DESTINY IN MY LIFE || [PJM]✓

By rezamelissaa

94.1K 9.7K 1.4K

"Anak kecil harus pulang." Jimin menggenggam tangannya. Berharap yang ia cari sedari tadi bisa ia bawa kembal... More

| FOREWARD |
| Prologue |
Part 1
Part 2
Part 3
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38- END!
Extra Chapter🔥
Destiny 1'Nuit.
Update

Part 4

2.5K 277 35
By rezamelissaa

Gimana kabarnya?

Pertama-tama aku mau bilang terimakasih buat yg udah vote dan ikut komen🤗

Selain itu, oiya, aku mau ngajak juga nih buat kita semua menghilangkan kebiasaan buruk heheheh
....
Pertama, jangan jadi sider gaib🥺🙈
Kedua, komenan "next kak, next next next" seperti itu lebih baik di ganti dengan kritik atau saran bagaimana cerita/tulisan aku yg kalian baca.

Percaya deh, kadang writerblock ini terjadi karna minimnya tanggapan/bukti antusias reader/pembaca pada sebuah cerita. Jadi, si penulis hilang semangat karna ditampar fakta maybe story dia sepi interaksi dan ulasan. gitu.

Kalo ada yg kurang, kritik/saran aja gpp. Tapi yang sopan yaa 🤗

Oke , kalo gitu sekian... dan selamat membaca 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻

Ailabyu piw piw 😍😍

....

Siang menunjukkan pukul dua belas. Waktunya istirahat setelah memakan beberapa mata pelajaran dari pagi tadi. Alisa bersama dua sahabatnya sudah memegangi makan siang mereka hari ini ditangan masing-masing. Beruntung hari ini mereka keluar sedikit awal. Itu juga alasan kenapa antrian tidak terlalu panjang dan mereka bisa mendapatkan tempat duduk dibarisan terdepan.

Alisa mengeluarkan ponsel baru nya dari dalam kantong. Mengambil foto dirinya dan foto makanan yang berada diatas meja lalu mengirimnya kebeberapa kontak.

[To : Kakak Tampan]

--pict--

Hari ini makan dengan omurice, sosis keju, sandwhich dan juga kimchi. Enakk!!

[Send]

Setelah pesan ke kontak pertama terkirim Alisa pun tersenyum geli, tidak sabar menunggu balasan sang kakak yang hobi sekali makan. Selang beberapa menit, tangan Alisa lanjut lagi mengirimi pesan untuk kontak ke dua.

[To : Pria kolot jas hitam!]

--pict--

Aku sedang makan siang. Oppa! jangan lupa makan siangnya. Semangat bekerja :-*

JANGAN LUPA MENJEMPUTKU PULANG SEKOLAH hehehe, hwaiting!!

[Send]

Setelahnya Alisa masukan kembali ponsel tadi kedalam kantong. Ditatapnya dua sabahat yang entah sejak kapan sedang memperhatikan. Alisa menggaruk belakang kepalanya karna salah tingkah. Kemudian dia tersenyum kikuk.

Sebelumnya Alisa menghela napas. Lalu berucap, "Selamat makan." masih kikuk karna tatapan kedua sahabatnya tentu saja seperti biasa. Curiga.

Dan saat ingin mengiris sosis yang beda diatas foodtray, salah satu sahabat Alisa pun bersuara. "Sejak kapan kau mulai mengabari seseorang sampai mengirimkan fotomu dan makanan yang akan kau makan?" Itu suara Aera. Si gadis bar-bar yang selalu mengomentari apapun yang ia lihat tidak wajar dimatanya.

Dan sepertinya, dengan Alisa mengirimi pesan singkat kepada Taehyung dan Jimin adalah hal yang tidak wajar untuk Aera.

Melihat ekspresi Aera yang belum berubah, Alisa kembali tersenyum. Dia mengusap-usap lengan Aera harap-harap cemas. "Hehehe... aku sedang senang menggodanya." ungkap Alisa jujur. Dia memang sedang senang dan menikmati keprustasian Taehyung dan Jimin dengan parlelentenya.

Terlihat Aera menaikkan sebelah alis. Oke, dia sedang menelisik. Ini yang Alisa paling tidak suka. "Pria tua itu?" kemudian Aera mengambil ponsel Alisa dan membolak-balikkannya. "Apa karna dia membelikanmu ponsel baru kau jadi seperti ini?"

Alisa hanya menelan ludah meski susah payah. Gadis yang berada disampingnya ini memang terbilang manusia tersulit untuk dihindari selain pasrah diri dan yah—jika Aera tidak suka maka gadis itu tidak akan berhenti mengomeli.

"Bukan Ae"

"Alisa, apa dia sedang menjampi-jampi mu?"

Mendengar itu Alisa langsung memukul bahu Aera sembarangan. "Dasar bodoh!" jejalnya.

"Akhhh—Waeeee? " (Kenapa?) sambil memegangi bahunya yang terada pedih karna di pukul Alisa barusan.

"Sudahlah, lanjutkan makan mu." Alisa mengambil kembali ponselnya yang berada di tangan Aera. Memasukkannya kedalam saku dan meneruskan memotong sosis yang berada di atas foodtray.

Sedangkan Aera masih menatap temannya ini mengunyah dengan perasaan tidak bersalah. "Berhenti menatapku seperti itu Go Hye Ra!Makan makananmu sekarang atau—" Alisa mengangkat pisaunya ke atas lalu memberikan gerakan kecil seperti menyayat leher. "Makan! Jangan banyak bertanya lagi." bentak Alisa mencairkan suasana.

Aera yang baru saja ditagasi pun memutari kedua bola mata. Oke, introgasi cukup sampai disini. "Baiklah, nyonya." ejeknya. Dan hal itu cukup menarik kedua sudut bibir Lyra. Si gadis lugu dan tidak banyak bicara itu ketika memperhatikan dua temannya.

Ketiganya pun melanjutkan makan siang mereka dengan tenang. Hingga beberapa menit berlalu, suara notif dari ponsel Alisa menarik perhatian Aera dan Lyra bersamaan. Alisa tersendak mendadak ketika melihat kedua temannya antusias. Bahkan kedua mata Aera membulat ingin tahu.

Alisa tidak bisa menyembunyikan tawa nya. Aera dan Lyra begitu lucu. "Kalian kenapa?" sambil tertawa pelan. "Ingin tahu yaaaa???"

Lyra langsung menarik kembali kepalanya yang sudah memanjang ingin melihat. Begitupun dengan Aera. Gadis itu menghela nafas dan memperhatikan gaya duduknya. Sepertinya ketara sekali kalau mereka sangat penasaran.

Tapi Alisa dengan enteng mengeluarkan ponsel lalu meletakkan ditengah-tengah meja. Dia menyentuh aplikasi bernamakan Pesan yang masih terkunci dengan deteksi wajah.

"Mendekatlah," tentu saja yang di mintai adalah kedua temannya. "Kita akan melihat siapa yang mengirim pesan."

Dengan cepat Aera dan Lyra bangkit dari kursi. Kepala mereka menyatu beberapa centimeter diatas dan selurus dengan ponsel yang Alisa letakkan diatas meja. "Aku akan membuka kuncinya." aba-aba Alisa saat menyentuh layar ponsel yang memunculkan tulisan; gunakan wajah atau masukan pin.

Sungguh! Karna Aera yang memulai dan memancing Alisa di awal. Sekarang Alisa pun ikut tidak sabaran membuka pesan tersebut. Padahal biasanya, setiap ada pesan masuk pun Alisa akan biasa saja. Tapi, keingintahuan kedua temannya membuat Alisa juga ikut berdebar tidak karuan. Apa saat ini Alisa sedang berharap Jimin yang mengirimkan pesan?

Aplikasi Pesan itu pun terbuka setelah wajah Alisa terdeteksi disana. Memunculkan beberapa pesan yang masih berjejer belum di baca. Bahkan Aera tidak sengaja juga melihat namanya di urutan keempat dengan delapan belas pesan belum di buka oleh Alisa. Sedikit kesal sih mengingat hari itu Aera benar-benar membutuhkan pertolongan temannya yang satu ini. Tapi hal itu tidak berarti apa-apa ketika kedua mata Aera hanya tertuju pada kontak bernamakan Pria Kolot jas hitam!

Aera menatap Alisa, bersamaan dengan Alisa menaikkan satu alisnya lalu menghela nafas. "Kau ingin membukanya? buka saja." Alisa pun mempersilahkan.

Oh tentu saja, terimakasih temanku. Batin Aera bersorak. Tangan kanannya dengan cepat menyentuh pesan yang baru dikirim satu menit lalu. Setelah pesan pun terbuka, lagi-lagi Aera menatap Alisa sambil ternganga.

"What!" kedua tangan Aera terangkat sejajar dada. "Hanya Oke saja?" katanya. Lantas Aera menggeleng lagi. "Kenapa suamimu menyebalkan sekali" sedetik Aera baru mengerti, pantas saja Alisa memperbolehkan dia membuka pesan suaminya pertama kali.

Sekarang Aera ikut kesal melihat sahabatnya diperlakukan sedingin es—ah tidak, mungkin lebih dingin dari itu.

"Biasalah," apa lagi yang bisa Alisa katakan. Alisa pun duduk kembali ke kursinya, menyudahi topik tidak penting yang menyita waktu makan siang mereka. Diikuti Aera yang langsung menyeruput es kopi yang mereka pesan dengan rakus.

Tapi tidak lama kemudian ponsel Alisa kembali berbunyi. Notif nya pun sama. Itu berarti sebuah pesan kembali diterima. Lyra yang menatap kedua temannya tampak biasa saja pun inisiatif berdiri.

Diliriknya Alisa—sang pemilik, terlebih dahulu. "Kau tidak ingin melihatnya?"

Alisa langsung menggeleng tidak berminat. Kemudian Lyra mengalihkan pandangan pada Aera. Namun, belum juga bersuara, Aera seperti sudah tahu apa yang akan ia katakan. Jadi gadis itu langsung menjawab sebelum ditanya.

"Tidak." katanya dengan tegas.

Dan Lyra mengangguk paham. Baiklah kalau begitu biar dia saja yang membuka pesannya. Mana tau ada pesan yang penting. Dan benar saja, saat Lyra menjatuhkan kembali tatapannya pada deretan pesan-pesan di ponsel Alisa. Matanya terkunci dengan nama kontak yang beberapa saat lalu mereka lihat bersama.

Lyra spontan menutup mulutnya dengan satu tangan. Tangan nya tidak sabaran memberikan ponsel itu kepada Alisa. "Li-lihat..." Lyra sampai tergagap saking menantangnya Jimin dimata mereka. "Dia mengirimkan pesan lagi, dan lihat apa katanya beritahu jika sudah pulang.." Lyra pun mengeja kalimat yang ia baca. "Wahh, Alisa... suamimu benar-benar mengejutkan."

Melihat itu, Alisa pun membuka pesan Jimin dengan cepat. Dan ternyata—ZONK!

Beritahu jika sudah pulang! dan supir akan menjemputmu.
Jangan menunggu ku!

Alisa menghela napasnya berulang kali seraya menatap tajam pada pesan yang masih ditampilkan. Ketiganya saling menatap penuh arti seolah mencari jawaban atau sebuah rencana yang tersirat di netra masing-masing. Kemudian Aera mulai bicara ditengah heningnya sekitar mereka.

"Laki-laki seperti ini harus merasakan keadaan yang sama, Alisa." Jujur Alisa tidak mengerti. Jadi dia memilih memasukkan kembali ponselnya kedalam kantong dan mendengarkan Aera kembali bicara. "Kau harus bisa membalikkan keadaan. Harus!"

"Bagaimana caranya?"

"Dia harus mencintaimu lebih dulu." sela Lyra ditengah Aera ingin berucap. Dan Aera setuju. Gadis yang memiliki wajah minimalis itu menjentikkan jarinya mendukung.

"Lyra benar, kau harus membuatnya tertarik padamu."

Mendengar itu Alisa melemah, punggungnya sedikit membungkuk saat menyesap es kopi yang terasa susah akan jatuh ketenggorokan. "Kami tidak akan bisa saling mencintai kecuali sebatas teman." kemudian Alisa tersenyum. "Aku hanya ingin berteman dengannya."

"Tapi kenapa?" Lyra si gadis lugu itu pun tampak heran. "Kalian sudah menikah. Dan menjalin pertemanan bukan pilihan yang tepat disaat kalian sudah berstatus suami istri."

Entahlah, Alisa tidak yakin ini patut ia ucapkan atau tidak. Tapi ketika menatap dua temannya seolah mencurigai lagi, akhirnya Alisa pum berucap. "Dia tidak akan bisa mencintaiku disaat ada gadis lain yang sangat ia cintai."

"APA!" Spontan Aera meninggikan suaranya karna terkejut. Lyra dengan cepat menahan tangan Aera yang hendak berdiri dari kursi agar duduk kembali. "Ya! Apa kau gila?"

Dengan polosnya Alisa menggeleng. "Aku masih waras, kenapa?"

"Dasar sinting!" Aera puj tidak tahan untuk tidak memukul kepala Alisa karna kesal. Alhasil Alisa pun mengaduh kesakitan sambil mengusap belakang kepalanya. "Wahhh, tolong ceramahi temanmu yang satu ini dengan baik-baik, Lyra-ya." dada Aera naik turun menaham iblis yang berada dalam tubuhnya tidak keluar.

Tidakkah Alisa bodoh ini melihat dirinya sedang emosi? Bisa-bisanya dia tetap memasang wajah polos seperti itu. Jika Lyra tidak telaten mengusap-usap punggungnya dan berhasil meredakan amarah, mungkin kaki meja yang menjadi tempat mereka makan pun sudah tidak berada ditempat semestinya, sungguh!

Tidak, tidak. Mana mungkin Aera bisa melakukannya. Meja itu berat hehehe..

"Alisa.." sebagai sahabat yang baik dengan pemikiran paling dewasa serta pembawaan yang tenang, Lyra berucap begitu lembut pada temannya. Barangkali jawaban dari pertanyaan yang akan Lyra tanyakan bisa sedikit meredakan amarah Aera yang sangat tidak terima kalau sahabatnya itu tidak seberuntung yang mereka pikirkan. Akhirnya Lyra pun bersuara, "Apa kau mengetahui ini sejak awal?"

Sekali lagi—tanpa berdosa Aera memukul Alisa, saat gadis yang sedang menjadi istri seorang Presdir itu mengangguk. Setelahnya Aera berdiri dari kursi tanpa bisa lagi Lyra tahan karna nampaknya Aera benar-benar marah.

"Kau mau kemana?" tanya Alisa dengan lembut.

Aera tidak langsung menjawab. Butuh beberapa detik agar si gadis blasteran Jerman-Korea itu kembali bersuara. "Dasar gadis bodoh!" katanya, sebelum memutuskan pergi meninggalkan Lyra dan Alisa ditempat mereka yang seharusnya menghabiskan makan siang.

🐣🐣🐣🐣🐣

Malam menunjukkan pukul dua dini hari. Jimin bersama Han—pengawal pribadinya baru sampai di rumah. Mobil mahal yang menjadi kebanggaan Jimin itu pun baru saja berhenti bersuara saat Han mematikan mesin mobil dan berlari keluar untuk memapah bos nya.

Iya, Jimin mabuk.

Entah berapa botol yang sudah ia tegak tanpa dosa, hingga akhirnya tumbang.

Han dengan dua pengawal lain membantu Jimin untuk masuk kerumah dengan mengendap-edap. Sebab tidak etis rasanya jika Yohan dan Sora—orang tua Jimin, mengetahui keadaan putra kebanggaan mereka. Dan lebih tidak baik lagi jika mereka mengetahui alasan putranya berantakan seperti ini.

Iya, hancur. Jimin hancur hanya karna seorang wanita yang berkali-kali mengatakan Tidak dan Benci secara bersamaan.

Han mengetuk pintu kamar yang Jimin dan Alisa tempati. Suara nya bahkan dibuat sangat kecil penuh perasaan agar tidak membangunkan tuan dan nyonya rumah ini.

Beberapa lama, sebenarnya Han heran harus bagaimana karna Alisa tidak kunjung membukakan pintu. Dan saat ingin mengetuk sekali lagi, ternyata Alisa sudah menarik kenop pintu lebih dulu. Pemandangan pertama kali yang ia dapatkan adalah Jimin dengan wajah telernya sedang di papah oleh dua bodyguard.

Tidak banyak reaksi yang bisa Alisa keluarkan selain menutup mulutnya dengan tangan. Karna saat Alisa sedikit tergelonjak, Han langsung menempatkan jari telunjuk didepan bibir. Meminta Alisa untuk tidak bersuara. Maka dengan begitu Alisa pun langsung mempersilahkan mereka masuk agar membaringkan Jimin diatas tempat tidur.

"Apa yang terjadi?" Alisa bertanya pada Han setelah dua bodyguard tersebut keluar dari kamar.

Tampak jelas Han begitu keberatan akan mengatakan alasan kenapa bisa seperti ini. Jadi, Alisa pun mengalihkan topi. Dia tidak ingin memaksakan jika Han tidak mau mengatakan apa pun.

"Kalau begitu katakan apa yang harus aku lakukan sekarang?" Alisa memberikan opsi lain ketika Han tampak tidak bisa menjawab pertanyaan sebelumnya. "Aku tidak mengerti apa pun."

"Ganti pakaian nya dan berikan dia minum air hangat. Kalau bisa buat dia muntah."

"Muntah?" kening Alisa spontan mengkerut dengan manik menyipit. "Bagaimana? A-aku—"

"Begini saja, ganti pakaiannya. Beri dia minum air hangat dan—" Han sedikit berpikir saat yang ia tatap benar-benar anak kecil yang polos tidak mengerti apa pun soal ini. "Aku tidak tahu apa yang akan kau lakukan, tapi Presdir harus muntah malam ini." jelas Han berharap Alisa bisa mencernanya dengan baik.

"Tapi kenapa?" Alisa masih saja tidak mengerti. "Apa terjadi sesuatu?"

"Besok Presdir ada konferensi pers soal kerjasama antara PJM Holding Group dengan Bigtri Entertainment."

Mendengar itu Alisa pun mengangguk seolah mengerti.

"Presdir harus hadir tepat waktu dalam keadaan segar, Nona." sekali lagi, Alisa pun mengangguk cepat.

"Buat dia muntah agar kesadarannya kembali. Jika besok Presdir tidak menghadiri acara  itu, maka—"

Alisa spontan menepuk lengan Han seraya tersenyum. "Saat ini aku sudah  mengerti apa yang harus aku lakukan. Terimakasih, Han-ssi! "

Han langsung membungkuk. "Selamat malam, Nona." dibalas Alisa pun dengan membungkuk.

"Aku mempercayakannya padamu." tambah Han sebelum keluar dari kamar.

Dan kini hanya ada Alisa dan Jimin.

Menghela nafas, Alisa pun perlahan mendekat. Ditatapnya Jimin yang masih melantur tidak jelas. Tubuhnya sangat pekat dengan alkohol yang mendominasi. Tatapan matanya sayu-sayu pandang. Mungkin kalau ditampar pasti Jimin tidak akan kesakitan. Karna buktinya saat ini Alisa sudah mencubit gemas dan Jimin tidak sadar atau mengaduh kesakitan.

Beberapa detik memaku, Alisa kebingungan apa yang pertama kali harus ia lakukan. Memukul-mukul perut Jimin sampai muntah? Memukul punggungnya atau mengganti baju pria ini lebih dulu?

Alisa pun mengais ponselnya dan mencari opsi termudah agar bisa muntah di internet. Oke, sudah ketemu. Tertulis disana kocok dua butir telur dengan air hangat dalam wadah diameter 20, lalu dekatkan kehidung hingga amis dari telur akan membuat si pencium merasakan mual.

Lama berpikir kembali, Alisa memutuskan untuk mengganti baju Jimin lebih dulu. Dibukanya kancing kemeja itu perlahan dan menampilkan dada bidang yang—mungkin sudah terbilang sering selama menikah Alisa lihat.

Alisa meletakkan tangan diatas dada Jimin. Mengusapnya perlahan sambil menikmati ekpresi geli Jimin dalam keadaan tidak sadar. Dia mengerang tapi suaranya tidak terdengar.

"Apa yang kau lakukan?"

Alisa hanya tersenyum. Tangan nya terus saja mengelus dada Jimin hingga pria itu akhirnya menyingkirkan tangan Alisa. "Jangan lakukan ini padaku."

Mendengar itu Alisa terkekeh tidak tahan.

"Memangnya kenapa? Aku suka melakukannya." sambil kembali mengelus dada Jimin lebih lembut dan begitu pelan. Alisa yakin Jimin pasti meremang.

"Aa-aahhhhhhh,"

Alisa langsung menutup mulut Jimin dengan tangannya sambil tertawa. "Kenapa mendesah?" entahlah, ini seperti sebuah lelucon. Jimin terlihat sangat tidak berdaya. Dan Alisa suka.

"Apa yang sudah kau lakukan gadis sinting!" Jimin mengumpat tidak tahan sambil satu tangannya memegang kepemilikannya dibawah sana. Melihat itu Alisa semakin tertawa.

Alisa pun mendekat, semakin dekat hingga jarak wajahnya dengan wajah Jimin hanya beberapa centi saja. Alisa menatap Jimin lekat-lekat, bak wajah ini memanglah yang ia inginkan. Candu sekali melihat bibir merah nan tebal itu ditengah redupnya kamar. Cahaya lampu taman yang masuk dari celah gorden seolah mendukung bagaimana keseksian Jimin malam ini meski dalam keadaan tidak sadar.

Alisa kembali memutus jarak dan menyelipkan wajahnya di ceruk Jimin. Mengecupnya sebentar hingga menghasilkan suara. Kemudian Alisa lanjut meniti wajahnya mendekat disamping telinga Jimin. Gadis itu pun berbisik.

"Haruskah aku melakukan sesuatu?" dengan hembusan nafas yang terasa panas dan begitu sensual didengar.

Jimin pun langsung menggelinjang. Respond yang bagus. Melihat itu Alisa menarik sudut bibirnya bangga. Tidak sia-sia dia membaca novel 21+ untuk mendalami peran si gadis yang dominan.

Tapi senyum bangga itu mendadak pudar seperti desiran darahnya, bak pasir yang diterjang ombak. Hilang dan habis mendadak kala Jimin mendesahkan sebuah nama yang Alisa kenali tapi tidak Alisa mengerti juga bersamaan.

"Hyejin-ah! " lirihnya tidak berdaya.

Jimin mencengkram tangan Alisa dan menariknya untuk digenggam. Hal itu membuat Alisa berada diatas tubuh Jimin. Menyaksikan bagaimana Jimin mengecup tangannya berulang kali dan menyebut nama itu lagi.

"Shin Hyejin!"

Spontan Alisa menarik tangannya kembali. Sorot matanya berubah jadi menelisik.

"Bertahanlah demi janjiku." ucap Jimin begitu pelan, dan terdengar rapuh..

Deg

Alisa menutup mulut tidak percaya. Dia kaget. Pertama kalinya Alisa berpikir bahwa kebanyakan orang yang sedang mabuk, mereka akan berkata jujur.

"Oppa, mencintai Shin Hyejin?"

Alisa sendiri tidak mengerti kenapa ia bisa berkata demikian. Tapi, bukankah Alisa sudah tahu juga kalau Jimin memang mencintai seorang gadis. Apa itu Shin Hyejin gadis yang bekerja sebagai skretarisnya?

Lama—Jimin hanya mengerang tidak jelas. Bentuknya semakin kacau. Apalagi ketika Alisa merasakan sesuatu dibawah sana semakin mengeras. Agaknya Jimin terangsang karna sentuhan tangan Alisa di dadanya.

"Jawab! Apa kau mencintai skretarismu?" desak Alisa masih dalam posisi diatas tubuh Jimin.

Dan yah—Jimin kembali menarik Alisa dan menangkup wajahnya. Ada perasaan gelisah, tidak nyaman dan takut yang ia rasakan. Apalagi saat Jimin perlahan membawa wajahnya turun, Alisa spontan memejam.

Jimin menciumnya.

Mencium bibirnya—untuk pertama kali.

Yang bisa Alisa lakukan hanya mengepalkan tangan karna takut. Dan entahlah—bukankah seharusnya Alisa melepaskan tautan itu? Tapi Jimin bagai hipnotis yang mengurung Alisa dalam sebuah kebodohan.

"Terlepas kau sekretarisku atau bukan," Jimin berucap dengan serak setelah melepaskan tautan untuk beberapa detik. "Aku hanya mencintaimu, Hye."

Setelah itu Jimin menciumnya lagi. Lagi dan lagi. Dengan ritme berbeda dan sedikit menuntut. Alisa tidak tahu bagaimana cara menyudahi ini. Karna berciuman dengan Jimin ternyata sebuah candu. Candu karna Jimin yang pintar memperlakukannya dan Jimin yang pintar membuat Alisa semakin terlihat kecil didalam pelukannya.

Sial! tubuhnya terlalu hangat dan nyaman.


















Go Hye Ra (Aera)
Jerman-Korea, 19 tahun.

Lee Cou Ra (Lyra)
Cina-Korea, 19 tahun




Hayoooolllloooooooo 🤭🤭🙈

Seneng ga?

Seru ga?

Nyambung ga?

Ayokkk komen hehehhe

Continue Reading

You'll Also Like

68.4K 6.1K 40
[COMPLETED] Kejadian yang terjadi 15 tahun lalu membuat Taehyung dan haeri saling terikat dengan janji suci. Pada awalnya memang tidak ada keterta...
99.6K 10.8K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
51.6K 6.1K 32
[𝙒𝙖𝙧𝙣𝙞𝙣𝙜! 𝙈𝙖𝙩𝙪𝙧𝙚 𝙘𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣𝙩 +²¹] Bagaimana jika seseorang pria dewasa berusia 28 tahun menikah dengan gadis remaja yang genap akan b...
544K 35.7K 60
Kim Taehyung pengusaha tampan dengan segala pesona dan Hasrat sialannya. Mencari kenikmatan yang dia rasa tak pernah didapatkan. Bermain dengan wanit...