To : My Pretty Ghost πŸŽ€

By bingkasa

144K 24.9K 5.5K

!!15+ "Kok ngomel-ngomel sendiri?" Start : 24 November 2020 - 13 Desember 2020 [01] Start 2 : 06 Februari 202... More

intro
Bagian dua
bagian tiga
Bagian lima
bagian enam
bagian tujuh
bagian delapan
bagian sembilan
bagian sepuluh
bagian sebelas
bagian dubelas
bagian tibelas
bagian patbelas
bagian mabelas
bagian nambelas
bagian jubelas
bagian panbelas
bagian lanbelas
πŸƒ bagian dupuluh
β³βŒ›
bagian dusatu
bagian dudua
bagian duga
bagian dumpat

bagian empat

5.5K 1K 68
By bingkasa

Jeff melangkahkan kakinya menuju gedung bertingkat dengan jajaran mobil ambulans yang menghiasi parkirannya. Dia melirik makhluk yang sudah memandang takjub di sampingnya ini.

"Kenapa kita gak datang aja ke perabuan? Siapa tahu lo udah punya tempat di sana — bangsat!!" Jeff memekik, hantu kurang ajar ini menekan luka tak kasat mata bekas cekikannya. Memang luka itu tidak terlihat setelah Jeff pingsan, namun jika dipegang akan terasa nyeri.

"Kamu kalau ngomong kenapa gak dipikir dulu sih? Hiks, kamu jangan buat aku menyerah diawal dong!"

"Eh?"

Jeff dibuat pusing dan mati kepayang karena Ana sekarang tengah menangis keras, seperti anak kecil yang  permintaannya tidak dituruti.

"Udah, diem. Jangan nangis, kita coba dulu cek bangsal rumah sakit satu persatu. Tapi kita ketemu Om gue dulu, ayo," Jeff menarik lengan Ana secara paksa. Sedangkan hantu itu masih sesenggukan sambil berjalan. Bagi Jeff, suara tangisan Ana gak jauh beda sama setan yang ada di film horor.

"Kalau aku beneran udah mati gimana ya?" gumam gadis itu.

"Ssshh! Nggak, Ana. Jangan ngomong gitu, kita usaha dulu nyari tubuh lo. Gue tadi salah ngomong, ok?" Jeff mulai masuk ke ruangan dokter umum. Itu tempat pamannya bekerja.

"Jeff? Duduk dulu," Paman Jeff juga ikut duduk di kursinya. "Sebenarnya kamu mau ngomong apa?"

Jeff duduk di hadapan kursi kebesaran Pamannya ini, namanya Doni. "Jeff mau tanya, sebulan lalu. Om ngelayanin pasien yang rambutnya panjang, terus—," Jeff melirik Ana untuk meminta kelanjutannya.

"Warnanya pirang,"

"Eeee rambutnya warna pirang," Jeff mengulangi omongan Ana. Dan Ana seakan mendikte apa yang harus dibicarakan Jeff.

"kulitnya seputih susu,"

"kulitnya seputih susu,"

"Tinggi sekitar 168cm,"

"Mayan tinggi lah,"

"Bajunya mewah, kayak mau konser,"

"Bajunya alay, warna item, dan roknya putih transparan. Mana celananya pendek dan auratnya ke buka banget," Jeff jelas malas mengikuti titah Ana. Karena itu Ana kesal hingga menggoyangkan lengan Jeff heboh agar laki-laki itu bisa di ajak serius.

"Cantik,"

"Burik—APASIH!"

Doni menatap keponakannya bingung, "kamu marah ke Om?".

Jeff menggeleng kuat, "enggak! Pokoknya ciri fisik Jeff udah sebutin. Om pernah ngerawat dia nggak?"

"Emang kamu ada perlu apa? Kenalan kamu?" tanya Doni heran.

"Nggak, Om jawab aja. Ini demi hidup dan mati keponakan Om yang paling ganteng ini. Demi ketenangan jiwa dan raga, dan demi menghindarkan diri dari sebuah malapetaka, pernah lihat nggak Om?!" tanya Jeff yang berakhir ngegas.

"Sebulan lalu emang jadwal Om jaga sih. Tapi Om gak pernah lihat ciri-ciri yang kamu sebutin tadi?" Jeff langsung menghela napas kecewa, begitu juga dengan Ana yang tampak murung.

Setelah berbincang dan berpamitan, Jeff dan Ana berdiri di lorong rumah sakit. "Jeff,"

"Hm?"

"Kamu duduk di sini, tungguin aku. Aku mau keliling rumah sakit," Jeff dapat melihat dengan jelas Ana yang terbang melayang sambil melihat sekitar.

Sementara Jeff menurut, ia memilih duduk dan membalasi chat dari teman-temannya.

"Itu bukannya drummer Sourire ya?"

Jeff dapat mendengar bisikan halus itu dari kejauhan.

"Eh iya, ganteng banget woy!!" mereka hanya lewat sambil memuji. Gak ada yang minta foto atau apa karena anak Sourire memang menolaknya keras. Mengganggu, kecuali kalau ada event atau apa gitu. Lagipula mereka bukan artis. Mereka hanya mahasiswa yang mempunyai hobi yang berikatan satu sama lain hingga lahirlah Sourire.

"JEFF!!" Ana terbang dengan cepat menuju arah Jeff. Dia langsung menyeret tangan laki-laki itu agar keluar dari rumah sakit.

"Lo ketemu sama tubuh lo?" Jeff yang bingung menggaruk kepalanya. Mereka sudah berada di dalam mobil sekarang.

"Aku ketemu penunggu, ini alasan aku gak mau datang ke rumah sakit. Setannya nyeremin semua, dan tadi aku hampir dimakan. Penunggu itu suka makan arwah lain!!!"

"Ada ya setan takut setan," gumam Jeff.

"Iyalah! Kamu aja sama setan yang cantik kayak aku udah pingsan dua kali. Coba kalau kamu bisa lihat penunggu yang besar itu, bisa ngompol!" gerutu Ana sambil mencebik.

"Lo harusnya berterimakasih sama gue! Bukannya malah menghina. Hari ini udah dulu, kapan kapan dilanjut kalau gue gak sibuk. Sekarang, lo pergi," Jeff mempersilakan tangannya seolah mengusir keberadaan Ana. "Cepetttt!!"

"Jeff...,"











"Kamu lupa ya kalau kamu jauh dari aku, kamu bisa celaka. Tadi pagi kamu hampir tabrakan sama truck kan? Itu karena kamu jauh dari aku," ucap Ana dengan penuh penekanan.

"Gue mau nongkrong elah yakali gue nongkrong bawa bawa setan. Udah kayak peliharaan aja, mending tuyul ngasilin duit. Lah lo?" Jeff membuang mukanya ketika melihat mata Ana yang sudah mulai berlinang air mata.

Selanjutnya Jeff tertawa terbahak-bahak meski tidak ada yang lucu, wajahnya juga terlihat awkward. "Lo itu kenapa sih cengeng banget jadi setan?!"

"Hiks,"

"Iya! Iya! Lo ikut gue!!!!" Jeff menyalakan mobilnya dan membanting stir. Menjalankan mobilnya meninggalkan parkiran rumah sakit itu.

Terkadang Jeff dibuat heran sama makhluk ini. Kadang bisa bertingkah kayak adik kecil manis dan penurut. Kadang nyeremin layaknya Nyai Blorong.

Jeff tak mau ambil pusing, dia melirik Ana yang sedang menikmati pemandangan dengan senyumannya yang terlihat polos. Tidak seperti malam dimana Jeff pingsan itu.

"Nanti lo main sama Paklek aja," ucap Jeff.

"Kamu mau ke warung pinki itu?" tanya Ana antusias.

"Hm,"

"Aku boleh nggak—,"

"Nggak!"

"Aku belum selesai ngomong loh?" Ana menatap Jeff kecewa. Wajahnya yang ekspresif membuatnya terlihat dramatis alias meme-able.

"Jangan gangguin temen-temen gue!" seru Jeff seakan bisa membaca isi pikiran Ana.

"Aku kan cuma mau duduk di sebelah Kakak yang mukanya kayak kelinci itu, kenapa gak boleh?"

"Nanti dia ketempelan!!!"

"Aku kan bukan roh jahat," cicit Ana sambil lanjut menonton pemandangan di luar sana.

👾👾

Sejauh ini, hanya itu ekspresi yang Jeff keluarkan ketika berada di warung pinki. Badannya tegang, dia gak banyak omong, dan cuma lirik-lirik sekitarnya.

"Kenapa sih drummer Sourire yang tampan melalang buana tapi masih jauh di bawah gue ini? Lo berantem sama Mamak Enjess?" tanya Lucas yang menyadari kegusaran seorang Jeff.

"Bukan," ringis Jeff tertahan.

"Oh! Pasti gara-gara ketemu monyet di Jalan Arewati?!" tuduh Delvin dengan percaya diri.

"Terus hubungannya sama monyet?" tanya Juno, melepaskan harmonika berwarna merah itu dari bibirnya.

"Monyetnya gak nyapa 'hai' jadi Jeff sedih," jawab Lucas. Lalu terbahak, "HAHAHAHA KAYAKNYA MONYET LEBIH TINGGI PERINGKATNYA DARIPADA DANIA! BRAVO!!" tawa pemuda yang agak slengek ini menggelegar, ia memberikan dua jari jempol untuk Jeff. Lalu membuka papan caturnya dan mengajak Juno bermain bersama.

Sementara Atuy hanya diam, mengamati wajah Jeff yang asem dan pucat pasi. Sudah jauh-jauh hari semenjak Pak Tono yang ngobrol di depannya dan Delvin kemarin, hanya Atuy yang menyadari apa yang dibicarakan Pak Tono. Jeff sedang diikuti.

"Hufff ... Gantengnya. Siapa sih namanya?" tanya Ana. Dia ingkar, bukannya main sama Pak Tono, dia malah ngoceh di samping Jeff sambil mengagumi ketampanan Delvin.

"Delvin," jawab Jeff.

"Apaan?" Delvin yang lagi asik balesin chat fans-nya menoleh.

"Gue gak manggil lo," Jeff membuang mukanya sambil menipiskan bibir. Ana mendorong pipi Jeff yang kelihatan dimple-nya itu.

"Bodoh ih, kan bisa bisik-bisik," tutur Ana.

"Kalau bisik-bisik mah tambah aneh. Lagian lo itu pelangi alias bwachoet banget tahu gak sih? Gue nongkrong jadi gak tenang, masuk sana main sama Paklek!"

"Kok ngomel-ngomel sendiri?" Lucas menatap Jeff heran. Lalu ia menunjuk Jeff dengan alis yang saling bertaut. "Jangan bilang jiwa lo terguncang karena gangguan Dania?" tanyanya.

"Jangan nyalahin Dania terus dong! Salahin juga temen lo yang plinplan. Kek ... sok ganteng banget lo, Pak!" ejek Delvin. Dia sebagai orang yang sering membantu Dania tahu betul usaha yang Dania lakukan.

"Tapi kemarin gue lihat Dania pulang bareng Bang Hanan kok," celetuk Juno sambil menjalankan pion-nya. Dia sedang bermain catur bersama dengan Lucas sekarang.

"Ya bagus, dari pada ngarepin cowok yang gak tertarik sama cewek?" sahut Atuy sambil ngemut es gabus-nya.

"Maksud lo gue gay!?" tanya Jeff kesal.

"Ohhh jadi kamu gay, pantesan kamu gak tergoda sama aku yang seksi," sahut Ana sambil cekikikan.

"Ya lo setan! Buat apa gue tergoda sama setan, lagian kepunyaan lo juga gak semenarik itu buat dijarah. Tepos!"

Lucas kembali menatap Jeff, "kan dia ngomel-ngomel sendiri lagi. Pulang Bang, istirahat, kayaknya lo beneran gila," usir Lucas. Lalu menggeser pion bentengnya untuk memakan pion menteri milik Juno.

"Atau lo mau gue anterin ke dukun?" pertanyaan Atuy membuat Jeff menatapnya.

"Bisa ngusir roh jahat?"

"Aku bukan roh jahat! Kamu kenapa kejam banget sama aku sih?" mata Ana mulai berair lagi.

"Kenapa perasaan gue ikut berubah-ubah sejak lo hadir ya?" desis Jeff dan berdiri mendekati jajanan warung. "Gak dulu, Bang. Kapan-kapan boleh lah," jawabnya dengan senyuman jahil sambil melirik hantu yang sedang duduk di sebelah Juno itu.

Jeff memilih masuk menemui Pak Tono.

"Kenapa ya saya ikut gak tenang kalau dia nangis?" tanyanya ke Pak Tono. Pak Tono hanya tersenyum tipis.

"Kalian kan udah saling terikat,"

"Tapi emang bener ya, Paklek? Kalau saya jauh dari dia, bakalan celaka?" tanyanya.

Pak Tono sontak tersenyum lebar, "yaiya lha wong yang nyelakain juga dia sendiri,".

Jeff melotot, menatap sosok Ana yang sekarang sudah berpindah tempat di sebelah Delvin. "Dasar setan!".

"Sabar, Mas. Saya doain semoga Mbak Ana cepat tahu tentang kehidupannya. Tapi menurut saya dia kayaknya lagi dalam kondisi kritis?" Pak Tono menghentikan kegiatannya dan menatap Ana. "Kasihan ya, mana anaknya periang gitu," ucap Pak Tono iba.

"Cengeng, Paklek!"

"Hati dia emang lembut. Dia baik, saya bisa ngerasain. Gak kayak setan satu ini," Pak Tono melihat ruangan pojok dekat dapur. Di sana ada lelaki cungkring yang gemar sekali memakan sisa makanan. Sosok itu tersenyum lebar, giginya yang runcing terlihat jelas.

Jeff ikut menoleh dan tersenyum canggung. "Saya kan cuma bisa lihat Ana, hehe,".

"Berarti Ana emang udah ditakdirin buat kamu," jawab Pak Tono dengan senyumannya.

👾👾

Penulisan italic di dialog Ana digunain waktu dia ngomong di keramaian. Kalau ada yang aneh bilang ya sebisa mungkin gue perbaiki.

Btw hrusnya gue pake emot ini 🧞‍♂️ aja yak buat new scene. Kan Ana jin yang keluar dari asap rokok🦍

Continue Reading

You'll Also Like

1M 84.6K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
75.4K 8.4K 33
κ—ƒ ⋆ ΰ£ͺ . 𝐑𝐄𝐍𝐉𝐀𝐍𝐀 🍳 . β€ΉπŸ₯l Gimana jadinya kalo semua anak kelahiran 97l di satuin di ruang lingkup yang sama . "Jiwa muda harus membara!" - cow...
83.6K 9.5K 23
[Warn: non baku] "Rose itu punya pawang Singa berwujud manusia." Hidup di kosan Semanggi bagaikan menang lotre bagi Roselline. Karena kosan Semanggi...
155K 14K 16
Gila aja tiba-tiba ada seorang Ibu minta gue jadi menantunya... -Rose by Watermeyong