CERITA AMIR

By Ramdan_Nahdi

217K 27.1K 1K

Kumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa... More

Pintu Gerbang
Teror Penunggu Pohon Kersen #1
Teror Penunggu Pohon Kersen #2
Kuntilanak Waria
Numpang Lewat
Terjerat Pinjaman Online
Jangan Kau Menabur Garam di Atas Luka
Salah Jalan - Nyasar ke Kandang Jin
Nasi Goreng Berdarah
Berteman Dengan Genderuwo
Tuyul Kiriman
Aku Yang Terbaring di Bawah Bangku Taman
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #1
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #2
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #3
Anak Kecil di Kuah Soto
Portal Gaib di Pemandian Air Panas #4
Rambut di Mangkuk Mie Ayam
Memutus Jerat Pesugihan #1
Memutus Jerat Pesugihan #2
Hantu TikTok
Memutus Jerat Pesugihan #3
Aku Hanya Ingin Sehelai Benang
Memutus Jerat Pesugihan #4
'Boneka Mampang' di Taman Rumah Sakit
Lambaian Tangan Kuntilanak di Depan Warung Makan
Memutus Jerat Pesugihan #5
Memutus Jerat Pesugihan #6
Wanita di Tengah Rel Kereta
Kakek di Gerbang Pemakaman
Memutus Jerat Pesugihan #7
Apa Salah Saya?
Mati Sendirian
Sosok Hitam di Kedai Kopi
Lupa Lepas Susuk #1
Lupa Lepas Susuk #2
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #1
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #2
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #3
Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #4
Anak Tumbal Pesugihan #1
Anak Tumbal Pesugihan #2
Anak Tumbal Pesugihan #3
Anak Tumbal Pesugihan #4
Anak Kecil di Pinggir Pantai #1
Anak Kecil di Pinggir Pantai #2
Anak Kecil di Pinggir Pantai #3

Jambak Rambut Kuntilanak

4K 536 15
By Ramdan_Nahdi

Suara langkah kaki terdengar di depan kamar. Tiba-tiba pintu terbuka. "Mir, Amir, temenin gw yuk!" ajak Hendra sembari masuk ke dalam kamar.

"Ke mana?"

"Jalan-jalan ajalah, Yuk!"

"Malem-malem? Jalan-jalan ke mana nih?" tanyaku.

"Temenin gw penelusuran."

"Bilang kek dari tadi, duh gw lagi mager banget, Hen."

"Ayolah, lu temenin aja, gak usah ngapa-ngapain."

"Tetep aja, ujung-ujungnya ntar gw lagi yang kena?"

Hendra pun cengengesan. "Ayo, Mir! Bantuin temen lah."

"Jawab dulu, mau penelusuran ke mana?"

"Ke Rumah Kosong di Jalan Gading, tau kan lu?"

"Ya."

"Katanya banyak Kuntilanak di sana. Gw pengen tau bener atau gak."

"Hadeh, gak ada kerjaan amat dah."

"Yuk, yuk, ntar gw kasih sesajen."

"OK!" Aku pun langsung setuju. "Nasi Bebek Penyet Komplit ya. Deal?"

"Sip," balas Hendra sambil mengangkat jempolnya.

"Gw siap-siap dulu bentar. Hus!"

"Oke gw tunggu di luar." Hendra ke luar kamar.

***

Setelah ganti baju, aku berjalan ke luar kamar. Terlihat Hendra sudah berdiri di parkiran. "Udah, Mir?" tanyanya.

"Udah."

"Lu bawa siapa, Mir?"

"Gak bawa siapa-siapa. Katanya gw gak usah ngapa-ngapain."

"Kalau ada apa-apa gimana?"

"Ya ... ntar juga pada datang sendiri."

Dilema memang, kalau mengajak si Tebo nanti Kuntilanaknya malah dipinang. Terus ... dibawa ke pohon nangka di samping kosan. Ujung-ujungnya tiap malem pada berisik. Tidak jarang malah mengintip penghuni kosan yang sedang mandi.

Kalau bawa Si Hitam atau Si Kingkong, bisa-bisa belum mulai sudah pada bubar duluan. Malahan bisa bikin rusuh, kaya kejadian di penelusuran sebelumnya. Jadi, kali ini biar aku sendiri saja, toh cuman Kuntilanak.

Hendra mengajakku berjalan ke jalan utama. Di sana sudah ada sebuah mobil minibus, terparkir di pinggir jalan. Terlihat beberapa orang sudah menunggu kehadiran kami.

"Banyak juga ya?" tanyaku.

"Berdelapan, sama lu."

Setelah memperkenalkan diri, aku pun langsung masuk ke dalam mobil, duduk di kursi paling belakang, di samping Hendra.

*

"Mas, kata Hendra penelusuran terakhir rusuh ya?" tanya salah satu teman Hendra, sebut saja Saiful.

"Iya," balasku.

"Itu gara-gara apa, Mas?"

Tidak mungkin aku bilang, itu semua karena ulah Si Kingkong melepaskan beberapa Jin anak kecil yang disekap oleh Jin Pesugihan.

"Ada yang sompral dan songong, jadi pada marah," balasku.

"Saran gw sih, nanti jangan ada yang sompral. Jaga sopan santun. Takutnya nanti ada yang ikut pulang kan berabe," sambungku.

"Iya, Mas."

*

Kami pun sudah tiba di lokasi penelusuran. Sebuah rumah megah yang sudah lama terbengkalai. Rumahnya memilki dua lantai. Cat temboknya sudah kotor menghitam dan hampir semua jendelanya sudah pecah.

Dari pagar depan sampai teras depan, sudah ditumbuhi ilalang. Jujur, aku lebih takut bertemu ular daripada penghuni rumah ini.

"Gimana, Mir?" tanya Hendra.

"Gimana apanya?" Aku bertanya balik.

"Rumahnya lah, rame gak?"

"Oh ... ya mayan sih, tadi udah ada yang duduk di atas atap sama balkon," balasku.

"Kunti?"

"Huuh."

Kami semua pun masuk ke dalam. Hawanya terasa sangat dingin sekali. Namun tiba-tiba, suasananya berubah menjadi lebih pengap. Beberapa anggota penyelusuran sudah mulai merasakan perubahan itu.

"Merinding banget gw," ucap salah satu anggota. Aku pun hanya tersenyum mendengar reaksi mereka.

Saiful mulai mengeluarkan kamera dari dalam tasnya, merekam situasi sekitar. "Oalah malah pada nge-vlog," batinku.

Bosan, aku mencari tempat duduk sambil menunggu mereka selesai nge-vlog. Terlihat sebuah papan kayu tergeletak dekat tembok. Tidak pakai lama, aku duduk di sana, sambil menyandarkan punggung ke tembok.

"Ada apa sih rame-rame." Terdengar suara wanita dari plafon yang bolong.

"Iya," sahut suara wanita lainnya.

"Ih, cakep banget."

"Aku mau yang itu ah ...."

"Itu cakep juga, yang duduk di deket tembok."

Aku pun menengadah, terlihat beberapa Kuntilanak sedang duduk di plafon yang bolong, sambil ongkang-ongkang kaki.

"Eh, dia liat ke sini, hihihihi," ucap salah satu Kuntilanak diiringi tawa genitnya.

"Ya Allah, udah mati aja mati masih begitu, gimana pas hidup," ucapku dalam hati.

Jumlahnya tidak hanya satu atau dua, tapi sudah puluhan Kuntilanak berkumpul, mengelilingi kami. Sebagian besar duduk di plafon dan tangga. Salah satu Kuntilanak mulai melayang-layang di atas kepala Hendra.

"Jangan ganggu dia, nanti ada yang marah," ucap salah satu Kuntilanak yang lebih senior. Dia sedang duduk di dekat tangga, matanya terus menatap ke arah Hendra. Aku hanya bisa tertawa geli, melihat tingkahnya.

"Yang ini aja, deh." Kuntilanak itu terbang ke salah satu anggota dan memeluknya dari belakang. Suara tawa 'mereka' pun saling bersahutan.

Kuntilanak yang sedang duduk di plafon sudah mulai turun mendekati Hendra dkk. Ada yang sedang menatap dari dekat. Ada juga yang meraba-raba anggota tubuh.

"Pegel ya?" kataku pada Saiful yang sedang memegang kamera.

"Iya, Mas," balasnya.

"Ada yang nyender di pundak lu tuh."

"Yang bener, Mas?"

"Iya, dua biji pula."

"Trus gimana, Mas?"

"Baca doa aja dalam hati, ntar juga pergi sendiri."

Sepertinya Saiful sudah membaca doa, terlihat dari tingkah Kuntilanak itu yang tidak nyaman, sedikit demi sedikit mulai menjauh.

"Ih ... kayanya dia bisa liat kita deh," keluh Kuntilanak itu.

"Masa sih?" balas Kuntilanak lainnya.

"Coba kamu cek!" perintah Si Kuntilanak Senior.

Salah satu Kuntilanak mulai melayang ke arahku. Dia melambai-lambaikan tangannya, tepat di depan wajah. Aku bergeming, berpura-pura tidak melihat. Setelah itu, dia mulai mengibas-ngibaskan rambut panjang ke wajah, geli rasanya. Lagi-lagi, aku berusaha menahannya.

"Kayanya gak bisa liat," ucap Kuntilanak itu lalu melayang menjauh dariku, kembali mendekati Saiful.

"Masa sih?" Datang Kuntilanak lain mendekat. Dia mulai membelai-belai rambutku, menyandarkan tubuhnya yang bau itu. Kututup mata, berusaha konsentrasi untuk melepaskan sukma.

"Nakal banget sih lu!" ucapku sambil menjambak rambutnya dari belakang.

"Ah ... sakit!" teriak Kuntilanak itu.

"Makanya gak usah iseng. Mandi sana! Badan lu bau."

"Ampun-ampun."

Seketika suasana ruangan menjadi riuh, banyak suara bersahutan.

"Dia bisa liat ternyata."

"Iya ... ih, kabur ah."

"Kasian Si Reni."

*

"Argh, lepasin saya, sakit tau!" ucap Kuntilanak itu, meronta.

"Pergi! Jangan ganggu, gak tau orang lagi mager apa!"

"Iya ... iya."

Kulepaskan genggaman.Kuntilanak itu pun langsung terbang menembus plafon.

*

Bau anyir bercampur busuk mulai menyeruak memenuhi ruangan. Aku sudah tau, ini pasti tanda kedatangan Kuntilanak Merah. Sepertinya Kuntilanak tadi mengadu pada pimpinannya.

Tidak hanya satu, ada dua Kuntilanak Merah mulai turun dari plafon. Dari wajahnya terpancar amarah yang lumayan besar.

"Pergi!" teriaknya sambil melotot ke arahku.

"Hihihihi ...." Kuntilanak Merah kedua tertawa melengking. Suara tawanya sampai terdengar oleh beberapa anggota penelusuran.

Beberapa anggota mulai mengalami sesak nafas, karena tubuhnya dihimpit oleh Kuntilanak. Yang lain, ada yang pusing, mual dan pundaknya berat. Dengan cepat aku berlari mendekati mereka, mengusir Kuntilanak itu.

"Dra, pulang sekarang!" ucapku pada Hendra yang tampak panik.

"Tapi, Mas ...," sela salah satu anggota.

"Pulang sekarang atau makin parah. Pemimpinnya udah marah banget itu."

Mereka pun menurutiku, mulai membereskan barang dan ke luar dari rumah. Namun ada yang masih belum puas. Kuntilanak Merah itu masih mengejar salah satu anggota, mendorongnya hingga jatuh tersungkur.

"Woi!" teriakku seraya membalikan badan dan bertolak pinggang. Kemudian melotot pada Kuntianak Merah itu.

"Jangan macam-macam kamu anak kecil," ucap Kuntilanak Merah.

"Yeeee ... mau gw kepang tuh mulut?" Terdengar suara dari sosok yang aku kenal.

"Tebo, ngapain lu di mari?" ucapku melelaui batin pada sosok Genderuwo itu.

"Disuruh Si Hitam (Macan Kumbang), padahal gw lagi asik tidur," balasnya.

"Hey! Tadi apa lu bilang? Badan borokan gitu, mau gw cakar-cakar?" sambungnya, seraya menunjukan kukunya yang panjang. Bahkan kuku Kuntilanak Merah itu pun kalah panjang.

"Beuh, kaya badanku lu bagus aja, Bo," sahutku lewat batin.

"Diem, Mir!" balasnya.

"Anak ini udah ganggu kami, dia juga melukai anak buahku," balas Kuntilanak Merah itu.

"Emang lu apain anak buahnya, Mir?" bisik Si Tebo.

"Gw jambak, abis ganggu banget." Si Tebo pun tertawa.

"Pergi, jangan balik ke sini lagi!" usir Kuntilanak Merah.

"Iya, ini udah mau pulang, lu malah dorong temen gw," balasku.

"Cepat pergi!"

"Cerewet bener nih cewek jelek. Gw iket di pager aja gimana?" tanya si Tebo.

"Jangan, ntar kalau ada orang lewat kasian."

"Yah ... percuma dong datang ke mari. Mending lu cepetan balik, Mir. Ntar makin rame. Gw juga lagi malas buang-buang energi lawan beginian. Mau lanjut tidur lagi," ucap Si Tebo.

"Iya," balasku.

"Awas ya, kalau ada anak buah lu yang ngikut. Gw makan!" ancam Si Tebo, membuat Kuntilanak yang tadi menonton di balkon dan atap, langsung berhamburan ke dalam rumah.

"Gimana, Mir? Ada yang ikut gak?" tanya Hendra.

"Aman, gak ada yang ngikut kok," balasku. "Udah pada enakan?" tanyaku pada semua anggota penelusuran.

"Alhamdullilah, Mas. Udah gak mual sama pusing lagi," balas Saiful.

"Sebelum pulang baca doa dulu."

Setelah berdoa, kami pun masuk ke dalam mobil. Kemudian pergi meninggalkan lokasi.

"Mir, tadi kenapa sih sampe marah?" tanya Hendra.

"Hmm ...." Aku tidak bisa mengungkap alasan sebenarnya. Kan aneh, masa gara-gara menjambak rambut Kuntilanak. "Mereka keganggu aja sama kehadiran kalian," ucapku.

"Owh begitu, emang lu gak minta izin dulu, Mir?"

"Enggak," balasku cengengesan sambil menggaruk-garuk kepala.

"Pantesan."

SEKIAN

Continue Reading

You'll Also Like

14.4K 500 90
Kumpulan "kepingan memori" random yang terkadang gaje Dpt berupa, potongan scene, oneshots, ide cerita, atau hanya sekedar quotes numpang lewat dan t...
10.9K 1.6K 22
reader x kim chi yeol bagaimana jika suatu hari kalian terbangun dan menjadi tokoh tambahan dalam sebuah drama? sad ending pula. mampukah kalian meng...
4.2K 551 22
Tidak ada seorang pun yang mau disuruh mengerti ketika dihadapkan oleh perkara kehilangan. Tidak seorang pun termasuk aku. "Kau tahu, Ni. Aku tidak m...
278K 29.3K 47
Gilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum me...