'Hati dan logika seringkali bertolak belakang. Saat logika menerima semuanya, hati justru merasa terluka' -ILYbee
______
Langit tampak gelap dihiasi titik-titik sinar bintang yang berkelap-kelip. Bara melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Waktu belum terlalu larut malam, Bara sengaja keluar lebih awal karena suasana hatinya sedang tidak baik.
Bara menyipitkan matanya kala melihat seorang pereman yang sedang berusaha merebut tas seorang gadis. Bara sangat mengenal siapa gadis itu Gadis itu adalah Nara, adiknya yang satu ayah tapi berbeda ibu dengannya.
Bara menghentikan motornya dan dengan gerakan cepat, Bara turun dari motor lalu melempar helmnya tepat pada dada pereman yang menggangu Nara. Kemudian Bara berlari dan menghajar pereman itu tanpa ampun.
Bara mencengkeram kerah baju si pereman. "Pergi, lo. BANGSAT!" Bara menghempaskan tubuh pereman itu dengan kasar. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, si pereman berlari terbirit-birit dari tempatnya.
Nara terduduk sambil memukul-mukul dadanya. Napasnya tersengal-sengal, Nara berusaha meraup oksigen tapi hal itu tidak berhasil membuat rasa sesak di dadanya berkurang.
Bara berjongkok di hadapan Nara.
"Heh! Inhaler lo mana?" tanya Bara seraya merogoh tas gendong berwarna pink milik Nara.
Nara menggeleng, ia lupa membawa benda pentingnya. "Lupa," lirih Nara.
"Gila lo! Udah tahu penyakitan, teledor banget sih," gerutu Bara dengan wajah galaknya.
Nara masih bisa mendengar suara Bara, tapi setelahnya kegelapan merenggut kesadaran Nara. Gadis itu pingsan. Bara langsung mencegat taksi yang kebetulan lewat dan menggendong Nara ke dalam taksi. Bara naik ke dalam taksi bagian depan di samping Pak Supir.
"Ke rumah sakit terdekat, pak," kata Bara pada supir taksi.
Bara mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jaket.
Nevan
Tolong ambil motor gue di jalan mawar
Lah? Ada masalah?
Ambil aja gak usah banyak nanya
Oke, bos
Bara kembali memasukan ponselnya ke dalam saku jaket. Tidak lama setelah itu taksi berhenti di depan sebuah rumah sakit. Bara turun dari taksi dan membuka pintu mobil belakang, menggendong Nara ala bridal style. Seorang perawat wanita berlari membawa brangkar menghampiri Bara, lalu Nara di letakan di atas brangkar. Perawat itu mendorong brangkar ke dalam UGD untuk di tangani dokter. Sedangkan Bara memilih duduk di kursi tunggu.
Setelah beberapa menit Bara menunggu, akhirnya seorang dokter laki-laki menghampirinya.
"Gimana keadaan adik saya?" tanya Bara pada dokter.
"Baik-baik saja, asmanya tidak kambuh terlalu parah karena cepat ditangani. Untuk malam ini biarkan dia istirahat di rumah sakit, besok boleh pulang," papar sang Dokter.
Bara mengangguk mengerti. Dokter itupun pamit pergi menggerus pasien yang lain dan Bara menghampiri brangkar yang di tempati Nara.
Bara sedikit menggeser gorden dan masuk ke dalamnya. Terlihat Nara yang terbaring di atas ranjang pasien dan sebagian wajah Nara terhalang masker oksigen, napasnya sudah teratur tapi masih ada sisa-sisa keringat di dahinya. Tangan Bara terulur menaikan selimut yang melapisi tubuh Nara sampai di dada. Tiba-tiba mata Nara terbuka perlahan, Bara langsung menarik kembali tangannya sebelum tindakannya dilihat Nara.
"Kak Bara," lirih Nara.
"Arsen kemana?" tanya Bara.
Nara menggelengkan kepala.
"Kak Arsen gak angkat telepon. Maaf, Nara ngerepotin Kak Bara. Kak Bara boleh pergi, gak usah nungguin Nara di sini," ucap Nara.
"Emang gue udah mau pergi. Masih banyak urusan yang lebih penting di banding nungguin lo semaleman di sini," ujar Bara.
"Makasih," ucap Nara tulus.
"Hmm." Setelahnya Bara pergi dari hadapan Nara.
Bara menghampiri seorang perawat yang tadi mendorong brangkar Nara.
"Boleh pinjem kertas sama pulpen?" tanya Bara pada perawat.
Si Perawat memberikan sebuah nota dan pulpen pada Bara. Bara menuliskan sesuatu di atas nota itu lalu memberikannya kembali pada perawat.
"Itu nomor ponsel saya. Kalo ada apa-apa sama dia, tolong segera hubungi saya," ucap Bara.
Perawat itu mengangguk mengerti dan memasukan nota berisi nomor ponsel Bara ke dalam saku bajunya. Bara menoleh sebentar ke arah gorden dimana Nara berada di sana, lalu Bara kembali mengambil langkah dan pergi keluar dari rumah sakit.
🐝🐝🐝
Starla menerobos kerumunan orang dengan susah payah, sebagian orang menggerutu kesel pada Starla. Akhirnya usahanya berhasil, kini Starla berada di barisan depan di antara para kerumunan. Starla melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukan pukul 00.45.
"Kapan balapannya di mulai?" tanya Starla pada perempuan yang mengenakan baju minim dan riasan wajah yang tebal.
"Biasanya udah mulai. Tapi... Nah itu dia Bara," ucap perempuan itu seraya menunjuk seorang laki-laki yang mengenakan jaket hitam.
Mata Starla mengikuti arah telunjuk perempuan itu. Nama yang di sebutkan perempuan tadi sangat tidak asing baginya. Dan benar saja, Starla melihat Bara dengan motor hitamnya. Di sana juga ada Nevan dan Galen.
Bara, Nevan dan Galen terlihat serius membicarakan sesuatu. Bahkan Bara terlihat memukul stang motor dengan kilatan marah. Nevan menepuk punggung Bara seperti menenangkan, sedangkan Galen mengacak rambutnya frustasi.
"Teman-teman, balapan malam ini batal." Suara Nevan menginterupsi.
Terdengar suara decakan kesal dan kecewa dari orang-orang di sekitar. Sama halnya dengan Starla.
"Aish, apa-apaan nih? Gue susah payah ngendap-ngendap turun dari balkon kamar. Balapannya malah di batalin, gak asik!" gerutu Starla.
Starla menatap jengkel pada tiga laki-laki di depannya. Namun tanpa ia duga, Bara menoleh ke arahnya, sontak hal itu membuat Starla membulatkan mata terkejut. Dengan cepat Starla membalikkan badan dan berjalan menjauh.
"Itu bukannya si Bintang?" Galen melihat punggung Starla yang perlahan menjauh.
"Wah! Nyali nya oke juga. Berani nonton balapan liar tengah malem gini," kata Nevan.
Bara menghidupkan mesin motornya.
"Gue duluan," pamitnya.
Tanpa menunggu jawaban dari kedua temannya, Bara melajukan motornya begitu saja meninggalkan Nevan dan Galen yang siap melontarkan umpatan.
Bara menghentikan motornya di depan Starla yang sedang celingak-celinguk menunggu taksi. Bara melepaskan helm full face hitamnya. Sedangkan Starla hanya melirik Bara sekilas dan kembali fokus mencari taksi. Starla bersikap seolah Bara hanyalah angin yang tidak terlihat.
Baru saja Bara akan berucap, tiba-tiba ia di kejutkan dengan empat motor yang melaju ke arahnya. Cepat-cepat Bara mengenakan kembali helmnya.
"Heh! Naik, buruan!" perintah Bara pada Starla.
"Apaan sih?" sinis Starla.
Terlambat, empat motor itu kini sudah berhenti di depan Bara membuat Bara menggeram kesal. Starla pun terkejut melihat delapan orang laki-laki yang turun dari motor dengan membawa balok kayu.
Starla merapatkan tubuhnya pada Bara. "Mereka pencopet ya?" tanyanya.
"Lo pikir ada pencopet bawa motor mahal kaya gitu?" Pandangan tajam Bara lurus ke depan.
"Mereka pasti musuh lo kalo gitu," ujar Starla.
Bara melirik Starla dengan wajah galaknya. "Kalo aja lo cepet naik ke motor gue tadi, sekarang pasti udah aman."
"Wah, ketua Arixon bisa cinta-cintaan juga ternyata," ucap Eric. Ya, delapan orang laki-laki itu dari geng Zirex.
Bara melepas helmnya dan turun dari motor. Bara menatap tajam Eric dengan rahang mengeras. Starla merapatkan bibirnya, gadis itu sudah bisa menebak apa yang akan terjadi sekarang.
Tanpa aba-aba, Eric dan anggota gengnya menyerang Bara. Bara tersenyum miring, baginya melawan delapan orang adalah hal yang mudah. Perkelahian pun terjadi, lebih tepatnya ini adalah pengeroyokan karena Bara hanya seorang diri melawan delapan orang. Bara terus berhasil menghindari pukulan. Saat Bara fokus melawan Eric, seseorang melayangkan balok kayu ke arahnya. Tapi belum sempat balok kayu itu mengenai kepalanya, Starla lebih dulu menahan balok kayu tersebut.
Bara terkejut melihat tindakan Starla yang bisa membahayakan. Dan Bara dibuat semakin terkejut ketika Starla berhasil merebut balok kayu itu serta Starla yang melayangkan tendangan pada wajah anggota Zirex.
Eric meninju perut Bara, kini Bara kembali fokus melumpuhkan lawannya sembari memperhatikan Starla yang ikut berkelahi dengan melawan dua orang sekaligus. Terlihat Starla membanting salah satu anggota Zirex. Sedangkan Bara sudah berhasil mengalahkan empat lawannya termasuk Eric yang sudah terkapar di aspal, Bara melirik Starla yang masih kewalahan melawan dua anggota Zirex. Bara berlari dan memeluk Starla saat salah satu anggota Zirex hampir memukul Starla dengan balok kayu. Bara meringis saat balok kayu itu mendarat di punggungnya, sedangkan Starla terkesima saat tubuhnya didekap oleh Bara.
"Woi! Cabut!" Eric menginterupsi. Kedelapan anggota Zirex untuk kembali menaiki motornya dan pergi dari sana.
Bara menjauhkan tubuhnya dari Starla dan melihat anggota Zirex yang sudah pergi melajukan motornya.
"Anjing!" umpat Bara.
Starla menyentuh punggung Bara.
"Lo gak apa-apa?" tanyanya.
Bara tidak menjawab pertanyaan Starla. Laki-laki tampan itu berjalan melewati Starla dan menaiki motornya.
"Naik!" perintah Bara.
Starla masih mematung di tempatnya membuat Bara menggeram kesal. Bara melajukan sedikit motornya dan berhenti di depan Starla.
"Buruan naik!" Bara memerintah tak terbantahkan.
Starla pun naik ke atas jok penumpang motor Bara. Tidak lama kemudian motor Bara melaju dengan kecepatan tinggi membuat Starla mengeratkan pegangannya pada jaket yang dikenakan Bara.
"Lo kalo mau mati jangan ngajak-ngajak gue!" teriak Starla.
"Berisik! Tunjukin arah rumah lo," ucap Bara di balik helmnya.
"Sekarang lurus aja. Nanti ada perempatan belok kiri." Suara Starla sedikit kencang.
Tidak ada lagi percakapan di antara keduanya. Bara fokus melajukan motornya, sedangkan Starla sesekali mengumpat karena Bara mengemudikan motor dengan kecepatan tinggi bahkan saat melewati jalan bergelombang.
Dan tidak terasa motor Bara sudah menepi di depan gerbang rumah besar. Starla turun dari motor Bara dan merapikan rambutnya yang tertiup angin.
"Shit! Rambut gue jadi gini sih," dumel Starla karena rambutnya yang sangat kusut.
Bara melajukan motornya pergi dari hadapan Starla tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Dasar bajingan," ucap Starla kesal melihat Bara yang mulai hilang dari pandangannya.
Perlahan Starla membuka gerbang rumahnya, terlihat satpam yang kaget melihat anak majikannya yang baru saja masuk. Starla menempelkan jari telunjuknya di bibir bermaksud agar satpamnya diam. Satpam dengan name tag Didit itu mengangguk mengerti dan mempersilahkan Starla masuk.
"Pak Didit, jangan bilang-bilang ya. Ini rahasia kita, oke oke?" bisik Starla.
Pak Didit membentuk tanda O dengan tangannya. Starla tersenyum senang karena satpam rumahnya ini sangat mudah diajak bersekongkol. Sedangkan Pak Didit hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah laku anak majikannya itu.
Dengan lihai, Starla memanjat pohon besar di depan rumahnya. Saat sudah berada di atas pohon, kaki Starla menginjak pinggiran balkon kamarnya yang memang pohon besar itu hampir menempel dengan balkon kamarnya. Dan akhirnya Starla berhasil mendaratkan kakinya di lantai balkon, lalu dengan santainya Starla masuk ke dalam kamar.
Thanks for reading 🥰
Tap your star ⭐ and Comment 🧡
ILYbee_