanasa, Delano terdiam dengan air mata yang tiada henti keluar. Bahkan tangisan dari anaknya pun tak mampu membuat ia berpaling.


















"Delano..."



Mata Delano beralih pada Thanasa begitu juga dengan semua orang yang shock dan kaget mendengar suara lemah dari Thanasa.

"Thanasa..."

"Delano..."

"Kau, apa benar ini kau?" Tanya Delano memastikan bahwa yang ia lihat adalah nyata.

"Dimana...anak..ki..ta? Aku men..dengar..nya me..na..ngis..."

Dan apa yang Delano harapkan adalah sebuah mukjizat. Dengan cepat ia menaruh pelan-pelan putri mereka disamping Thanasa. Tak ada satupun kata yang bisa ia ucapkan sekarang saking bersyukur dan bahagianya karena mendengar suara Thanasa kembali.

"Dia sangat..cantik."

"Kau benar, ia sangat cantik mirip dirimu."

"Aku ingin memberinya nama Dandelion."

Delano tersenyum, lalu menimpali perkataan Thanasa. "Dandelion Altair."



















Tamat.

Jangan lupa bakalan ada sequel versi Dandelion.

Tungguin aja ya untuk jadwal dipublishnya. Akan diumumin di cerita ini juga kalau story 'Dandelion' uda publish nanti.

See you,

Continue Reading

You'll Also Like

439K 37.9K 52
Rate: 16+ Elefthería series 1 •|•|• Negeri Elefthería, penuh kebebasan dan kedamaian, dipimpin oleh empat kekaisaran besar yang agung. Kehidupan dama...
1.4M 131K 73
NOT BL! (Follow biar tahu cerita author yang lain ok!) Update sesuai mood 🙂 Seorang remaja laki-laki spesial yang berpindah tubuh pada tubuh remaja...
405K 61K 170
[TAHAP REVISI] * * * Dalam kehidupan masa lalu Tilly, dia adalah seorang penjahat yang mengabaikan suami dan putranya untuk kekuasaan. Kemudian, "wan...
203K 17.1K 51
Gadis cacat adalah sebutan untuknya, dia tidak memiliki sihir seperti lainnya. Earwen Freya Laurels gadis yang lahir berbeda dengan putri Raja lainny...