ONCE AGAIN (ENDING)

By Heedictator666

608 44 5

[ Ending Once Again Series One ] Meski akhirnya bukan cerita yang menyenangkan tapi paling tidak di dalamnya... More

FLASHBACK

Once Again (Ending)

289 24 5
By Heedictator666

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

Inilah akhir cerita kita, benar-benar berakhir.

Cerita yang pernah kita tulis bersama-sama, sekarang telah usai.

Meski akhirnya bukan cerita yang menyenangkan tapi paling tidak di dalamnya banyak proses yang mendewasakan kita. Walaupun dengan banyak luka tapi di sana juga banyak tawa yang pernah kita lalui bersama.

Mungkin saat ini masing - masing dari kita sudah bukan diri kita sendiri. Ada bagian dari diri kita yang tertinggal satu sama lain.

Banyak hal dari dirimu yang mungkin sedikit mengubahku, dan begitu pula sebaliknya. Sadar atau tidak tapi hal itu nyata kita alami. Walau akhirnya aku tidak bisa memilikimu aku tidak kecewa, bagiku itu bukanlah hasil dari apa yang aku perjuangkan selama ini.

Setidaknya aku pernah bersamamu, pernah berarti buatmu, dan aku adalah orang yang pernah memperjuangkanmu itu yang paling penting. Meski pada akhirnya bukan aku yang menang, ibarat perang aku kalah, pulang dengan banyak luka, tapi aku tetap jadi ksatria yang berjuang di medan perang.

Saat banyak orang mencacimu, banyak orang meremehkan kau dan aku, aku tidak peduli dengan semua itu. Toh, bagiku mereka tidak tahu apa yang aku rasakan, apa yang aku hadapi. Mereka tidak akan pernah tahu apa yang sedang kujalani, karena mereka tidak tahu apa yang sedang kuperjuangkan.

Hingga saat ini banyak orang yang melihat bahwa semua itu adalah kegagalan hidupku. Tapi aku tidak melihatnya demikian, bagiku itu bukan sebuah kegagalan melainkan sebuah proses kehidupan yang harus kujalani. Meski luka yang harus ku alami meninggalkan bekas sepanjang hidupku.

Buatku pernah menulis cerita bersamamu adalah hal yang paling berharga. Aku tidak pernah menyesal dengan semua ini. Meski pada akhirnya kita kini menjadi pribadi yang seolah tak pernah saling kenal, tapi aku tetap berpikir mungkin itu adalah pilihan terbaik untuk kau dan aku.

Mungkin itu bisa membuatmu hidup dalam lembaran baru.

Kelak, kisah kita akan kujadikan dongeng pelajaran hidup bagi keturunanku. Agar mereka bisa belajar, belajar bangkit dari sebuah luka, berdamai dengan kenyataan dan tak menyimpan akar pahit dalam kehidupan.

Bukan begitu? Zhong Chenle?

Jisung menghela nafas dan menutup bukunya. Sudah 2,5 tahun lamanya ia tidak bertemu dengan Chenle. Dirinya pernah jatuh cinta, memperjuangkan cinta hingga bertahan pada cinta. Tapi tampaknya, itu saja tidak mudah. Dirinya juga harus terluka karena cinta.

Berlebihan?

Ya, tapi itu benar adanya. Semua sudah Jisung rasakan di usia yang muda, lucu bukan?

Dirinya tersenyum dan meraih tas punggungnya lalu keluar dari kamar dan berpamitan pada kedua orang tuanya.

Langkah kakinya menelusuri pinggiran kota dan terus melangkah menuju Garden Lovers cafe, dimana semua teman-temannya sudah menunggunya disana.

Hari ini dia ingin menghabiskan waktunya bersama teman-temannya sebelum memasuki masa training disebuah agensi ternama di Korea, minggu depan.

Ia lolos audisi dan akan menjadi dancer terkenal. Itu sungguh langkah bagus untuk melupakan kisah tragis cintanya.

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

Haechan duduk terdiam dibelakang cafe sambil memandangi kebun semangka mini miliknya, milik Mark dan Yuta juga tentunya.

Dirinya merindukan Mark, walau kini ada Taeil disisinya tapi tetap saja sosok Mark selalu membayanginya.

Apa salah jika dirinya merindukan cinta pertamanya?

Matahari yang bersinar dengan cerahnya di hari ini, tak pernah berjanji untuk kembali terbit di esok hari.

Hujan yang turun hari ini juga tidak pernah menjanjikan akan turun esok hari.

Sama seperti kehidupan, waktu tidak akan pernah menjanjikan apa yang sudah dialami hari ini akan terulang dikemudian hari.

Kita semua tahu, segala hal yang telah kita lewati sejak lahir hingga bertemu penghujung waktu nanti, semua akan menjadi histori.

"Apa kau merindukanku, Mark? Apa kau bahagia dengan Yuta di sana?" ucap Haechan pada semilir angin yang berhembus meniup helaian rambut coklatnya, seolah ia berkata pada angin dan ingin sang angin menyampaikan kerinduannya pada kekasihnya di Surga.

Kita semua tahu, setiap tempat yang telah disinggahi pasti selalu mempunyai cerita. Akan selalu ada cerita yang tertinggal, menjadi kenangan, menjadi masa lalu, menjadi memori.

Lalu, pernahkah kalian merasa ingin kembali pada masa lalu? Aku sedang berada dalam posisi itu.

Haechan tersenyum seolah ia mendapatkan jawaban atas kerinduannya, walau itu hanya sebatas halusinasinya saja.

Aku hanya ingin memutar waktu, mengulang masa lalu. Sungguh satu keinginan yang mustahil. Walaupun setiap orang sudah mampu meninggalkan masa lalu, sudah mampu bangkit, mampu move on tanpa melihat lagi ke belakang.

Tapi aku yakin, setiap orang pernah atau akan mengalami fase dimana kerinduan itu singgah. Akan ada hari dimana rindu setiap orang sudah terlalu banyak dan jumlahnya kian menumpuk.

Hari dimana hanya ada rasa rindu yang menguasai hati.

Hari dimana dalam setiap langkahmu hanya akan diiringi bayang rindu.

Bercakap mengenai rindu adalah hal rumit yang belum menemui ujung, karena terkadang rindu itu curang. Ia selalu bertambah tanpa mau berkurang.

Rindu juga aneh, tidak selalu disebabkan oleh jarak. Kadang hadir untuk seseorang yang sebenarnya ada bersama setiap hari, kadang hadir pada keadaan yang baru saja terjadi.

Tanpa disadari, Haechan meneteskan air matanya. Ia menangis, menangisi kerinduan hatinya pada Mark. Sosok yang ia perjuangkan, sosok yang ia sebut sebagai, suaminya.

Pernikahan 1 tahun 6 bulan, waktu singkat kebersamaannya dengan Mark. 6 bulan ia habiskan untuk menangis dan mencoba bertahan pada Mark, Mark yang masih mencintai Yuta.

Kebahagiaan sesungguhnya hanya 1 tahun ia rasakan. Dan setelah itu langit mengambilnya. Langit berpihak pada Yuta, mereka menempatkan Mark kembali di sisi Yuta, di sana.

Haechan tidak terluka, dia tidak iri atau membenci Yuta karena hal ini. Ia hanya ingin langit memberinya lebih banyak waktu untuk bersama dengan Mark, apakah itu sulit?

Sebagian orang mengartikannya sebagai perasaan penuh keromantisan, sebagian lagi mengartikannya sebagai penyebab perih.

Aku sedang berada pada satu titik penuh kerinduan. Rindu yang sudah mencapai puncaknya.

Dalam kepala ini ada film yang terekam secara otomatis menayangkan memori-memori lama.

Saat rindu datang, kelopak mata ini selalu membendung air mata hingga mengalir deras ke pipi, tanpa diundang, tanpa mau berhenti.

Rindu selalu membuatku menangis tanpa bisa aku menepisnya. Rindu selalu membuatku ingin sendirian, hampa dalam bayang siang. Rindu membuatku ingin menatap bintang, bungkam dalam diam sang malam.

Rindu membuatku ingin bermain bersama hujan, memejamkan mata, menengadahkan kepala, merentangkan tangan dan berputar-putar dibawah air hujan.

Karena kerinduan ini pula Haechan belum memberikan jawaban pada Taeil, ia mengangkat tangan kanannya dan membiarkan telapak tangannya menutup pancaran matahari yang terik.

Sebuah cincin tersemat indah di jari manisnya, ia membiarkan Taeil menyematkan cincin ini di jarinya tanpa menjawab apa yang seharusnya ia jawab saat itu juga.

Rasanya jahat sekali menggantungkan perasaan seseorang, tapi Haechan belum siap. Ia belum siap untuk menikah, lagi.

Rindu ini tak selalu sempat tersampaikan. Rindu ini tak selalu bisa terbalas utuh. Rinduku selalu menyebabkan perih. Retak muka, remuk raga. Sesak, membuat gelisah.

Begitulah rindu, bermuara dalam hati, banyak makna, tak terlihat mata, hadir tak disangka.

Mau memilih rindu yang indah atau rindu yang perih? Tergantung pada cara kita akan bagaimana menyikapinya.

Tapi, menahan rindu hanya akan menyebabkan perih.

Setelah fase rindu berakhir, bangkit kembali, tersenyum lagi. Hampiri mereka, hampiri dia dan jangan keras kepala. Sampaikan saja rindu itu selagi masih sempat.

"Kau merindukan Mark, Haechannie?"

Suara seseorang menyadarkan Haechan dari lamunannya dan ia menoleh, melihat siapa yang berbicara dengan penuh ketulusan seperti itu.

"Ya, tapi aku sudah baik-baik saja. Aku hanya mengadu pada Mark bahwa kau memberikanku cincin ini."

"Lalu, apa tanggapannya?"

Moon Taeil, ia duduk disamping Haechan dan menggenggam tangannya. Haechan hanya tersenyum merasakan hangatnya jemari Taeil. Lalu ia menggeleng pelan.

"Tak tahu. Sepertinya Mark tidak menjawabnya, karena tak ada semilir angin setelahnya."

"Mungkin kau bisa menemukan jawabannya besok, kita akan pergi ke makamnya kan?"

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

Jaehyun sibuk memasukkan beberapa potong kue ke dalam etalase dan menutup kaca etalase kembali. Dirinya lalu mengecek catatan keuangan dan mengangguk kecil seolah menanggapi bahwa semuanya sudah benar.

Suara tawa seseorang mengalihkan atensinya dari catatan keuangan yang seharusnya masih ia periksa, tapi tawa indah itu jauh lebih harus ia amati dibanding lembaran catatan pekerjaannya.

Mata indah Jaehyun memandangi sosok semanis caramel yang tertawa dengan teman-temannya. Mari kita ralat, sosok caramel tersebut adalah kekasihnya, Lee Taeyong.

Indah.

Ya bagiku Taeyong itu indah, kalian juga pasti akan mengatakan hal yang sama jika pernah melihatnya.

Aku ingin pada gelapnya malam aku yang pertama kali kau cari sebagai penerang. Menggenggam erat tanganku seakan kau tidak ingin aku hilang. Menarik lenganku supaya lebih dekat agar kau merasa tenang.

Aku ingin menjadi yang pertama kau lihat saat kau membuka matamu. Mengawasi tidur nyenyakmu memastikan hanya aku yang dapat melakukan itu.

Mengusap manja kepalamu dengan potongan rambutmu yang selalu menjadi favoritku.

"Honey? Kau melamun." Tegur Taeyong.

Jaehyun terkejut, ia bahkan tidak sadar bagaimana bisa sosok indah itu berjalan menghampirinya dan menegurnya.

"Aku melamunkanmu." Goda Jaehyun, membuat caramel itu menjadi cemberut, salah satu tingkahnya untuk menahan malu. "Ada apa?"

"Aku ingin milkshake dan tiga ice coffee lagi."

"Oke, hari ini kau pulang bersamaku?" Tanya Jaehyun.

"Tentu saja. Aku tidak ingin pulang dengan orang lain selain denganmu."

Taeyong mencolek hidung mancung Jaehyun dan kembali ke tempat duduk bersama dengan teman-temannya.

Aku ingin yang mengisi kosongnya pikiranmu saat gemuruh. Saat keadaan yang membuatmu merasa menjadi manusia tak utuh. Menyelami lebih dalam lagi untuk mengetahui bahwa hanya aku yang kau butuh.

Coba saja, mengetahui itu membuat hatiku luluh. Detak jantungku pasti gemuruh. Sungguh.

Jaehyun menekan bel diatas meja kasir dan tak lama Taeil pun datang, ia tersenyum dan mengantarkan pesanan Taeyong ke mejanya.

Sekali lagi,

Aku hanya menatap Taeyong dan tak bisa berpaling.

Aku ingin yang mendiami hatimu saat ini ataupun nanti. Merasakan bagaimana getaran hatimu bermain setiap hari. Aku ingin hanya aku yang mengetahui isi hatimu tanpa perlu kompromi. Agar aku tetap di sana walau kadang kau butuh ruang untuk sendiri.

Tak apa, kau akan tetap kubebaskan untuk merasa sendiri tanpa aku beranjak pergi. Dan pasti kutunggu kau kembali.

Aku ingin yang menjadi lamunanmu saat tak ada lagi yang kau pikirkan. Mengingat betapa hadirmu teramat aku rindukan. Bahkan sedetikpun untuk melupakanmu tak mampu kulakukan. Cukup dengan mengingat bayangmu aku sudah merasa ditenangkan.

Aku ingin menjadi satu-satunya orang yang memahami segala riuh hati dan isi kepalamu. Memberi cinta seluas samudra hingga tak seorang pun dapat menandinginya.

Atau bahkan tak seorang pun berani mendekatimu karena mereka tahu kau punya aku yang cintanya selalu membuatmu menjadi sebaik-baiknya manusia.

Aku ingin yang menggenggam erat tanganmu tanpa berpikir untuk melepaskan. Yang memberimu pelukan menghangatkan. Yang memberimu tatapan menenangkan. Yang memberimu senyuman membahagiakan.

Ini hanya inginku. Segalanya tetap terserah padamu.

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

"Jeno~ kau sudah menyiapkan bunga untuk Jaemin?" tanya Renjun disela-sela menulis sebuah catatan orderan bunga yang akan ia kirim esok.

"Sudah sayang. Kita menemui Jaemin besok?"

"Ya, setelah mengantarkan pesanan. Kita temui Jaemin, lalu Mark." jawabnya, suara manisnya selalu bisa membuat Jeno tenang dan nyaman.

Berkembangnya rasa sayang, diiringi juga oleh rasa takut dan khawatir atas kejadian kita dulu, masa lalumu, masa laluku, atau kejadian lainnya yang mungkin saja tidak terjadi, tapi tetap mengacaukan isi pikiranku.

Secara garis besar kita masih sama dengan 2,5 tahun lalu. Aku tetap menjadi orang yang sabar dan mau mengalah, dan kamu tetap menjadi orang yang keras kepala dan menyebalkan. Sangat tergambar jelas bahwa kita adalah dua pribadi yang berbeda karena terbentuk oleh waktu, pengalaman, pola asuh, dan lingkungan.

Meski begitu, aku berharap rasa yang sekarang sudah aku yakinkan kebenarannya bukan hanya sekedar perasaan yang muncul karena cerita nostalgia, melainkan perasaan yang benar benar nyata ada didalam dada menyatu dengan jiwa.

Aku ingin berterima kasih karena kamu telah bersedia mendampingiku selama ini. Dengan segudang kekurangan, dan beberapa hal yang kadang masih membuatmu kesal.

"Memang besok ada pesanan untuk siapa saja?" Jeno berdiri dari duduknya, ia selesai merangkai bunga untuk Jaemin dan berjalan mendekati Renjun.

Tangannya yang tegas dan kuat meremas kedua bahu Renjun dengan lembut dan memberikannya pijatan nyaman. Ia merasa kekasihnya sudah bekerja terlalu keras sejak tadi pagi.

"Bunga untuk Mark, Yuta, Ten, Winwin dan Hendery."

"Sebanyak itu?" Jeno memeluk Renjun dan menempelkan pipinya pada sang kekasih.

"Hum. Kau sudah makan?" Renjun mengelus lembut lengan Jeno. "Ku buatkan kau sesuatu."

"Aku ingin jjampong."

Renjun hanya tersenyum dan mengangguk. Dirinya lalu berdiri dari duduknya dan meninggalkan Jeno untuk ke dapur kecil yang ada di toko.

Jeno hanya menatap punggung Renjun, punggung yang selalu rapuh ketika ia rengkuh. Tapi Jeno tetap menyukainya, ia akan tetap memeluknya penuh cinta dan menguatkannya ketika dia lelah.

Aku berharap perasaan itu akan tetap hidup dan tumbuh. Akan aku jaga dan rawat agar tidak mati ataupun terluka.

Sampai detik ini aku tidak bisa membayangan bagaimana jika aku harus pisah dari kamu. Selama kita masih bisa bersama, doaku hanya satu, semoga langit selalu memberikan kita berdua kesempatan untuk terus bersama.

Mungkin waktu yang kita lalui belum terlalu panjang, meski masalah selalu datang. Buatku, cukup untuk meyakinkan diri kalau kamu adalah orangnya.

Terima kasih sudah mengajarkanku untuk berusaha meredam amarah di saat emosiku meluap-luap.

Terima kasih sudah mau direpotkan dengan segala keluh kesahku setiap hari.

Terima kasih sudah menjadi tempatku untuk pulang dan mengadu di kala tak ada seorang pun yang peduli.

Terima kasih sudah mau berjuang untuk aku yang kadang masih suka membuatmu marah.

Terima kasih untuk semua yang sudah kamu lakukan dan korbankan untukku.

Maaf, salah serta kurangku masih banyak.

Jeno perlahan mengikuti Renjun dan melangkahkan kaki jenjangnya mendekat pada kekasihnya. Semua yang sudah pernah mereka lalui, membuat Jeno tak bisa berpaling.

Renjun adalah hidupnya dan akan tetap begitu selamanya.

Tanpa aba-aba, Jeno memeluk Renjun seolah itu adalah nyawanya sendiri. Ia membiarkan dagunya berlabuh pada bahu yang rapuh.

"Aku mencintaimu, Huang Renjun." bisik Jeno. Bisikan indah itu disambut senyuman manis.

Percayalah, denganmu akan ku perbaiki sisi-sisi yang kurang, karena kamu melengkapiku. Terlalu banyak hal indah yang tidak bisa ku ungkapkan. Tak sedikit juga hal pahit yang tak bisa ku jelaskan.

Jangan pernah bosan bersamaku, mendampingiku, menua bersamaku. Melewati hari-hari yang berat, masa-masa yang sulit, dan saat-saat yang tak terlupakan.

Aku akan tetap ada di sini, menopangmu saat mulai lelah, memberikanmu semangat saat ingin menyerah. Tidak perlu khawatir akan ujian ujian yang akan datang, mari kita lalui bersama apapun risikonya.

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

Jungwoo menghentakkan kakinya kesal ke aspal jembatan dimana ia pertama kali bertemu Lucas disini, dan pertama kali juga ia bisa melihat Lucas disini.

Saat ini ia sedang menunggu Lucas yang terlambat hampir dua jam. Rasanya benar-benar menyebalkan.

Jungwoo hendak pergi dari sana tapi langkah dan deru nafas seseorang menghadang langkahnya. Ia berhenti dan melipat kedua tangannya didepan dada.

"Maaf, chagi. Aku telat, cuma...," Lucas melihat jam ditangannya dan tersenyum kikuk. "Cuma dua jam."

"Kau berkelahi lagi?"

Jungwoo bisa melihat bekas pukulan di wajah Lucas. Ya kekasihnya ini adalah anggota gangster yang ditakuti, dia bahkan memiliki banyak musuh. Tak jarang Jungwoo sering di sandera hanya untuk membuat Lucas kalah oleh lawannya.

Tapi Lucas tidak mudah dikalahkan. Jungwoo tahu itu.

Takut?

Tidak, Jungwoo tidak pernah takut kehilangan Lucas. Karena ia tahu Lucas selalu berjanji padanya untuk selalu datang kembali dan dia juga selalu menepati janjinya. Dia datang. Dia selalu menang.

Dan kisah kami tidak rumit, justru sangat sederhana. 2,5 tahun kami lalui dengan indah dan begitu bahagia.

Perbedaan yang banyak tapi kami nyaman. Aku hanya orang biasa yang temanpun tidak punya, sedangkan Lucas penuh dengan musuh yang banyak.

Aku dan dia sama-sama merasa nyaman. Menghabiskan waktu bersama dan terasa menyenangkan, meskipun kami sedang tak punya bahan perbincangan.

Rasa nyaman adalah poin utama yang bakal aku rasakan ketika sudah bertemu dengannya. Alih-alih harus selalu diisi dengan diskusi interaktif dan kegiatan yang sama, duduk berdua meski sedang sibuk dengan dunia masing-masing akan tetap membuatku merasa betah berada di sampingnya. Aku yang sedang sibuk membaca, lalu dia menemaniku sambil mengecek beberapa senjata apinya.

Walaupun tidak ada percakapan diantara kami, aku tetap merasa tenang. Karena bagi kami bahagia itu sederhana. Keberadaannya tetap membuatku bahagia meski kami berdua sedang tidak melakukan aktivitas yang sama.

"Kau mau ke taman?" tawar Lucas.

"Bagaimana kalau kita ke Garden Lovers cafe saja. Kau mau?"

Lucas tersenyum, ia mengangguk dan mengecup bibir Jungwoo sekilas dan mengelus rambutnya.

Mereka bergandengan tangan menuruni tangga jembatan, sama seperti sebelumnya.

Sekali lagi,

Aku mungkin sudah mengenalnya sejak lama. Aku tahu tentang baik dan buruknya. Aku tahu bahwa dia memang bukanlah orang sempurna. Terkadang dia juga menjadi orang paling menyebalkan di dunia. Sesekali aku juga merasa jengkel padanya.

Tapi semakin hari, aku semakin sadar bahwa aku tidak ingin kehilangan dia. Meski aku sudah tahu baik dan buruknya, perasaanku kepadanya jauh lebih besar dari perasaan yang pernah aku rasakan sebelumnya. Bahkan pertengkaran dengannya bisa terasa tidak memberatkan lagi.

"Berapa banyak yang kau kalahkan hari ini?" tanya Jungwoo sambil mengusap memar di pipinya.

"10 orang." jawab Lucas bangga. Ia tersenyum cerah menatap Jungwoo dan selagi mereka melangkah, mereka masih bisa menatap saling cinta.

Mungkin saat di depan orang lain aku bisa jaim atau sedikit menutupi aib diri sendiri.

Berbeda saat aku berhadapan dengannya, aku justru merasa nyaman menjadi diriku sendiri. Aku tidak perlu khawatir harus berdandan seperti apa sebelum bertemu dengannya.

Saat dia datang menghampiriku, aku tidak harus memasang pose manis untuk menyambutnya. Aku merasa bebas menunjukkan sifat-sifat anehku.

Diriku dengan segala kekurangan dan kelebihan yang aku tunjukan apa adanya tak akan membuatnya meninggalkanku. Karena bagaimanapun, pasangan sejati bukanlah dia yang mencintai kelebihanku saja, tapi juga menerima kekuranganku dengan tangan terbuka.

"10? Aku tidak percaya." Jungwoo tersenyum meledek kekasihnya, Lucas.

"Percaya atau tidak, aku menghajar mereka sambil memikirkanmu yang marah-marah."

"Jadi, jika aku sedang marah padamu kau seperti ingin memukulku, begitu?"

"Bukan seperti itu, chagiya. Astaga." Jungwoo menahan tawanya ketika melihat Lucas sedikit gusar atas jawabannya.

Dia memang seperti itu jika aku akan marah atau sedang marah. Dan hal itu yang aku rindukan darinya. Ekspresi khawatirnya pada diriku, itu menggemaskan.

Setiap orang selalu punya cara yang berbeda-beda dalam mengungkapkan perasaan, tak terkecuali pasangan sejatiku ini.

Tidak jarang dia akan melakukan 'kebiasaan' aneh untuk meluapkan apa yang dia rasakan.

Saat biasanya doyan makan, mungkin tiba-tiba dia malas untuk makan siang atau mungkin dia jadi sering tidur lebih cepat saat biasanya suka begadang.

Nah, tanpa perlu menunggu dia bicara dan bercerita panjang lebar, maka aku sudah tahu kalau dia sedang ada masalah.

Aku hapal di luar kepala apa yang akan dia lakukan ketika sedang sedih, senang, bahagia, atau frustasi.

Walau hanya dengan tanda dan tak banyak bicara, aku sudah paham apa yang sebenarnya dia rasakan. Karena kami tak hanya punya cinta, tapi juga rasa.

"Agar aku tak marah, belikan aku makanan manis dan milkshake nanti." ucap Jungwoo dengan wajah marah yang dibuat-buat.

"Oke siap." tawa renyah keluar dari mulut Lucas dan mengacak rambut Jungwoo.

Menembus batas bukan berarti aku rela mati demi Lucas atau melewati aturan moral ya.

Namun, kenyamanan bersama pasanganku yang satu ini membuat aku bisa melakukan hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya.

Aku belajar menembak dari dia, belajar menggunakan senjata lainnya dan belajar menggunakan pisau. Untuk melindungi diriku sendiri jika ia tak ada. Dan aku tidak merasa risih sekalipun, aku justru senang karena aku tidak membuatnya khawatir ketika kami sedang jauh.

Aku tak perlu lagi buang-buang waktu untuk mencari yang lain. Sebab semua hal di atas sudah aku temukan pada Lucas.

Selain itu, aku tak perlu lagi mencari yang lebih menarik, karena orang yang melengkapi hidupku ini jauh lebih penting.

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

Doyoung melangkah masuk kedalam Garden Lovers cafe dengan senyuman indah dan mendekati Jaehyun.

"Jaehyun~"

"Doyoungieee~~ kau mau minuman seperti biasa?"

"Iya." angguknya dengan semangat.

"Kau menunggu Johnny?"

"Iya, dia bilang dia akan kesini. Kami akan menyewa cafe ini untuk beberapa bulan kedepan, sekitar 2-3 bulan lagi."

Sebagai manusia kita memang tidak pernah tahu akan dipertemukan dengan sosok yang seperti apa nantinya untuk menemani hidup kita selanjutnya.

Kalau di ijinkan untuk memilih, pasti akan banyak kriteria-kriteria yang nantinya dipilih. Tapi sekali lagi, untuk hidup bersama bukan lagi soal memilih dia yang wujudnya sama seperti dengan apa yang kita inginkan. Tapi soal bagaimana kita mampu menjadi sosok yang pantas untuk dimiliki.

Langit memang selalu ajaib. Mudah sekali membolak-balikkan rasa hingga mampu mengubah cinta menjadi benci, bahkan sebaliknya. Semudah memisahkan yang telah lama bersatu, begitupun menyatukan yang lama terpisah.

Seperti saat ini, antara aku dan dia, antara seorang pria yang hampir menjadi kriminal demi mantannya dan seorang pria lain yang ceria dan sensitif memendam rasanya, yang cintanya sempat diragukan.

"2 sampai 3 bulan lagi? Untuk apa?" Jaehyun memberikan segelas coffee latte kepada Doyoung dan menatapnya dengan penuh tanda tanya.

Doyoung menyesap kopinya dan memamerkan jemari tangan kanannya yang tersemat cincin kepada Jaehyun.

"Oh my god! Johnny akhirnya melamarmu?!"

Doyoung mengangguk semangat dan tersenyum penuh kegembiraan, "Ya dia melamarku setelah telat berjam-jam dan membuatku menunggu lama di restoran bintang lima. Kau bayangkan itu, Jae."

Jaehyun tertawa karena ia ikut dengan Johnny memilih cincin. Karena kebimbangan Johnny memilih cincinlah mereka jadi membuang-buang waktu.

Tapi hal itu tidak membuat Doyoung menolaknya, justru hal itu membuat Doyoung gemas karena kekasihnya itu.

Ketika mencintai seseorang, tanpa berkata-katapun kamu akan dapat membaca hatinya.

Lantas, bentuk cinta macam apa ini? Bagaimana bisa aku memilih mencintainya meski jelas-jelas ini tidak mudah?

Aku tak menyadari keputusan macam apa ini, ketika aku merasa begitu mudah untuk menjatuhkan pilihanku padanya tanpa perlu lagi banyak penjelasan apapun tentang alasannya.

Pada laki-laki yang suaranya tak pernah kudengar nyaring namun mampu membuatku begitu jatuh cinta. Laki-laki yang membuatku bekerja keras terhadap apa isi dari kepalanya itu telah berhasil meruntuhkan tembok pertahananku.

Tak peduli bagaimana tentang masa lalunya, aku yakin bahwa setiap orang pasti pernah melalui ragam perjalanan yang tidak mudah.

Satu hal yang kini kuketahui, adalah bagaimana dia dapat melalui hari-harinya sebelum pada akhirnya menemukanku. Aku rasa perjalanan yang dilaluinya pun tidak mudah.

Sebagai manusia biasa yang selalu butuh tempat bercerita, bisa jadi tidak semudah itu dia mengungkapkan perasaannya. Meski sikapnya terkadang membuat ragu, tetapi memang tugaskulah yang menyingkirkan keraguan dalam dirinya.

Sekali lagi,

Mencintai laki-laki sepertimu memang tidak mudah, karena aku harus tahu bagaimana isi kepalamu tanpa perlu kamu jelaskan. Rasanya hari-hariku selalu dihiasi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk aku temukan jawabannya.

Kamu selalu memintaku untuk menyerah, karena bagimu orang sepertimu memang tidak layak diperjuangkan oleh orang yang sifatnya mungkin berbanding seratus delapan puluh derajat denganmu.

"Kau tahu bahwa bulan depan akan ada penyewa cafe yang merupakan idola ternama, dia akan melakukan syuting musik videonya disini." jelas Jaehyun.

"Christmas theme?"

"Yup"

"Menurutmu tema apa yang harus aku pakai di pesta pernikahanku nanti?"

"Kastil?"

"Aku tak mungkin menjadi Rapunzel."

"Mermaid?"

"Not Ariel, please."

"Ah! Aladdin."

"Jauhkan Jasmine dari pikiranmu."

"Oke, Garden?"

Doyoung mengangguk dan tersenyum, ia kembali meminum kopinya dan memandangi cincin di jemarinya.

Indah.

Tak peduli bagaimanapun kamu, saat itu juga kuputuskan bahwa aku bersedia untuk melangkah menuju hari-hari bahagia denganmu selanjutnya.

Mencintaimu memang tidak mudah, tetapi lebih tidak mudah ketika harus melanjutkan kehidupan selanjutnya tanpamu.

Untuk setiap langkah yang selalu melibatkanku dalam setiap keputusanmu, terima kasih Johnny!

Dan untuk mencintai laki-laki sepertimu, aku memang seberuntung ini.

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

"Kenapa kau tidak mau mengerti Kun ge?" ucap Yangyang, ia merasa kecewa dan tampaknya ia akan menangis dan Kun sama sekali tak bisa melihat itu.

"Yangyang, maksudku...,"

"Sudahlah, tak ada lagi yang harus dibicarakan. Akhir-akhir ini kita selalu seperti ini, bertengkar setiap bertemu. Aku lelah!"

Yangyang berlari meninggalkan Kun dan kembali pulang ke apartemennya.

Ia masuk kedalam dan masuk kedalam lift sembari menghapus air matanya kemudian naik kelantai 6. Ia melangkahkan kakinya sambil menangis menuju kamar 606 dan menekan beberapa tombol lalu membuka pintu dan menutupnya setelah ia masuk.

Ia melepas sepatunya dan berjalan ke ruang tengah. Ia melepas jaket yang ia kenakan dan ia menemukan sepucuk surat terjatuh dari saku jaketnya.

Yangyang mengambilnya dan membacanya,

Cerita ini sengaja kutulis dan kemudian kusisipkan di saku jaketmu, supaya bisa dengan mudah kau temukan lalu kau baca. Mungkin kau akan membacanya ketika hendak mencuci bajumu, atau hendak pergi setelah menutup rapat pintu kamarmu dan memasukkan kunci ke dalam jaket.

Tenang saja, Yangyang.

Di surat ini tidak akan kau temukan kata-kata yang akan membuat tekanan darahmu meninggi. Tak ada pula rentetan kalimat yang akan kembali mengoyak hatimu sekali lagi. Di surat yang akan segera kau baca setelah ini hanya akan ada tumpukan asa milikku yang menunggu. Harapanku hanya satu, semoga kau percaya dan turut meyakininya.

Belum lama ini kita mendiskusikan kemungkinan perpisahan. Sejujurnya, ini sama sekali bukan topik favoritku, bahkan sekian lama kita berdampingan kita sama sekali tidak pernah membahas hal seperti ini, karena bagiku jika kita mengalami masalah bukan hubungannya yang harus di selesaikan namun masalahnya yang harus diselesaikan, tetapi untuk saat ini berbicara tentang hal itu kita rasa memang di perlukan.

Di kepalaku masih terngiang jelas memori ketika kita membicarakan kelanjutan hubungan kita berdua, di suatu malam ketika musim dingin sedang meraung-raung, aku melihat kedatanganmu dengan tatapan dingin penuh kekecewaan terhadapku dan jujur saja aku tak pernah mampu menatap wajahmu dalam keadaan seperti itu, kali ini sama sekali bukan topik yang ku gemari, dan seandainya bisa aku pun akan memilih untuk tidak membicarakannya.

Sekali lagi,

Semarah apapun kamu denganku hari itu kamu harus selalu mengingat ini, aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian.

Yangyang melangkahkan kakinya menuju jendela apartemennya yang tirainya ia biarkan terbuka dan masih membaca surat dari Kun, kekasihnya.

Malam sebelumnya kita sedang sama-sama emosi kemudian saling berkata dengan nada tinggi. Keputusan yang tak matang pun sempat muncul ke permukaan. Membuat kita sama-sama lunglai lelah beradu pendapat yang membuat otot leher terlampau kencang. Bahwa mungkin kau dan aku memang tak lagi sejalan dan bertumbuh ke arah yang berbeda, namun tentu saja dengan kuatnya aku menolak hal ini.

Namun, aku dengan keras kepalaku mengatakan untuk tetap memperbaiki karena aku sama sekali tidak memikirkan perpisahan. Kita memang pernah mengalami beberapa pertengkaran menyakitkan. Namun seperti yang sudah ditunjukkan, kita punya kemampuan lebih untuk terus bersabar.

Yangyang meremas kertas yang ia pegang dan ia kembali menangis. Dirinya selalu marah pada Kun dan terkadang Kun mengalah dan membiarkan Yangyang mengambil kendali dengan segala ocehannya.

Ia menghapus air matanya dan kembali meratakan kertas yang sudah ia remas dan kembali membacanya.

Aku dengan sifat keras kepalaku begitu juga denganmu. Membuat kita harus sering-sering melafalkan kata sabar. Kita pun sering tak sejalan. Langkah kita terkadang tak berirama karena seringnya kita berbeda ambisi. Ritme yang kita jalani terkadang sulit untuk di satukan dan membuat aku uring-uringan.

Genggaman tangan yang ada pun tak lagi seerat dulu. Mungkin saja aku atau kamu memang sedang dibelit jemu.

Aku mengerem langkah-langkah kakiku, demi mengimbangi langkah milikmu. Tak akan kubiarkan kita berjalan sendiri-sendiri. Bukankah itu yang kamu inginkan kita saling berdampingan? Untuk apa berpisah sekarang padahal kita telah mengumpulkan banyak kenangan? Jika kita menyerah saat ini juga, semua usaha yang telah kita kerahkan akan jadi sia-sia.

Bukankah semuanya terlalu berharga jika ditinggalkan begitu saja? Tak ada guna kita menyerah sekarang. Aku meyakini bahwa kita memang dituntut untuk harus berjuang. Meskipun kita tak pernah tahu apa yang terjadi di masa depan, aku memilih untuk bertahan.

Sekali lagi,

Aku memilih untuk bertahan. Aku tak ingin bertekuk lutut dan rebah hanya karena begitu mudahnya menyerah. Hubungan ini memang layak untuk diperjuangkan. Ada keberadaan dirimu yang membuatku harus bersyukur dalam-dalam karena telah dilahirkan dan denganmu lah aku disandingkan.

Liu Yangyang,

Walau memang masa depan belum jelas tergambar, namun aku selalu berdoa kepada Pemilik Kehidupan. Semoga, menua bersamamu merupakan bagian dari kisahku di masa depan.

Yangyang kembali menangis, hatinya bergemuruh membaca surat dari Kun. Ia meraih jaketnya kembali dan mengenakannya. Berlari keluar dari apartemennya tanpa mengenakan alas kaki dan menekan tombol lift tanpa henti berharap pintu lift segera terbuka.

Tak lama kemudian Yangyang sudah berada di luar apartemen dan berlari kembali menghampiri tempatnya bertengkar dengan Kun. Langkahnya berhenti perlahan ketika melihat Kun masih ada disana, seolah tahu bahwa Yangyang akan menemuinya lagi, disini.

Kun menoleh dan memandangi Yangyang yang terengah-engah, ditangannya masih ada sepucuk surat yang diremasnya begitu erat.

Tanpa sadar Kun tersenyum, ia tahu. Dan tanpa diminta pun Yangyang kembali berlari dan langsung memeluk Kun dengan erat.

"Maafkan aku, Kun ge. Maafkan aku yang seperti anak-anak ini." ucap Yangyang dengan tangisan. Sedangkan Kun hanya tertawa kecil dan mengusap lembut kepala Yangyang seolah ia anak bayi.

"Apapun yang terjadi aku tidak akan menyerah pada hubungan kita. Kau mengerti?"

Yangyang mengangguk dan terus memeluk Kun seolah tak ada niatan untuk melepasnya. Kun melirik kebawah dan melihat Yangyang tidak mengenakan sepatunya.

"Kau mau milkshake?" Tawar Kun.

Hanya anggukan respon dari Yangyang.

"Oke, kita ke Garden Lovers Cafe, bagaimana?" Kun melepas pelukan Yangyang dan menghapus air matanya. "Pertama-tama ayo hapus air matamu. Aku tak suka kau menangis."

Kun lalu berjongkok dan membiarkan Yangyang naik ke punggungnya dan Kun mulai berjalan menuju cafe dengan menggendong Yangyang.

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

"Xiao Jun! Bisa kau bawa minuman ini ke meja di sebelah sana?" Ucap Jaehyun.

"Tentu saja."

Xiao Jun lalu mengambil nampan dan membawanya ke meja yang ditunjuk oleh Jaehyun tadi dan memberikan dua ice coffee pada Jungwoo dan Lucas.

"Terima kasih Xiao Jun." Ucap Jungwoo dan menyambar minumannya segera. "Ahhh~ aku haus~"

Xiao Jun melihat sekelilingnya, ia melihat tawa riang Jisung, Taeil yang sedang menemani Haechan di belakang cafe, lalu Jaehyun yang sesekali menatap kekasihnya, Taeyong. Ditambah ada Lucas dan Jungwoo, pasangan yang begitu lugu dan sederhana.

Terkadang semesta seperti itu memang sulit untuk ditebak, sulit diprediksi. Sesuatu yang kita anggap akan bertahan, tapi perlahan pergi tanpa alasan.

Seperti kamu, kamu yang aku anggap akhir dari cerita cinta yang aku miliki, ujung dari perjalanan menuju bahagiaku, usai dari kisah panjang yang aku tempuh dengan berbagai cobaan dan rintangan. Nyatanya bukan.

Jika saja aku dapat mengubah takdirku, maka satu hal yang ingin aku sampaikan kepada Sang Kuasa yaitu untuk mengubah takdirku untuk memiliki kamu seutuhnya, bukan hanya sekedar mencintai saja.

Namun apa dayaku, semua telah tertulis dan mungkin tak akan mampu dapat aku ubah, karena sejatinya, mungkin aku bukanlah orang yang ada dalam takdirmu sehingga kita tak akan pernah bertemu.

Aku mencampakkanmu Hendery, lalu setelah aku menyadari kesalahanku. Kaulah yang pergi meninggalkanku. Selamanya. Dan hatiku hampa. Aku bahkan tidak lagi tahu apa itu rasa.

Xiao Jun kembali menatap cafe dan melihat Johnny dengan Doyoung yang akan melangsungkan pernikahan tahun depan di cafe ini, mereka tampak bahagia. Lalu ada sahabat Haechan sejak sekolah, Jeno dan Renjun. Mereka juga tampak bahagia, mereka seolah paham satu sama lain walau hanya dengan saling menatap.

Sulit untukku menerima ini semua pada awalnya, namun perlahan aku mulai mengerti, terkadang semesta memang sebercanda itu, hal yang kita inginkan, hal yang kita jaga dengan baik, sesuatu yang kita anggap milik kita, namun seketika waktu ia menghilang begitu saja.

Tapi, tak apa, aku mengikhlaskan kepergianmu. Aku tahu, aku pernah bahagia denganmu. Aku pun begitu, rencana kita pun sama yaitu ingin bahagia.., bersama.

Namun semesta memiliki ketentuan yang berbeda, hingga kita harus menyudahi cinta kita dan hanya sebatas cerita saja.

Jika kamu bertanya kepadaku, apakah aku sakit hati, tentu tidak. Aku hanya merasa kehilangan orang yang selama ini aku jaga, orang yang selalu tertawa, tersenyum dan memberiku semangat dalam hariku, sekarang tidak lagi, karena kamu telah bahagia di sana.

Namun perlahan aku akan belajar melupakan itu semua, dan kamu tenang saja, aku baik-baik saja disini, karena kamu tahu, aku telah mencobanya sejauh ini berarti aku sanggup untuk menjalaninya.

Gemerincing bel membuat Xiao Jun menoleh dan melihat dua pasang pemuda yang tampaknya baru saja menyelesaikan permasalahan mereka. Ya cafe ini pernah jadi tempat penculikan dengan mereka berdua sebagai korban dan tentu juga karyawan cafe termasuk Haechan.

"Kun, Yangyang? Kalian ingin pesan seperti yang biasa?" Tanya Xiao Jun dengan senyuman manisnya.

"Ya, dua watermelon milkshake. Terima kasih Xiao Jun." Ujar Kun.

Xiao Jun mengangguk dan memberikan catatan pesanan pada Jaehyun.

Selagi menunggu, Xiao Jun kembali mengedarkan pandangannya dan jujur ia merasa iri. Dia merindukan Hendery, sangat.

Aku harap, kamu juga bahagia di sana, sebahagia apa yang pernah kamu rasakan denganku dulu, Hendery.

"Permisi? Apa kau karyawan disini?" Ucapan seseorang membuyarkan lamunan Xiao Jun.

"Ya? Ada apa?"

"Tuanku, menitipkan ini untuk salah satu pelanggan di cafe ini. Tolong berikan ini kepada pria bernama Park Jisung, mungkin kau mengenalnya."

Pria berjas hitam itu keluar dari cafe setelah memberikan bungkusan coklat lumayan besar pada Xiao Jun.

"Jaehyun, bisa kau saja yang antarkan minuman itu pada Kun dan Yangyang? Aku mendapatkan titipan dari seseorang untuk Jisung." Jelas Xiao Jun.

"Oke." Jaehyun tersenyum dan mengantarkan pesanan Kun dan Yangyang di meja yang tak jauh dari meja Lucas dan Jungwoo.

"Park Jisung?" Panggil Xiao Jun untuk memastikan.

"Ya?"

"Aku mendapatkan titipan dari seseorang, ia bilang ini untukmu." Xiao Jun tersenyum memberikan bingkisan tersebut dan meninggalkan Jisung.

Teman-teman Jisung sungguh penasaran apa ini tapi Jisung sudah tahu dari bentuknya. Ia membuka kertas coklat yang membungkus benda itu dan setelah semuanya disingkirkan, dengan sangat jelas Jisung bisa melihat hoverboard impiannya ada didepan matanya. Dan yang mengetahui hal ini cuma satu orang...,

Zhong Chenle.

Tanpa memikirkan apapun, Jisung beranjak keluar dari cafe dengan membawa hoverboardnya dan melihat disekitar luar cafe. Tapi ia tidak menemukan siapapun.

Jisung sangat gusar, ia mengacak rambutnya dan berharap sosok yang ia rindukan selama 2,5 tahun ini hadir dihadapannya, kenapa dia hanya menitipkan hoverboard ini kepada Xiao Jun. Kenapa tidak memberikannya secara langsung.

"Jisung?"

Jisung menoleh tepat ketika setelah namanya dipanggil oleh seseorang yang ia gusarkan sejak tadi pagi.

"Chenle?"

"Hai, apa kabar?"

Setelah berpisah 2,5 tahun yang lalu kini kau dan aku bertemu lagi. Tepatnya di cafe ini, cafe di mana kau dan aku pernah bersama hingga akhirnya berpisah saling melukai bahkan membiarkan segala tentang kita berceceran dan meninggalkan pilu.

Kau dan aku hanya saling menatap, seolah menyalahkan keadaan dulu, menyesali kebersamaan yang dulu pernah berakhir. Namun terlihat jelas binar dimatamu kau masih sosok yang aku kenal dulu. Seseorang yang terus berusaha mengimbangi sikapku entah itu keterpaksaan atau memang tulus kau lakukan, sampai sekarang pun aku tak mampu mencari jawabnya.

"Kau..., kau tampak tak berubah. Kau masih seperti Chenle yang dulu, kau...,"

Belum sempat Jisung menyelesaikan kata-katanya, Chenle sudah berlari memeluknya dengan erat. Mencoba menyesap segala kerinduan yang ada pada mereka.

Untuk sejuta harapan dan impianku. Hanya satu yang aku inginkan dari sejutanya, yaitu hidup denganmu selamanya. Kau tahu, ada hal yang tak pernah kau ketahui tentang diriku dan perasaan ini sebenarnya. Aku ingin melihat kau mencarinya. Mencari yang tak terlihat. Mencari apa yang tak didengar.

"Yoghurt untukmu Chenle, selamat datang kembali. Kau dirindukan oleh calon idola disini." Ucap Jaehyun sambil mengedipkan matanya pada Jisung.

"Terima kasih Jaehyun hyung." Chenle tersenyum dan menatap Jisung, "Jadi benar? Kau akan di training menjadi dancer di agensi itu?"

"Ya. Aku bisa membatalkannya. Aku hanya ingin bersamamu, aku tak mungkin meninggalkanmu lagi, jika aku sudah masuk asrama, aku akan sulit untuk bertemu denganmu." Jelas Jisung.

"Perusahaanku bisa membuat kerja sama dengan agensimu nanti. Aku akan pastikan kita bisa sering bertemu."

Segala sesuatu yang diucapkan Chenle selalu membuat Jisung tercengang. Tapi itu hal yang dirindukannya.

"Apa ayahmu tahu kau pergi menemuiku?"

"Aku sudah menurutinya untuk kembali ke Shanghai, dan sekarang giliranku yang menentukan jalan hidupku. Aku memutuskan untuk mengambil jalan pulang dan menemukan rumahku."

"Kalau begitu kenapa kau tidak pulang dahulu kerumahmu?"

Chenle tersenyum dan ia menggenggam jemari Jisung.

"Rumahku itu kau. Aku ingin kembali padamu."

Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu. Seperti yang kau bilang, aku adalah rumahmu. Ibarat rumah, yang sekali pun tidak kubiarkan orang lain untuk menjadi tuan atau penghuni di dalamnya, kecuali dirimu yang akan kusediakan di dalamnya fasilitas kenyamanan dan kebahagian yang tidak akan pernah kau temui di mana pun serta kemewahan serta kekayaan yang tidak pernah dijamah oleh siapapun yaitu cinta.

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

Apakah kisah mereka akan berakhir dengan bahagia?

Sepertinya iya, kehangatan Garden Lovers cafe tampak terasa nyata, penuh dengan cinta dan sukacita.

Mereka saling menatap pasangan mereka satu sama lain. Seolah-olah berkata bahwa hanya ada mereka dihati pasangannya. Bercengkrama pada hati masing-masing. Tanpa kata, tanpa suara, hanya dari tatap, semua terlihat jelas.

Tatapan yang sekali lagi seolah berkata,

Untukmu orang yang aku cintai, jangan pernah letih untuk mencintaiku, jangan pernah bosan untuk terus menjadi kekuatanku dan jangan pernah ragu untuk kasih yang tak pernah kau tahu sebesar dan seluas apa. Karna kata-kata saja tidak cukup untuk mewakili semua perasaanku padamu. Karna semuanya terasa mengalir apa adanya dan senatural mungkin tanpa ada apanya.

Aku di sini akan selalu menjaga hati ini untukmu, selalu untukmu. Hatiku tak bisa perpaling kemanapun. Tertutup rapat, hingga sehalus udara pun tidak mampu menembusnya. Semuanya masih terbingkai indah, dengan tali kesetiaan yang melengkapinya. Begitu halnya dengan hatiku. yang telah tertambat mati untukmu.

Gemerincing bel sekali lagi menghentikan kegiatan Xiao Jun yang sedang membersihkan meja.

"Selamat datang di Garden Lovers cafe. Ada yang bisa aku bantu?" sapa Xiao Jun kepada tiga orang yang baru saja masuk.

"Saya Shindong Hee, saya manager dari idola yang akan menyewa tempat ini untuk musik video. Dan ini Sungchan hairstylist dan Shotaro assistant."

"Ah! Ruangan Haechan ada disana...,"

"Tidak usah, kami disini saja. Kami ingin melihat-lihat dan mencoba menu cafe disini."

"Oke, silahkan duduk." Xiao Jun memberikan menu kepada manager itu dan memanggil Haechan.

Tak begitu lama Haechan datang dan duduk bersama dengan manager idola tersebut.

"Lee Donghyuck, tapi kau bisa memanggilku Haechan." Haechan berjabat tangan, berkenalan dengan manager tersebut.

Setelah menandatangani beberapa lembar kertas dan melakukan deal secara singkat dan jelas. Manager tersebut menyesap minuman semangka yang terkenal di cafe ini.

"Ah kebetulan sang idola ada disini. Dia berniat berkeliling cafe untuk menyatukan tema cafe dengan lagunya nanti." ucap manager tersebut sambil menatap layar ponselnya. "Ah, dia sudah ada didepan."

Bel yang tertambat di atas pintu kembali terdengar. Seorang pria berambut mullet berwarna pink yang mencolok masuk kedalam. Ia melepas masker hitam yang ia kenakan dan kacamata hitamnya.

"Oh, Lee Minhyung. Ini cafe yang aku maksud, bagaimana sesuai bukan dengan tema album comebackmu?"

Haechan hampir terjatuh ke lantai jika saja Taeil tidak menahannya. Matanya tak bisa berpaling dari pria yang baru saja masuk kedalam cafenya.

"Is that all you got?" pria berambut pink itu mengedarkan pandangannya dan mengangguk.

"Bagaimana?" tanya manager.

"Perfect. I like this place."

Pria tersebut kembali melihat sekeliling cafe tanpa menyadari bahwa beberapa pasang mata tengah memandangnya. Bukan terkagum dengannya tapi karena hal lain.

"Mark...,?"


Dan yang tak kau ketahui tentang diriku adalah bahwa memilikimu sudah cukup bagiku dan memilikimu adalah hal terbesar di hidupku.

Apa kalian yakin bahwa hati kalian tidak berubah ketika dihadapkan oleh sosok masa lalu yang harusnya menjadi kenangan tapi kini berubah menjadi sebuah perasaan.

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

◆◆◆
((-0-0-0-))
◆◆◆

ENDING


wait for series two...,

Continue Reading

You'll Also Like

2.7K 274 3
"ABI!" . "BABE!" . "PAPA!" . "PAPI!" . "AYAH!" . "DADDY!" . "BAPAK!" HADEHHHH PUSING First to be a Father ©hii_dyah
24.3K 2.4K 6
Aku seperti Matahari Dan dia bagaikan Bulan Kami tidak akan pernah bisa bertemu di satu poros yang sama MARKHYUCK | MARKCHAN
1.7M 17.3K 3
*Wattys 2018 Winner / Hidden Gems* CREATE YOUR OWN MR. RIGHT Weeks before Valentine's, seventeen-year-old Kate Lapuz goes through her first ever br...
357K 37.6K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...