SINGASARI, I'm Coming! (END)

By an11ra

2M 315K 47.9K

Kapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan... More

1 - PRESENT
2 - PRESENT
3 - PAST
4 - PAST
5 - PAST
6 - PAST
7 - PAST
8 - PAST
9 - PAST
10 - PAST
11 - PAST
12 - PAST
13 - PRESENT
14 - PAST
15 - PAST
16 - PAST
17 - PAST
18 - PAST
19 - PAST
20 - PAST
21 - PAST
22 - PAST
23 - PAST
24 - PAST
26 - PAST
27 - PAST
28 - PAST
29 - PAST
30 - PAST
31 - PAST
32 - PAST
33 - PAST
34 - PAST
35 - PAST
36 - PAST
37 - PAST
38 - PAST
39 - PAST
40 - PAST
41 - PAST
42 - PAST
43 - PAST
44 - PAST
45 - PAST
46 - PAST
47 - PAST
48 - PAST
49 - PAST
50 - PAST
51 - PAST
52 - PAST
53 - PAST
54 - PAST
55 - PAST
56 - PAST
57 - PAST
58 - PAST
59 - PAST
60 - PAST
61. PRESENT
62. PRESENT
63. PRESENT
64. PRESENT
65. PRESENT AND PAST
66. BONUS PART
DIBUANG SAYANG
JANGAN KEPO!!!
HADEEEH

25 - PAST

26.1K 4.3K 272
By an11ra

Berhubung La Nina mulai menyerang Indonesia tercinta Kita
Maka aku persembahan :

DOUBLE UPDATE
Yeeeeiiii

Seneng dong ?
Kalau nggak seneng ?
(Heeem ... Pura - pura seneng ... Ok)

Chapter kemarin nggak bikin PINISIRIN
Kalau chapter yang ini ???

------------------------- 🥳🥳🥳 --------------------------

Melangkah pelan karena membawa nampan berisi kendi dan cangkir - cangkir tanah liat mengikuti Sawitri yang berada di depanku sambil membawa piring - piring berisi kudapan. Hadeeh ... ini acara berburu atau pindah rumah ke hutan sih ? Nggak masuk akal rasanya saat harus menjamu orang - orang yang katanya akan berburu ini.

Dengung obrolan mulai terdengar saat kami melewati ruang tengah. Berhati - hati agar tidak salah melangkah dan menyebabkan nampan terguling lalu pecah dan mungkin berakhir dengan hancurnya benteng kesabaran Pangeran Anusapati dalam menghadapiku.

"Ah akhirnya, berkuda di bawah terik matahari membuatku haus sekali. Sangat melelahkan !" Ucap Pangeran Tohjaya saat aku dan Sawitri menaruh semua makanan dan minuman di atas meja

"Siapa juga yang menyuruhmu ikut, Tohjaya ?" Balas Pangeran Anusapati sambil mendengus

"Hahaha ... bukan begitu maksudku, Kanda. Tetapi bukannya tadi sinar matahari memang terlalu terik. Benarkan Raden Panji ?"

"Benar, Pangeran !" Jawab Raden Panji Kenengkung tenang.

"Duk" Gerakan tanganku menegang dan menyebabkan aku terlalu keras saat meletakan cangkir tanah liat terakhir. Wajahku yang menunduk juga seketika terangkat dan memindai semua orang yang duduk di ruangan itu. Dia ternyata ada di sana, karena terlalu berkonsentrasi membawa nampan jadi aku tidak memperhatikan sekitar apalagi pikiranku masih melanglang buana sejak tadi.

Sial ... bukannya tadi katanya dia tidak ikut acara perburuan kali ini, kenapa sekarang dia ada di sini ? Padahal hatiku sudah damai, tenang dan sentosa saat tahu dia tidak akan ada. Namun kini hatiku mulai berdetak tak tenang, sepertinya hatiku juga tahu siapa pemiliknya.

Matanya masih tetap sama, hitam legam seperti dulu dan tentu dengan sorot tajam yang mampu membuat nyali seseorang ciut seketika. Seharusnya aku membencinya, mengingat sikapnya kepadaku selama ini, tetapi kenapa justru yang terjadi sebaliknya. Mungkin Sawitri benar, aku memang bodoh.

"Apakah kau akan duduk di lantai hingga sore tiba, Rengganis ? Bagaimana kami bisa menikmati makanan jika kau terus ada di situ ? Apakah kau juga tidak dengar tadi Tohjaya sedang kehausan ?" Tanya Pangeran Anusapati dengan suara nyaris berdesis geram

"Haaah !" Mengalihkan pandanganku dari Raden Panji Kanengkung dan seketika sadar bahwa Sawitri sudah berdiri di belakang jauh dari para Pangeran "Maafkan hamba, Pangeran." Jawabku kemudian buru - buru berjalan dan berdiri mensejajari Sawitri

"Rengganis ... Rengganis kau tetap lucu seperti biasa." Ucap Pangeran Tohjaya sambil menggelengkan kepala

"Cepat minum, katanya Kanda haus ! " Sambung Pangeran Mahisa Wong Anteleng

Berdecak mendengar perkataan Pangeran Mahisa Wong Anteleng "Ckckck ... kau ini !" Menuangkan air ke dalam cangkir terdekat lalu meminumnya hingga tak tersisa "Tapi tadi cuaca terasa panas sekali. Benar tidak, Raden Mahisa Randi ?"

"Benar, Pangeran. Karena memang ini sudah masuk musim panen dan semenjak minggu lalu, hujan belum turun lagi." Jawab Raden Mahisa Randi

"Ngomong - ngomong Kanda, kenapa Kanda tiba - tiba ingin memelihara rubah ?" Tanya Pangeran Mahisa Wong Anteleng pada Pangeran Anusapati sambil mengernyitkan dahi.

"Ah ... Iya, gara - gara rubah itu perjalanan kita tertunda !" Sambung Pangeran Tohjaya

"Aku ingin membuktikan bahwa rubah itu berekor satu bukan sembilan" Jawab Pangeran Anusapati tenang sambil mengambil kudapan terdekat, berkebalikan dengan hatiku yang kembali tidak tenang. Jangan sampai dia mengatakan siapa yang membuatnya memelihara rubah sialan itu. Heran ... Pangeran satu ini nggak bisa diajak bercanda kayaknya.

"Hahaha ... Apakah Reksa yang berkata rubah berekor sembilan ? Tidak mungkin Rambi atau Rumbu yang bertanya karena mereka lebih suka makan daripada mengurusi hewan." Tanya Raden Sadawira setelah tertawa pelan

"Jika benar begitu, maafkan sikap putra hamba, Pangeran Anusapati. " Ucap Raden Panji Kenengkung yang kelihatan tak nyaman

"Bu ___" Ucap Pangeran Anusapati terhenti tiba - tiba

"Tenang saja, Raden Panji. Anak - anak memang rasa ingin tahunya besar. Mungkin dia salah paham dan tertukar antara rubah dengan merak" Sambar Pangeran Tohjaya berusaha bijak walau memotong perkataan Pangeran Anusapati

"Memang merak punya sembilan ekor, Kanda Tohjaya ?" Tanya Pangeran Mahisa Wong Anteleng sambil menahan tawanya

"Eheem ... aku terlalu sibuk jadi tidak ada waktu untuk menghitung berapa tepatnya jumlah ekor merak, Mahisa" Jawab Pangeran Tohjaya buru - buru

"Berkelit terus saja, Kanda Tohjaya dan anggap saja kami semua percaya pada perkataanmu." Balas Pangeran Mahisa Wong Anteleng lalu kembali mengalihkan pandangannya pada Pangeran Anusapati "Tapi, Kanda Anusapati. Rubah itu harus dijaga baik - baik, karena sudah hukum alam bahwa dia akan memangsa ayam."

"Hamba akan memperingatkan Reksa. Sekali lagi maaf, Pangeran " Ucap Raden Panji Kenengkung buru - buru.

"Bukan Reksa yang membuatku memelihara rubah. Lagipula jika rubah itu sampai memangsa ayam - ayamku. Aku akan meminta pertanggung jawaban dari orang yang membuatku memelihara hewan itu !"

Menelan salivaku yang tiba - tiba sulit dilakukan. Mampus ... Padahal ini sudah lebih dari sebulan sejak pembicaraan kami tentang rubah ekor sembilan, tetapi dia masih ingat saja soal itu. Berusaha tetap tenang agar tidak ada yang curiga namun lirikan tajam dari ekor mata Sawitri membuatku semakin tak tenang. Hadeeh ... rubah bikin ribet

***

Berada di hutan dengan penerangan seadanya membuat rasa takutku muncul, namun karena kesibukan untuk mempersiapkan makanan bagi enam orang tuan - tuanku dan itu hanya dilakukan oleh aku dan Sawitri membuat rasa takutku terhadap bangsa gaib menguap entah kemana. Kesibukan ternyata mampu mengalahkan kengerian saudara - saudara.

Aku percaya bangsa manusia khususnya yang berwujud Pangeran Anusapati akan bisa sepuluh kali lebih menyeramkan dari demit manapun. Mengapa demikian ? Karena demit paling - paling akan membuatmu mati ketakutan, tetapi Pangeran Anusapati akan membuatmu takut sekaligus tak akan membiarkanmu mati dengan mudah. Heeem ... Mungkin itu alasan muncul peribahasa hidup segan, matipun tak mau.

"Sawitri, berapa lama biasanya Pangeran berburu ?" Tanyaku saat kami duduk di depan tungku api sambil menunggu masakan selesai dihangatkan.

"Paling cepat tiga hari, tapi kadang bisa sampai berminggu - minggu. Malah dulu aku pernah disini hingga tiga minggu."

"Isssshh ... Apa Pangeran Anusapati berencana membunuh semua hewan di hutan ini ? Mungkin dia adalah salah satu penyebab Harimau Jawa terancam punah di masa depan."

"Bukan Harimau Jawa namanya Rengganis, tapi Pangeran Anusapati ingin memburu harimau putih." Menengok ke kanan dan ke kiri kemudian berbisik "Pangeran akan menghadiahkan kulitnya untuk Kanjeng Padestari. Tapi ini rahasia yaa. Awas saja jika sampai ada orang lain yang tahu !" Ancam Sawitri sambil mengacungkan kayu bakar yang dia ambil dari bawah tungku untuk memasak.

Memundurkan tubuhku karena ujung kayu jelas masih ada baranya, kemudian memelankan suaraku "Siapa Kanjeng Padestari ?" Tanyaku penasaran mengalahkan keinginan menoyor kepala Sawitri ataupun menjelaskan spesies Harimau Jawa yang memang terancam punah itu.

Memelankan suaranya "Tepatnya Kanjeng Padestari Ning Dara Asmita adalah putri dari Tabib Agung istana. Seperti halnya Kanjeng Praya, beliau tumbuh bersama Pangeran Anusapati. Kami para pelayan yang melihat, seperti ada cinta segitiga diantara mereka. Namun anehnya mereka selalu rukun dan terlihat sangat dekat satu sama lain. Tapi itu dahulu !"

"Dahulu ... Berarti sekarang tidak maksudmu ? Apa Kanjeng Padestari sudah meninggal ?"

Menoyor kepalaku pelan "Iiiissshh ... ucapanmu itu!"

"Makannya bicara yang benar, Sawitri ! Kau tadi bilang 'dahulu', jadi aku kira beliau sudah meninggal. Lagipula selama ini aku belum pernah melihat Kanjeng Padestari sama sekali."

"Tidak melihat belum tentu artinya dia sudah meninggal, Rengganis !"

"Kalau begitu ceritakan lagi kelanjutannya !" Tuntutku penasaran

"Kau tidak pernah melihatnya karena Kanjeng Padestari kini sudah menjadi istri orang lain. Jadi tidak mungkin dia berkunjung ke kediaman pria lain walaupun pria itu temannya. Saru, Rengganis." Jawab Sawitri yang terlihat sedih.

"Ah ... Kisah cinta segitiga yang berakhir tragis rupanya." Ucapku sambil mengangguk - angguk. Pantas saja Kanjeng Praya begitu emosi karena mengira setelah rivalnya menghilang malah muncul rival baru.

"Pangeran Anusapati berubah dan tampak menutup dirinya. Mungkin benar dugaan kami jika dia mencintai Kanjeng Padestari ? Tapi selain menjauhi Kanjeng Padestari setelah perjodohan pernikahan itu ditetapkan, tidak ada hal lain yang dilakukan Pangeran." Menepuk dahinya pelan "Oh, ada hal lain yang dilakukan Pangeran yaitu pindah dari istana utama ke tempatnya yang sekarang. Walau kebetulan ada kejadian besar lain yang terjadi sehingga Pangeran mendapat izin Raja untuk keluar dari istana utama."

"Kejadian apa, Sawitri ? Bisa tidak jika kau tidak memotong cerita di tengah - tengah seperti itu. Kau malah membuatku penasaran. Lebih baik tidak usah kau mengungkitnya sama sekali ! Sama saja kau melempar petasan lalu pergi melenggang santai begitu saja !" Ucapku agak kesal namun terpikir sesuatu yang lebih penting untuk diketahui "Ngomong - ngomong siapa suami Kanjen Padestari ?"

Mengerucutkan bibirnya "Kau sering bertemu muka dengan suaminya, Rengganis."

"Tuh kan, kau mulai lagi. Jawab dengan benar, bukan malah memberi tebak - tebakan padaku, Sawitri. Asal kau tahu, aku bertemu banyak pria selama bekerja sebagai pelayan Pangeran Anusapati. Selain itu, di dahi mereka tidak ada tulisan yang menyatakan 'aku suami Kanjeng Padestari'. Jadi Mana aku tahu siapa suaminya. Kau kira aku dukun ?"

"Suaminya itu yaa ___" Ucapan Sawitri terputus kala suara langkah terdengar mendekat ke arah bilik kecil tempat kami memasak.

"Apa kalian sudah selesai ?" Tanya Wasa saat bertatap muka dengan kami "Pangeran menunggu kalian dan jangan lupa bawa araknya lebih banyak !" Lanjutnya

"Haaaaah .... Auuuw" Aku tersentak namun buru - buru menutup mulut karena Sawitri dengan kejamnya menginjak kakiku

Melotot ke arahku "Jangan berteriak !" Lalu berbalik menatap Wasa "Kami akan segera ke sana."

Tersenyum memandangku lalu Wasa berkata "Rengganis ... Rengganis ... Sudah berbulan - bulan tetapi sikapmu tidak banyak berubah. Aku peringatkan, ini hutan belantara dan jika kau berteriak mungkin tidak hanya Pangeran yang marah tetapi juga hewan - hewan malam. Berhati - hati mulai sekarang karena bahaya mungkin ada di dekatmu !" Mengalihkan pandangan pada Sawitri "Biar aku yang membawa araknya, Sawitri. Dimana kau menaruhnya ?"

"Di sana !" Ucap Sawitri sambil menunjuk peti besar di pojok ruangan

Menunggu hingga Wasa benar - benar meninggalkan bilik sambil membawa kendi - kendi berisi arak, lalu memandang Sawitri yang kembali mengaduk makanan dalam kuali "Sawitri, apa mereka akan mabuk - mabukan ?" Tanyaku agak merinding karena harap diingat hanya kami berdua yang perempuan dan parahnya di hutan lagi. Perempuan di sarang penyamun sudah bahaya apalagi Perempuan di sarang penyamun yang mabuk. Itu bukan terrible lagi tetapi sudah horrible

"Inikan di hutan, jadi memang biasanya orang - orang lebih membutuhkan arak. Udaranya sangat dingin apalagi di malam hari, Rengganis." Jawab Sawitri tenang

"Iiihhh ... Aku dulu hanya butuh kopi sachet atau bandrek instan saat harus berkemah di gunung tidak harus arak, Sawitri. Memang mereka saja yang ketagihan untuk mabuk - mabukan." Balasku sengit

Menghela napas pelan sebelum menjawab "Kita ini hanya pelayan sedangkan orang yang kau bicarakan adalah PANGERAN NEGERI INI. Jika dia ingin mabuk atau bahkan ingin membunuh kita sekalipun, tak ada yang bisa kita lakukan karena kita hanya PE - LA - YAN, mengerti ?" Mengernyitkan dahinya sekali lagi "Apa pula kopi dan ban derek tadi ? Nama kudapan anehmu lagi ? "

Gantian mengerucutkan bibirku memandangnya "Namanya bandrek bukan ban derek !" Menepuk dahiku pelan, aku lupa lagi jika jangankan bandrek, bahkan kopi saja belum umum diketahui masyarakat karena memang tanaman kopi mulai naik daun saat diperkenalkan oleh penjajah Belanda ketika penerapan Cultuur Stelsel alias Tanam Paksa yang merupakan kebijakan dari Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830. Jadi masih butuh lebih dari 600 tahun lagi sampai masyarakat awam mulai berkenalan akrab dengan kopi. Hadeeh ...

"Tak perlu kau maju - majukan bibirmu seperti itu. Kau mau terlihat seperti celeng ?"

"Issshhh ... Sawitri, kau membuat jantungku nyaris pindah ke perut karena sakit hati sebab kau bilang aku mirip celeng ? Lagipula mana ada celeng yang secantik aku ?" Balasku sambil mengedipkan mata

"Yang sakitkan hati, kenapa yang pindah jantung ?"

"Ehhh ... "

"Celeng juga mungkin ada yang cantik jika dia siluman celeng, Rengganis. Seperti kata Wasa, hati - hati ini bukan hutan biasa karena banyak juga orang sakti yang bertapa di sini. Bisa saja memang ada siluman celeng yang sedang berkeliaran sekarang !"

Merapatkan tubuhku ke dekat Sawitri "Jangan menakut - nakutiku, Sawitri. Bagaimana jika aku mati ketakutan di sini ?"

Menjauhkan badannya dariku "Sebelum mati ketakutan, kita terlebih dahulu akan mati oleh Pangeran Anusapati jika tidak membawa makanan ini ke pondok depan sekarang juga!" Ucapnya lalu membawa kuali berisi makanan yang mengepul harum.

"Kau benar ... Kalau bagian itu aku setuju denganmu !" Ikut berdiri dan bersiap mengambil nampan berisi buah - buahan sambil berdoa dalam hati semoga aku dan Sawitri tidak terjebak dengan para pria yang mabuk itu.

Badanku bergidik, bayangkan dahulu saat menghadapi Pangeran Anusapati yang mabuk berat saja sudah hampir terjadi hal yang iya - iya. Apalagi sekarang, yang kami hadapi enam orang pria dewasa dengan ilmu kanuragan yang tidak bisa diremehkan. Rasanya kakiku tiba - tiba kesemutan karena ini lebih menakutkan daripada maju menghadapi dosen penguji ketika ujian sidang skripsi. Yaa Tuhan ... Mohon lindungi hambamu yang baik hati, sholehah, cantik dan suka bersedekah ini ... Amin

--------------------- Bersambung --------------------

14 November 2020

---------------------------------------------------------------



Continue Reading

You'll Also Like

1.3K 109 35
Bagimana jika kamu yang awal nya takut dengan pria yang hanya bisa kamu lihat tetapi semakin berjalan nya waktu kamu malah mecintainya. Pria itu t...
33K 1.7K 8
Kisah Klasik tentang cinta masa SMA yang dialami seorang cewek gendut nan jutek bernama Kintara ini cukup unik ia tak mengira dengan penampilan fisik...
1M 153K 50
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
404K 60K 85
"Became the Most Popular Hero is Hard" adalah judul novel yang saat ini digemari banyak pembaca karena memiliki visual karakter dan isi cerita yang m...