Satu Hari di Bulan Juni

By neomuhane

233K 40.6K 12.4K

(COMPLETED) "Kemarin ngapain nebeng Bang Eja bukannya bareng aku?" Ada satu hari di mana aku tidak ingin ber... More

Mei-Juni, 2019
Agustus-September, 2019
November-Desember, 2019
Januari-Maret, 2020
April-Mei, 2020
Juni 2020
Satu Hari di Bulan Juni, Epilog-1
Satu Hari di Bulan Juni, Epilog-2 (last)
Mei-Juni 2021
Kematian Rasa Rendah Diri
our love will never die [18+] on KK

Januari-Maret, 2019

49.1K 5.1K 939
By neomuhane


Januari, 2019

Siapa coba yang tidak tahu Haidan Janardana? Semua orang pastinya tahu siapa dia.

Bukan terkenal karena wajah ganteng atau pribadinya yang keren, Haidan justru terkenal karena personality-nya yang gampang sekali menarik perhatian.

Di awal ketika aku melihat batang hidungnya saat penerimaan mahasiswa baru tahun lalu, aku sudah tahu kalau bocah itu akan menjadi gegedug yang disukai banyak orang. Mulai dari caranya bicara, caranya mendengarkan, dan caranya bercanda, sepertinya aneh saja kalau ada orang yang tidak suka dia.

Di masa kaderisasi jurusan, Haidan bahkan sudah sangat akrab dengan banyak kakak tingkat. Dia mudah berbaur dan mendapatkan teman. Semua teman angkatannya, pasti pernah berinteraksi dengan dia.

Suatu hari, temanku bertanya pada Haidan, apa dia tidak pernah merasa canggung dengan orang lain, dan dia bilang, "Nggak tuh, Kang. Aku mah anaknya fleksibel sama siapa aja hayu. Sok tanyain aja, ada gak barudak angkatan 18 yang nggak pernah ngobrol sama aku? Pasti nggak ada, lah!"

Saking fleksibel yang kata dia itu, Haidan kadang jatuhnya jadi sok akrab. Dengan siapa saja, tanpa memandang usia, dia menganggap orang sekitarnya teman.

Aku masih ingat, kali pertama aku dan Haidan saling mengobrol yang literally cuman berdua saja adalah ketika mumas 2019. Angkatanku harus demisioner dari kepengurusan himpunan, dan digantikan angkatan bawah.

Haidan yang hari itu datang sebagai perwakilan fraksi dari angkatan 2018, tiba-tiba saja menyapaku yang tengah duduk sendirian di depan gedung C, seakan kami sudah sering mengobrol saja, padahal selama ini aku dan dia hanya pernah beberapa kali bertukar kata—dan itu pun ketika sedang banyak orang di sekitar kami.

Hari itu, hanya ada aku sendirian, dan Haidan datang menghampiriku.

"Teh Gigi, mau gak?" dia menawariku cimol di plastik kemudian memanggilku dengan nama panggilan.

Panggilan Gigi biasanya hanya dipakai teman-teman yang sudah akrab. Sedangkan adik tingkat biasa memanggil nama depanku, Gistara atau Gista. Ini pertama kalinya ada adik tingkat yang seberani itu memanggilku Gigi, padahal intensitas mengobrol kami saja bisa dihitung jari.

"Nggak." jawabku singkat sambil mematikan layar ponsel kemudian memperhatikan pergerakan Haidan yang tiba-tiba duduk di sebelahku.

"Yah, padahal enak." balasnya tidak penting.

"Masuk sana, ngapain duduk di sini?"

"Nggak boleh?" tanyanya sambil sibuk mengunyah, "Teteh juga masih duduk di sini, tuh."

"Nanti aku mah masuknya."

"Ya udah aku juga nanti." Dari sikapnya bahkan dia tidak terlihat peduli sama sekali dengan ucapanku, "Teh Gigi, suka denger siaran radio kampus gak? Aku ngisi hari Senin sama Kamis, jam 4 sore. Dengerin atuh, boleh kirim-kirim salam sama request lagu juga! Siapa tahu mau kirim-kirim salam sama gebetan, atau mau request lagu sedih, soalnya wajah Teteh suka kayak sedih wae, sendu gitu. Kenapa atuh, Teh, cerita sini sama aku—"

Celotehan sok asik Haidan yang terdengar menyebalkan kala itu, entah mengapa membawa aku pada momen-momen berikutnya di mana aku terus-terusan memikirkannya. Suaranya terngiang-ngiang di dalam kepala, bahkan aku diam-diam mendengarkan sesi siaran radio kampus hari Senin dan Kamis pukul 4 sore hanya untuk mendengar suara Haidan.

Dan satu hal yang membuatku menarik kesimpulan di kemudian hari. Bahwa, Haidan punya suara yang merdu.

-

Maret 2019

Aku mendengar beritanya dari Kavin, kalau katanya Haidan masuk departemen kominfo divisi media informasi.

Departemen dan divisi yang sama seperti aku dulu ketika masih menjabat.

Tapi, dilihat dari segi manapun Haidan memang cocok menjadi pengurus departemen tersebut. Dia sigap, tanggap, dan aktif dalam urusan mencari informasi. Tidak heran Kavin, adik tingkatku yang kebetulan menjadi kadep pada periode tahun ini menerima Haidan sebagai anggotanya.

Dalam hitungan bulan saja, Haidan sudah menguasai jagat jurusan kami. Namanya semakin sering disebut-sebut karena pribadinya yang memang menyenangkan.

Tahu kan, istilah kalau cowok ganteng bakal kalah dengan cowok humoris? Mungkin yang dimaksud itu, ya cowok macam Haidan.

Bisa-bisanya anak semester 2 bau kencur yang baru kemarin SMA, menarik perhatian orang-orang semudah itu. Entah karisma apa yang dia miliki sampai membuat orang semudah itu menyukainya.

Teman-teman seangkatanku saja seringkali membicarakan Haidan, dan mengutarakan keinginan mereka untuk memacari cowok sok akrab itu.

"Haidan kok nggak pacaran, ya?" Tasya bertanya-tanya sambil wajahnya mengawang agak kecewa, "Padahal banyak yang suka dia, tapi kok bisa-bisanya dia cuek begitu. Kayaknya semua orang di mata dia derajatnya sama aja."

"Sumpah!" Raina berseru setuju, "Paling tuh ya, dia berduaan mulu sama si Michelle. Ke mana-mana pasti aja barengan. Diejekin pacaran, katanya nggak. Denger-denger sih, mereka saling suka tapi denial gitu soalnya beda."

"Beda apa?"

"Beda rumah ibadah!"

Satu rumor ke rumor lainnya terus beredar tentang Haidan. Aku tidak tahu harus percaya yang mana, tapi apa yang aku lihat dari luar tentang Haidan selama ini, memang seperti apa yang dibicarakan orang-orang.

Dia memperlakukan semua orang dengan cara yang sama. Cara dia mengajak ngobrolku tempo hari ketika mumas pun, ternyata tidak istimewa sama sekali. Teman-temanku yang lain rupanya juga sering tiba-tiba diajak ngobrol random oleh Haidan, dan itu adalah hal biasa.

Haidan memang seperti itu.

Kecuali pada Michelle. Teman sekelasnya yang selalu menghabiskan waktu bersama.

Bahkan, ketika aku waktu itu tidak sengaja melewati ruang siaran, Michelle kelihatan tengah menunggu Haidan di luar sambil memainkan ponselnya.

Hari demi hari terlewati, dan rumor lain tentang Haidan kembali masuk ke telingaku.

"Katanya, Haidan nggak pacaran karena dia males pacaran sama cewek yang suka sama dia."

"Lah?"

"Iya! Dia cuman mau pacaran sama cewek yang dia suka, bukan cewek yang suka sama dia."

"Gimana sih, aneh."

Iya, aneh.

Kalau begitu, nasib cewek-cewek yang naksir dia sudah pasti tidak beruntung. Karena cewek-cewek itu pasti tidak akan disukai balik oleh Haidan.

Termasuk aku, si cewek bernasib tidak beruntung itu.

.


.


.


2020 © a short story by. neomuhane

Satu Hari di Bulan Juni

***

Haidan Janardana

Ilmu Komunikasi 2018

Gistara Mayeesha Rengganis

Ilmu Komunikasi 2016

***

Satu hari, satu chapter. Sampai ketemu lagi besok :)

Bandung, 16 November 2020

Continue Reading

You'll Also Like

8.8K 1.6K 22
Renjani tak pernah menyangka kalau perpindahan nya untuk melanjutkan pendidikan justru mempertemukan nya dengan Raditya, tetangga depan rumah yang te...
810 135 10
"Just like the moon, half of my heart will always love the dark." [Special Collaboration] Written on : 27 June ©Dkatriana
1.5K 179 4
Rasya sayang Kirana. Makanya, dia nggak mau adik perempuannya itu bersinggungan langsung dengan Haikal. Sayangnya, Kirana nggak melihat itu sebagai k...
16.9K 2.7K 8
Selamat datang di Kota Nirwana. Inilah dramaturgi dari kota kami. ● 13 POV ● Seventeen Local Fanfiction