Our Story

By lnanrlna

542 274 199

BISA BERIMAJINASI SESUAI KEINGINAN KALIAN:) DI HARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK SE... More

Bio(narasi)
Rino-Patah Hati 1
Runi-Patah Hati 2
Sad but Happy
Pernyataan Bodoh
Cewek Rapuh
Memastikan Sesuatu
Penjelasan Sebenarnya
Si Penakut vs Si Cengeng

Terpaksa Berbohong

17 8 9
By lnanrlna

7. Terpaksa Berbohong

Berbohong adalah salah satu cara agar aku tidak melihatmu begitu terluka.
-Rino Prasetyo Mukti-

"Lo harus masuk ke rumah itu!"

Rino terbelalak kaget mendengarnya, bisa-bisanya Runi menyuruh dirinya untuk masuk ke rumah mantan pacarnya, kalau Tira tahu dia bakal salah paham apalagi kalau ibunya Tira tahu mereka sudah putus. Makin salah paham dan mau di taro dima mukanya.

"Yuk kita pulang, lo sakit kan?" Rino malah menyeret Runi menuju motornya kembali, ia tak ingin mendengarkan omongan Runi selanjutnya dan tidak mau melakukan apa yang dikatakan Runi yang menurutnya tidak masuk akal.

Runi melepaskan tangan Rino, lalu ia memohon pada Rino dengan wajah memelas. "Rin, plis bantuin gue, cuma lo yang bisa buktiin kalau mereka gak ada hubungan apa-apa."

Setelah mendengar bahwa yang bersama ayahnya adalah ibu Tira, ada sedikit kekecewaan dalam hatinya, tapi akan dengan mudah mengetahui hubungan mereka jika Rino tidak menolak permintaannya, secara Rino pasti sudah kenal dengan ibunya Tira.

"Runi gue mau melupakan, bukan memperbiki hubungan," kekeh Rino.

"Gue gak nyuruh lo perbaiki, gue cuma nyuruh lo masuk dan tanya ada hubungan apa mereka."

"Gak segampang gitu Run, bakal jadi ribet Runi, kalo Tira sampai tahu gue ke rumahnya apalagi gak ada tujuan, sama aja gue membuka harapan buat dia," jelas Rino.

"Plis Rin, bantuin gue. Lo tahu kan gimana rasanya di selingkuhin? nah itu yang bakal dirasain ibu gue. Gue gak mau ngelihat ibu gue sedih. Plis Rin." Runi terus memohon pada Rino, berharap Rino akan mengerti dan bisa melakukannya. Runi tahu bahwa Rino pasti sudah dekat dengan ibunya Tira jadi, ia bisa lebih leluasa dan tidak canggung.

Rino berpikir, memorinya kembali teringat kejadian menyakitkan yang menimpa dirinya beberapa hari yang lalu, memang rasanya begitu sakit. Rino merasa kasihan membayangkan ibunya Runi yang harus menerima kenyataan suaminya berselingkuh. Rino menelan salivanya. "Ok gue bantuin lo, gue kasihan sama nyokap lo."

Wajah Runi tampak bahagia mendengarnya. "Rino jangan kepaksa ngelakuinnya, entar gak dapet pahala!" Runi setengah berteriak mengatakannya. Rino benar-benar malas jika bukan karena kasihan pada ibunya Runi.

"Brisik!" Rino berjalan, menghiraukan omongan Runi. Ia masih bingung tidak tahu harus berbicara apa pada ibunya Tira.

Kini tubuhnya sudah berada di depan pintu besar, Rino menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Ia masih diam memikirkan apa yang harus dibicarakan, kakinya terus digerakan, matanya sesekali di pejamkan lalu mengusap wajahnya. Segala ritual sudah diIakukan, kali ini ia benar-benar merasa sangat gugup. Rino mencoba mengetuk pintunya tapi ia urungkan ia masih tidak tahu apa yang harus ia katakan.

"Oke. Bismillahirahmanirahim." Rino mendapat ide yang mungkin idenya ini akan membelitkan dirinya sendiri, ia langsung mengetuk pintu rumah Tira, tak ada orang yang membukanya, tangannya beralih menekan bel yang ada di sana. Tak lama pintu terbuka memperlihatkan wanita paruh baya yang tak asing di penglihatannya. Ia adalah Bi Nonoh pembantunya Tira.

"Eh Den Rino, ada apa ke sini?" sapa Bi Nonoh ramah.

"Mau bakar rumah bi, hehe canda bi."

Bi Nonoh tertawa mendengar ucapan Rino. "Bisa aja ah, bukannya jam segini masih sekolah ya?" tanya Bi Nonoh heran. Rino berusaha agar terlihat tenang.

"Iya, saya mau ambil barang bi."

"Di suruh non Tira?"

Tanpa menjawab pertanyaan bi Nonoh, sebuah suara datang bersama pemiliknya, menghampiri bi Nonoh dan Rino yang tengah berbicara. "Siapa bi?" ujarnya lalu menatap Rino sambil tersenyum. Bi Nonoh pamit meninggalkan mereka.

Rino tersenyum sambil bersalaman menatap ibunya Tira. "Eh, calon mantu, ada apa ke sini?" tuturnya lembut, yang Rino bingung apakah ibunya Tira mengetahui dirinya putus atau tidak. Tapi mungking belum tahu dirinya putus, oke Tenang. Tenang.

"Ah Tante bisa aja, saya mau ngambil buku Tan," ucap Rino sambil tersenyum manis, ia tak tahu harus beralasan apa, ia hanya teringat bahwa ia pernah memberikan Tira buku. Ia tidak berniat untuk mengambilnya kembali, hanya saja ini ke pepet, karena yang ada dipikirannya hanya ada ide itu tidak ada yang lain.

"Oh ... bukannya, sekarang masih jam sekolah ya?" pertanyaan yang sama dilontarkan ibunya Tira.

"Iya, tapi udah ijin kok."

"Ouh yaudah masuk dulu yuk, biar tante cariin." Ibu Tira mempersilahkan Rino masuk, mereka berjalan menuju ruang tengah. Semuanya masih sama tidak ada yang berubah, memorinya kembali mengingat ketika ia dan Tira bermain bersama, belajar bersama, sementara ibunya Tira memasak dengan ayahnya Tira ketika masih ada, lalu mereka makan bersama, rasanya Rino punya dua keluarga yang sama-sama bahagia. Ibunya Tira benar-benar memperlakukannya dengan baik layaknya anak sendiri.

Rino berjalan menuju ruang tamu untuk duduk sambil menunggu ibunya Tira kembali mengambil buku di kamarnya Tira.

"Duduk Rin." Daren, ibunya Tira mempersilakan Rino duduk, tapi Rino malah termatung di tempatnya, ketika melihat ada seseorang yang berdiri di hadapannya sambil tersenyum tak canggung, benar-benar tak asing dipenglihatannya.

"Lah om? kok ada di sini bukannya udah ...." Rino menggantungkan perkataannya kaget, ketika mendapati seorang laki-laki yang ada di rumahnya Tira. Tentu ia mengenalnya, ia adalah mantan pacar Daren, ibunya Tira dan sekarang mereka bersama. Daren yang mendengar itu, memberhentikan langkahnya lalu berbalik melihat Rino.

"Kita balikan lagi Rin, jadi waktu itu cuma salah paham." Daren menjelaskan sambil tersenyum kikuk, ada sedikit rasa malu di wajahnya.

Ya, ketika Ayah Runi meninggal tidak lama Ibu Tira dekat dengan seseorang dan mereka memilih menjalin hubungan karena sama-sama nyaman. Entahlah, Rino tidak mengetahui begitu rinci.

"Tante udah kek anak muda aja, putus nyambung ya," seru Rino sambil tertawa tak mengerti, ia hanya mencoba menetralkan kembali suasana yang mulai membeku. Dunia memang sempit dengan mempertemukan orang yang sama. Daren terkekeh kecil, ia mengetahui bahwa Rino memang suka becanda dan prontal.

Rino tak percaya. Jadi, dia adalah ayah Runi? selama ini Rino sudah mengenal ayahnya Runi? dan sudah tahu seberapa lama hubungan mereka? benar-benar amazing. Ia adalah sumber dimana semuanya akan hancur jika dia berbicara bahkan hanya sedikit pun tentang yang sebenarnya entah kepada Daren, ibunya Tira, atau Runi anak dari laki-laki dihadapannya.

Rino menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat perhatian Daren teralihkan. "Kamu kenapa, Rin?" tanya Daren, sambil tersenyum, sementara laki-laki itu masih berdiri menatapnya.

Rino tersadar kembali. "Eh nggak tante, cuma hebat aja waktu itu kan tante sampai nangis hebat, sekarang malah balikan lagi, hehe," cengir Rino blak-blakan sambil tertawa diikuti Daren. Mereka teringat ketika Daren pulang ke rumahnya dengan keadaan menangis kesakitan.

"Namanya juga cinta Rin," ledek Bimaja sambil tersenyum manis pada Daren. Membuat Rino geli sendiri.

"Apa sih mas." Rino ingin segera pergi dari tempatnya, terlalu muak dengan apa yang dilihatnya.

"Jadi Rin, waktu itu dia tiba-tiba mutusin, ketika ngeliat saya berbicara sama klien saya. Dia salah paham dikiranya saya selingkuh." Bimaja, ayah Runi turut menjelaskan tanpa diminta, Rino hanya mencoba tersenyum dan tertawa seperlunya.

Lah dia ngak nyadar, sekarang kan dia lagi selingkuh, batinnya. Rino menjadi kurang suka pada laki-laki itu ketika tahu bawa ia sudah mempermainkan 2 wanita sekaligus.

"Yaudah, kalian duduk dulu," suruhnya sambil berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya Tira.

Ini benar-benar parah, Rino masih belum menyangka keadaannya sekarang. Rino duduk di kursi yang ada di sana bersama Bimaja, ayah Runi. Ibunya Tira tengah mengambil buku di kamarnya Tira. Keadaan sedikit canggung lalu Bimaja membuka pembicaraan dengan Rino.

"Rin, kamu masih suka main ke sini ya?"

"Ya gitulah om." Rino membalas seadanya, Bimaja hanya mengangguk.

Rino benar-benar salut pada ayahnya Runi yang bisa menutupi semuanya dengan baik, dan gak ada sedikit pun ketakutan di wajahnya. Ketika Tira dan Runi bersekolah di sekolah yang sama, tak terlihat kekhawatiran di wajahnya ia begitu tenang, bahkan dengan dirinya.

Ibunya Tira turun dari anak tangga sambil membawa setumpuk buku di kedua tangannya, Rino yang melihat Daren kesusahan itu langsung membantu mengambil beberapa buku ditangannya.

"Eh, makasih Rin. Tante gak tahu bukunya yang mana jadi tante bawa semuanya deh."

"Iya tante, biar saya aja." Rino mengambil alih buku-buku itu lalu menyimpannya diatas meja, Rino mulai mencari buku yang pernah di berikannya pada Tira. Daren duduk di sebelah Bimaja, Rino yang melihat itu, jijik melihat Bimaja yang tak tahu malu sudah punya keluarga, tapi malah beduaan dengan perempuan lain membuat penglihatannya terasa tidak enak. Ia kembali fokus mencari bukunya.

"Rin, nanti malem kita pesta barbeque, mau gak?" ajak Daren yang membuat Rino yakin bahwa Tira belum bercerita soal hubungannya, Tira pasti takut menjelaskan yang sejujurnya, Rino pun tak berani mengatakannya karena itu akan membuat Tira dimarahi habis-habisan oleh Daren, ia memilih untuk membiarkannya saja sampai Tira menceritakannya sendiri.

Rino berusaha mencari alasan agar dirinya bisa menolak. "Yah tan, kayaknya aku gak bisa deh, soalnya tugas lagi banyak banget. Sekarang juga harus pulang lagi ke sekolah," tuturnya dengan nada memelas.

"Sayang banget, padahal kita udah lama gak doubledate, iya kan mas?" kadang, Rino pun heran kenapa ibu Tira begitu mudah melupakan almarhum suaminya dan berpaling pada yang lain.

Idih kok gue jadi pengen muntah ya dengernya, batinnya kembali berucap.

Rino malah ingin muntah mendengar perkataannya, jika dulu ia begitu senang dan antusias, kenapa sekarang malah ingin muntah? mungkin karena Rino dan Tira sudah bukan siapa-siapa lagi, terlebih dia sudah mengecewakannya, ditambah ia harus mengetahui laki-laki yang bersama ibunya Tira adalah ayah dari temannya sekarang.

"Iya, ayo dong Rin, masa gak bisa?" bujuk Bimaja pada Rino.

"Tira pasti seneng kalo kamu ada Rin."

Rino hanya tersenyum tak menanggapi, ia menemukan buku yang dicarinya. "Tante bukunya udah ada, aku pamit dulu soalnya harus ke sekolah lagi."

"Yaudah, kabarin ya kalau berubah pikiran."

"Iya. Om, tante saya pamit dulu."

"Hati-hati Rin." Rino meninggalkan tempat itu dengan menggeleng-gelengkan kepalanya masih tak percaya.

###

Rino berjalan menghampiri Runi yang sudah terlihat gusar ke panasan, tangannya dikibas-kibaskan karena gerah, wajah Rino mulai di tekuk bingung menjelaskannya. Runi yang menyadari keberadaan Rino langsung bertanya penuh penasaran.

"Gimana Rin? mereka punya hubungan?" tanya Runi terburu-buru.

Tubuh Rino masih berdiri tegak dengan wajah datar, tak tahu harus mengatakan yang sebenarnya atau berbohong. "Mereka punya hubung-" ucapnya datar tanpa menatap Runi, tapi perkataannya berhenti ketika ponsel Runi berdering.

Runi menatap nama yang tertera diponselnya, tanpa aba-aba Runi mendekatkan kepada telinganya. Ibunya menelpon, ia begitu khawatir tidak biasanya ibunya menelpon apalagi jika di lihat ini masih jam sekolah.

"Hallo, iya bu ada apa?"

"...."

"Apa? iya saya ke sana pak, makasih pak," sambil menutup sambungan telponnya.

Rino yang melihat raut wajah Runi yang begitu cemas langsung melayangkan sebuah pertanyaan. "Kenapa Run?" tanya Rino khawatir.

"Gue harus ke rumah sakit Rin, Ibu gue masuk rumah sakit. Bokap gue gak bisa dihubungin." Runi semakin tak karuan memikirkan bagaimna keadaan Ibunya.

"Yaudah gue temenin Run," pinta Rino.

"Gausah, lagian lo mesti ke sekolah. Makasih," ujarnya sambil hendak pergi meninggalkan Rino, tapi tubuhnya kembali berbalik, "oh iya tadi gimana kata lo? bokap gue ada hubungan?" Runi enggan mengatakan kata terakhirnya, jawaban dari Rino membuat Runi ketakutan, takut bahwa dugaannya memang benar.

Rino masih diam, ia akan berbicara yang sejujurnya, ia tak mau menutupi apapun karena jika ia berbohong pun malah akan menyakiti hati Runi tidak ada utungnya buat Rino.

Pelan-pelan ia berbicara. "Ya, cuma-" belum sempat melanjutkan perkataannya Runi sudah lebih dulu terkejut, membulatkan matanya kaget, menutup mulut dan wajahnya tak percaya, matanya mulai berkaca-kaca, hingga tangisnya pecah seketika. Rino hanya diam, bingung melihatnya.

"Kenapa sih hidup gue berantakan banget?! Temen gak punya, pacar ningalin dan sekarang Ibu gue di Rumah Sakit dan bokap gue malah lagi selingkuh?!" tuturnya pelan, air matanya berjatuhan. Ia begitu frustrasi, kakinya tak mampu lagi menopang semua beban yang ada di tubuhnya, Rino yang menyadari itu menatap Runi yang sudah menangis untuk kesekian kalinya lagi.

Rino tak kuasa melihatnya, ia kasihan tak mungkin ia memberi tahu yang sebenarnya sekarang, ia hanya akan membuat batinnya tersiksa dan hatinya tersayat.

Rino mencoba mengalihkan dan mencari alasan agar ia bisa meyakinkan Runi, bahwa ayahnya tidak selingkuh. Niatnya untuk berkata jujur ia urungkan ia tak kuat jika harus melihat Runi terus menangis apalagi keaadaan sangat tidak memungkunkan karena, ibunya sedang di rumah sakit.

"Run maksud gue, mereka punya hubungan cuma sebatas teman, gak lebih gak kurang, lo cuma salah paham. Gue tahu lama tentang mereka." Rino mencoba menjelaskan dan meyakinkan Runi pelan-pelan sambil ikut berjongkok.

Runi mengusap air matanya asal, mendonggak menatap Rino. "Gimana sih, jadi yang bener yang mana Rino?!" Runi begitu emosi ia tak mau di permainkan ketika keadaan sedang seperti ini.

"Iya hubungan sebatas teman, Run. Gue salah?" Sorry Run, gue terpaksa bohong. Gue gak mau liat lo terluka, batinnya berbisik. Entah kenapa ada perasaan tak rela melihat Runi terus bersedih, Rino tak tahu kenapa dengan perasaannya sekarang.

"Ya salah lah, kenapa bilangnya setengah-setengah?" amuk Runi.

"Lah lo yang tiba-tiba nangis, tanpa dengerin ucapan gue sepenuhnya."

"Lo yakin mereka cuma berteman? jangan bilang semua perkataan lo itu bohong?" tuding Runi mulai tak percaya lagi dengan ucapan Rino.

"Asli, mereka rekan kerja, satu projek makannya banyak ketemu, lo sih maen nuduh orang sembarangan." Rino berharap Runi akan mempercayai dengan perkataannya itu.

"Tapi, feeling gue mereka selingkuh Rin." Runi begitu kekeh dengan perasaannya.

"Feeling, feeling mau gue tampiling?! udahah," geram mendengarnya ia memilih menaiki motornya untuk pergi lagi ke sekolah. Runi tak mendengarkannya, ia masih termenung di tempatnya, membuat Rino melirik kearahnya.

"Lo kenapa lagi? masih gak percaya? mau labrak mereka? lo gak khawatir apa sama ibu lo di rumah sakit?" Rino menyadarkan Runi yang masih nyaman dengan keaadaanya.

"Ouh iya. Rin anterin gue! Kasihan Ibu gue sendirian."

"Bener-bener gak habis thingking ya gue sama lo. Tadi aja ditawarin gak mau dan sekarang ...? Gue jadi ragu kalo otak lo ada di kepala."

"Menurut lo otak gue ada di tukang dagang keliling gitu?"

"Mungkin," ucapnya sambil tertawa.

"Gila! lo pikir otak gue otak-otak apa? sembarangan lo! cepet anterin gue! Temen bukan?" Rino semakin tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Runi yang seperti ancaman namun terkesan lawakan.

"Bukan. Kita kan sahabat."

Tunggu part selanjutnya ya
Jangan lupa voment:)

Continue Reading

You'll Also Like

GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.3M 96.6K 56
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
530K 26K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
1.2M 115K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
772K 93.4K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...