My Every "First" With You

By KacamataSenja

348K 25.4K 5.9K

(Completed || Warning!! 21+++) Jatuh cinta pada padangan pertama?? Kalau kata kebanyakan orang sih "meh, man... More

Alice to the Rescue
Tameng
Katanya sih Kebetulan...
Gun Lihat!
Bermula dari Keram
Off dan Tay si Primadona
Gun dan Cinta itu Musuh Bebuyutan
Som Tum dan Salep
Joss...
Pertama Kali Ngebentak Dosen...
Off Jumpol Ngeselin!!
Gun Aneh.
Gun dan Syaraf Syaraf di Otaknya
Pertama Kali Nangis di Depan Orang...
Aku Nggak Bakal Pergi...
Akhir Perjuangan.
Perjuangan Baru dimulai...
Jarak Lima Meter
Tau kalau disayang...
Cemburu Tanda?
Gun Punya PR...
Jawaban PR Gun.
Off Menyesal.
Mereka Memang Aneh.
Bodoh Banget Marah Sama Off.
Jangan dibuat Ribet Kayak Drama Televisi (18+)
Super Sibuk : Pasangan Aneh yang Menjijikkan
Super Sibuk: Tumbang.
Ngambek.
Jangan Kayak Gini Lagi Ya...(20+)
Pergi dari Zona Nyaman.
Mr. Jumpol (21+++)
Salah Paham.
Kekacauan Kecil Lainnya.
Keceplosan karena Mulutnya Bodoh.
Aula I'm in Love (21+++)
Ada Begitu Banyak Cinta untuk Gun.
Baru Juga Hari Pertama.
Hobby Cari Masalah.
Ancaman Baru??
Gagal Lagi...
Pitt vs OffGun = 1:0 (21+++)
Cinta tidak selalu Rainbows and Butterflies
Je T'aime Aussi Mon Amour...
Hukuman...
Kebetulan Tidak Masuk Akal Lainnya.
Hari yang Santai...
Gempur (21+++)
Nggak jadi Berlayar?
Get to Know Off...
Kalau udah Panggil Sayang, Luluh deh...
Jadinya Suka Siapa Sih?
Momay...
Kenapa Sih?
Momay Ngeselin? Yakin?
Bayar Hutang (21+++)
Selalu Ada Ada Aja...
Another Surprises???
Till We're Grey and Old
Another Pair.
Apart... (S1 Last Chapter)
PENGUMUMAN

Wow!

25.7K 1K 164
By KacamataSenja

Bangkok, Chulalongkorn University
Juli, 2020

---------------------------
2 November 2020
---------------------------

"Gun, itu maping* yang baru aja datang udah kamu briefing belum?" Alice tampak sedikit panik saat berpapasan dengan Gun yang baru saja kembali dari ruangan briefing.

*MAhasiswa pendamPING

"Mulai deh. Ayo tarik nafas dulu." Gun menepuk nepuk pundak rekannya pelan.

"Nggak ada waktu, Gun. Aku pergi dulu ya, ini seksi konsumsi sama sekali belum balik dari setengah jam lalu. Aku panik, serius. Bye Gun!" Alice sedikit berteriak saat berbicara sambil meninggalkan Gun yang hanya bisa menghela nafas kesal karena lagi lagi Alice memusingkan sesuatu yang bukan tanggung jawabnya.

Tapi dia sendiri juga masih punya kesibukan lain. Seandainya saja tidak ada, pasti Alice udah diceramahi olehnya berjam jam sampai berbusa. Gun kemudian berlalu dengan langkah cepat menuju ke sebuah bangunan yang tidak jauh dari tempatnya bertemu dengan Alice tadi. Begitu masuk kedalam ruang panitia, Gun berteriak kesal. "Mana ini ketua seksi konsumsi? Kenapa lagi lagi harus Alice yang bingung sama tanggung jawab kalian sih?" Dia berdecak pinggang sambil menatap kesekeliling.

Seluruh panitia yang sedang sibuk dengan urusan masing masing segera meletakkan apapun yang ada di tangan mereka dan memfokuskan perhatian pada ketua panitia mereka yang menyeramkan itu. Tidak berani bersuara, tidak berani saling menunjuk. Gun segera membuka catatannya dan mencari nama ketua seksi konsumsi yang jujur saja dia tidak tahu siapa.

"Arm. Arm Weerayut. Siapapun yang merasa dirinya bernama Arm tolong segera menemuiku di depan. Sekarang." Gun berpaling dan meninggalkan ruangan yang seketika itu juga memunculkan desahan lega dari para panitia yang sejak tadi menahan nafas.
###

"Aku sudah di depan. Kamu dimana?" Off yang sedang menyipitkan mata karena teriknya matahari, berbicara melalui ponselnya sedikit kencang pada Tay yang sejak sepuluh menit yang lalu tidak nampak batang hidungnya.

"Sabar Off, aku salah turun halte. Ini lagi jalan ketempatmu." Lalu dia terkekeh karena merasa bodoh. Tentu saja bodoh. Halte Fakultas Psikologi adalah halte pertama di mana bus universitas akan berhenti. Jika kamu melewatinya, itu berarti kamu keterlaluan.

"Cepat ya, kamu tahu kan aku benci panas. Kalau sam..." Off tidak menyelesaikan kalimatnya karana Tay sudah tampak dari jauh.

Hari ini, Off dan Tay, dua sekawan sehidup semati yang berasal dari salah satu daerah di pinggir Thailand akan mengikuti program ospek hari pertama mereka di Universitas Chula. Nekat? Bisa dibilang seperti itu. Kedua sahabat putra tuan tanah di daerah mereka sana sama sekali tidak pernah hidup tanpa kemewahan.

Kali ini mereka memaksa, memohon, meminta belas kasih pada kedua orang tua agar diberi kesempatan untuk hidup berdua saja tanpa siapapun. Benar benar tanpa siapapun. Tanpa pengawal, tanpa asisten dan bahkan tanpa kendaraan.

Walau idak tahu hidup seperti apa yang akan mereka jalani tanpa itu semua, tapi akhirnya Off dan Tay berhasil meyakinkan orang tua mereka dan diri mereka sendiri bahwa mereka akan baik baik saja, tentu saja dengan segala drama yang sempat menyayat hati.

"Kenapa sih kita mesti beda dorm!" Tay memekik kesal tepat di depan Off.

"Itu kan salahmu sendiri, siapa suruh berkuda sampai siang. Sudah tahu kan kalau hari itu mesti berebut kamar." Off juga dengan kesalnya menarik Tay melewati gerbang agar segera berkumpul bersama peserta yang lainnya di...

"Kita harus kumpul di mana sih?" Off menghentikan langkah lalu menghadap Tay menembuskan tatapan senewennya.

"Di lapangan sepak bola, dan omong omong jangan menatapku seperti itu, aku jadi ingin menangis Off." Tay protes untuk yang keseribu kalinya. Off hanya memutar matanya jengah.

"Di mana lagi itu lapangan bola." Kesalnya sambil melihat kesekitar.

"Di sana. Bergegaslah kesana dan pakai atribut kalian." Seorang wanita berpakaian rapi yang menguping pembicaraan mereka dengan tidak sabar menunjuk di mana lapangan bola karena mereka berdua sudah hampir terlambat.

"Ah...Terima kasih." Tay tersenyum dan mengangguk pelan lalu segera menyeret Off ke lapangan bola sambil memakai atribut bodoh yang telah mereka siapkan semalam.
####

"Baiklah teman teman. Hari ini adalah hari pertama kita bekerja keras. Aku harap tidak ada satupun dari kalian yang mengecewakanku. Paham?" Gun dengan tegasnya menatap para anggota panitianya satu persatu menyalurkan energi dingin dan menyeramkan agar mereka paham bahwa dia sedang bersungguh sungguh. Mereka semua mengangguk patuh walaupun dalam hati pasti sedang bersemangat semangatnya menggerutu.

Selang beberapa detik, Gun segera membuka jalan memimpin para panitianya menuju ke lapangan bola, Tempat di mana semua mahasiswa baru berkumpul dan menderita karena teriknya matahari pagi. Gun memang sengaja.

"Selamat pagi semuanya, perkenalkan saya Gun, Ketua panitia ospek angkatan 2020." Gun memulai pidato singkatnya sambil menatap mahasiswa mahasiswa baru yang tampak lucu dibalik atribut mereka. Tidak banyak yang dia bicarakan. Hanya beberapa hal penting tentang peraturan serta sanksi yang akan mereka terima jika kedapatan melanggarnya. "Sampai di sini saya harap kalian mengerti. Jika tidak, itu berarti kalian tidak memperhatikan saya baik baik. Terima kasih dan kamu," Gun menunjuk salah seorang mahasiswa yang berdiri tak jauh darinya, "Aku harap kamu tidak mengernyitkan matamu seperti itu. Itu tidak sopan." Tegurnya lalu berlalu dari podium.

Semua mata tertuju padanya. Ya. Pada Off. Pria tinggi berkulit putih pucat yang sangat sangat membenci matahari.

"Tay, apa memang mukaku semenyebalkan itu ya? Aku kan cuma ngga bisa buka mata..." Off bertanya tanpa berani menatap Tay.

"Paling menyebalkan dari semua orang yang pernah aku kenal." Tay juga tidak berani menatap Off. "Kamu jangan terlalu dekat sama aku, Off. Nanti wanita wanita ngga ada yang mau aku dekati lagi." Protesnya sambil menahan tawa.

"Sialan!" Off memukul lengan Tay dengan sikunya. "Ngomog omong, Tay, dia menarik juga." Off tersenyum malu sambil matanya tidak berhenti mengikuti pergerakan Gun yang sedang sibuk berbicara entah apa dengan panitia lainnya.

"Yang mana? Yang menuntun kita ke lapangan bola?"

"Si ketus. Gun. Aku rasa aku menyukainya." Off terkekeh ringan sambil melirik Tay yang mendesah jengah.

"Jangan macam macam. Dia bisa makan kamu hidup hidup kayaknya. Lihat aja tatapannya tadi. Hatimu apa nggak bolong ditatap kayak gitu."

"Aku nggak peduli. Lihat ya, aku bakal dapetin perhatiannya." Sombong Off.

"Kalian berdua, jika tidak berhenti bercakap cakap silahkan keluar dari sini dan jangan pernah kembali." Panitia yang sedang berdiri di podium menatap Off dan Tay kesal. Mereka segera menutup mulut mereka. Tay menunduk dalam dalam sedangkan Off justru menatap Gun dari tempatnya berdiri. Pria kecil ketus itu membalas tatapannya sebentar lalu memutar matanya kesal.

"Sial! Gimana mau ngedeketin kalau baru sepagi ini aja udah ditegor dua kali" Batin Off lalu memutuskan untuk menunduk bersama Tay.
####

"Iya, itu mereka, yang tadi pagi ditegur di lapangan bola itu. Tapi kamu jangan bilang sama siapa ya. Ini cuma kita panitia sama para pengajar aja yang boleh tahu." Dua orang panitia yang sedang menggulung kabel microphone semangat sekali membicarakan Off dan Tay tanpa menyadari bahwa Gun sejak tadi berada di balik papan dihadapan mereka.

"Kalau kalian punya banyak waktu buat bergosip, tolong seharusnya kabel itu sudah tergulung rapi, oh! bahkan seharusnya semua barang ini sudah terjejer rapi di dalam aula. Terima kasih." Sindirnya membuat mereka terkejut. Gun tidak mau tahu, dia kemudian berjalan pelan meninggalkan mereka yang saling menatap kesal.

"Dia ya, kalau aja bukan karna ayahnya itu pak rektor di sini, aku jamin dia nggak akan bisa jadi ketua ketua. Menyebalkan sekali." Gerutu salah satu dari mereka keras dengan sengaja agar Gun bisa mendengarnya.

Ingin sekali Gun berbalik dan melayangkan pukulan ke wajah mereka berdua, tapi tidak boleh. Dia harus menjaga perilakunya sebaik mungkin. Pada akhirnya Gun hanya bisa mengeratkan genggaman tangannya lalu berlalu sambil menahan air mata.

Ya. Gun bukanlah manusia dingin menyebalkan yang tegar. Dia bukan sosok dengan teori masuk telinga kanan lalu keluar dari telinga kiri. Gun sangat perasa. Kelewat perasa jika saja kalian tahu. Hanya saja posisinya sebagai putra tunggal rektor universitas Chula mau tidak mau membuat dia harus mengesampingkan semua hal yang bisa membuatnya terlihat lemah.

Seperti sekarang ini. Gun harus berlari cepat ke dalam bilik kamar kecil favoritnya yang berada di lantai empat, berteriak tertahan sambil menggenggam erat kain celananya, lalu sudah. Ia  menghapus air matanya, keluar dari bilik, berjalan menuju ke washtafel dan mencuci mukanya seakan tidak pernah ada hal buruk yang terjadi. Dia baik baik saja, dan selama dua tahun lamanya dia berkuliah, cara ini selalu berhasil.

Tapi sepertinya dua tahun sudah cukup. Para makhluk makhluk pencatat takdir tak ingin lagi melihat Gun menangis seorang diri seperti ini sehingga mereka mengirimkan sebuah hadiah untuknya.

"Mungkin lain kali kamu bisa cari aku kalau butuh bahu buat air matamu."

Gun terkejut. Wajahnya kentara pucat saat menemukan Off sedang duduk di kursi panjang yang disediakan di depan setiap kamar kecil.

"Kamu! Kamu ngikutin aku?" Gun memekik terkejut

"Kalau aku nggak ngikutin kamy, mungkin selamanya kamu bakal nangis sendirian kayak gini. Bener kan tebakanku?" Tembaknya membuat Gun tidak berkutik.

"Kamu nggak sopan!" Tunjuknya dengan jari, tepat beberapa senti dari ujung hidung Off.

"Hm...Kalau boleh aku asumsikan, kamu paling nggak satu atau dua tingkat di atasku. Itu berarti umurmu yaaa, sekitar 19 tahun dan aku, perkenalkan, aku Off, umur 21 tahun karena terlambat berkuliah. Itu berarti aku jauh lebih tua dari kamu. Jadi kamu yang nggak sopan nunjuk mukaku pakai jari kayak gitu." Off menatap Gun seakan menantang.

Gun hanya bisa menghela nafasnya kasar lalu berlalu begitu saja meninggalkan Off.

"Tawaranku masih berlaku sampai kapanpun!" Teriaknya memenuhi lorong membuat Gun berhenti lalu berbalik menatap Off sinis.

"Bermimpilah!" Balasnya.
####

"Kamu dari mana sih?" Tay berdecak pinggang saat Off kembali kedalam ruangan. Ya, mereka sudah dipindahkan kedalam ruangan untuk memulai aktivitas selanjutnya.

"Kamar mandi." Jawabnya cepat sambil matanya meneliti Gun yang juga baru saja kembali kedalam barisan panitia. "Tay... "

"Apa?"

"Aku bakal ngedapetin dia Dia menarik buat aku." Off tersenyum sinis sambil berdecih.

"Ha? Siapa? Kayaknya kamu kebentur tembok kamar mandi ya?" Tay tidak paham.

"Lihat saja." lanjut Off tidak mengindahkan Tay.

"Lagi lagi kalian berdua ya?" Seorang panitia dengan sigapnya menghampiri Tay dan Off yang belum berpencar untuk memasuki kelompok baru mereka.

"Hah? Kenapa, kak?" Tanya Off bodoh sama sekali tidak melepas tatapannya dari Gun yang sedang menatapnya kesal.

"Kalian ini saya suruh mencari kelompok kalian masing masing. Cepat atau saya hukum sekarang!" Bentak Alice tidak sabar.

"Mereka berdua itu mentang mentang anak orang kaya trus mereka pikir bisa seenaknya kayak gitu?" Seorang panitia yang Gun tidak ketahui namanya sedang mengadu pada seseorang lagi yang kali ini Gun ketahui bernama Top.

"Aku berani bertaruh mereka masuk karena membayar, bukan karena mereka pintar. Ayo! Aku bertaruh 2000 baht." Gun membelalakkan matanya.

"Kalau kamu punya uang sebanyak itu untuk bertaruh, lebih baik dipakai saja untuk menambah konsumsi kita." Dia lalu berlalu meninggalkan kedua orang panitia yang menatapnya kesal.

Sisa hari mereka habiskan untuk berlatih yel yel yang akan mereka gunakan di acara perlombaan yang akan diadakan selama dua minggu setelah ospek ini berakhir, dan selama itu pula Off tidak melihat batang hidung Gun. Sia lalu berjalan mendekat pada kakak maping yang bertanggung jawab atas kelompoknya.

"Kalau boleh tahu ketua panitia sekarang lagi ngapain?"

"Lebih baik kamu hafalkan yel yelnya dari pada mengurusi ketua panitia kita. Lagipula kesanmu itu sudah buruk, jangan diperburuk lagi ya." Arm yang ditunjuk untuk menjadi maping kelompok Off kembali mengingatkan pria itu bahwa dia sudah ditegur berkali kali hari ini.

"Aku sudah hafal." Off menjawab lalu berselonjor di lantai sambil menutup matanya.

"Aku tidak percaya. Semuanya? Ke delapan delapannya?"

"Hmm. Aku sudah hafal." Jawabnya lagi menggelitik telinga wakil ketua panita yang kebetulan sedang berpatroli ke arah mereka. Joss.

"Kalau begitu kamu coba naik ke podium." Joss bersedekap menatap Off tajam. "Aku bukan memintamu ya, tapi memaksamu." Lanjutnya saat melihat Off akan menyangga. "Sekarang!"

Off menatap Joss tidak suka, tapi akhirnya dia berjalan ke arah podium. Namun begitu Off akan membuka mulut, seseorang menghentikannya.

"Turun sekarang. Aku butuh podium untuk berbicara." Gun kembali.

"Tapi aku sedang menghukumnya, Gun." Sergah Joss kesal.

"Itu bisa nanti Joss, ini lebih penting. Cepat kembali kedalam kelompokmu." Gun memerintah Off yang saat itu juga tersenyum mengejek pada Joss yang tampak kesal lalu berlari kembali ke kelompoknya.

Sekembalinya Off pada kelompok, Gun memulai pidato membahas tentang jadwal lomba serta memberikan form kepada para mahasiswa baru untuk diisi.

"Paling lambat besok siang kalian sudah harus mengembalikan form ini pada maping kalian masing masing. Jadwal lomba sudah jelas tertera di sana. Pastikan jika kalian mengikuti lebih dari satu perlombaan, jadwalnya tidak tercatat di hari yang sama. Terima kasih." Gun lalu turun dari podium dan kembali membaur bersama dengan para panitia.

Off masih bisa melihat tatapan kesal Joss pada Gun. Ada firasat tidak baik mendayu dalam benak Off. Dia yakin pria bebadan besar itu pasti ada saatnya bersitegang dengan dirinya.
####

"Mau sampai kapan kamu nunggu, Off?" Tay yang kakinya sudah lelah sejak tadi berdiri akhirnya tidak sanggup lagi menunggu.

"Tay, kan aku sudah bilang kalau kamu mau pulang dulu, silahkan. Toh tujuan kita berbeda."

"Off, kamu itu engga akan tahu Gun selesai kapan. Lagipula belum tentu juga kan dia lewat sini. Kamu juga aneh. Baru aja kenal juga. Udah ayo pulang. Kalau ngga nanti aku lapor aunty Dararat ya." Ancam Tay membuat Off menatapnya kesal. Menjual nama ibunya selalu berhasil membuat pria keras kepala ini mengalah.

Walau dengan berat hati, akhirnya dia mengikuti. Off tentu tidak mau diminta untuk kembali pulang ke rumah bahkan di hari pertamanya belum resmi berkuliah.
####

Off yang sejak tadi berbaring di tempat tidurnya sama sekali tidak bisa terlelap memutuskan untuk menghubungi Tay.

"Off ini jam tiga pagi Off." Jawab Tay dengan kesal melihat siapa yang meneleponnya subuh subuh begini.

"Aku tahu. Tapi aku ngga bisa tidur Tay."

"Trus kamu ngga terima kalau aku bisa tidur gitu?"

"Aku cuma mau bilang kalau aku serius mau ngejar Gun." Tay terdiam, Off menunggu.

"Tay?"

"Off. Jangan macam macam ya. Ini kita bahkan belum mulai kuliah lho Off. Jangan bikin ulah dulu. Lagi pula tau dari mana kalau dia juga suka sama laki laki." Tay yang jujur saja masih mengantuk mau tidak mau khawatir juga dengan sahabatnya satu ini.

"Tau dari mana kalau dia ngga suka sama laki laki. Lagipula ngga ada salahnya nyoba kan, Tay." Off berusaha merayu Tay agar setuju pada pemikirannya.

"Selama kamu ngga buat ulah ya terserah kamu. Intinya kita kesini ini butuh perjuangan, jangan di sia sia-in gitu aja ya, Off."

"Jadi kamu dukung kan?" Off bersemangat.

"Hmm..."

"Thank you, Tay, udah ah aku mau tidur. Dari tadi aku tu ngga bisa tidur karna mikir gimana caranya ngomong sama kamu. Eh ternyata segampang ini. Kalau tau segampang ini kan aku bisa tidur dari tadi Tay. Bilang kek." Off kesal pada orang yang salah.

"Tay?" Lagi lagi Off menunggu. "Udah tidur Tay?" Off bertanya sekali lagi. "Ah ya sudahlah. Emang ngga bisa liat orang senang kamu ya." Gerutunya lalu mematikan sambungan telefon.
####

Hari kedua ospek belum lama dimulai, tapi baru sepagi ini Gun sudah harus belajar meenahan kesalnya. Dia yang sedang melihat lihat hasil form perlombaan berhenti pada satu kertas.

"New, bisa tolong panggilkan dia ke sini?" Gun menyerahkan kertas tersebut pada New untuk dibaca. "Aku rasa ada beberapa hal yang mesti aku omongin sama dia."

"Mereka lagi latihan yel yel tuh, ngga papa dipanggil sekarang"

"Lihat aja berapa cabang yang dia. Menurutmu apa dia bakal punya waktu buat jadi penonton kalau hampir semua cabang ada namanya?" New mengangguk saat itu juga lalu pergi menghilang dibalik pintu.

Tidak sampai sepuluh menit kemudian, seseorang muncul di hadapan Gun.

"Jangan bilang kamu butuh bahuku sekarang?" Tanya Off pada Gun sedikit panik. Gun menatapnya jengah lalu menghembuskan nafas kesalnya keras keras.

"Duduk. Ada beberapa hal yang mau aku tanyakan."

"Oh, aku pikir kamu butuh ba..."

"Off!" Sergah Gun.

"Okay, okay..." Menurut sekali pada Gun, Off segera duduk di hadapannya.

"Kau bakal mati kalau ikut ini semua." Gun segera menyerahkan form yang dipegangnya pada Off.

"Kau khawatir sama aku?" Off terkejut.

"Aku ini ketua panitia, Off, dan kamu itu tanggung jawabku selama kegiatan ini berlangsung. Aku nggak akan peduli sama kamu kalau kamu bukan bagian dari fakultas ini."

"Aw, sakit Gun..."

"Kembali ke topik. Lihat ini. Basket, futsal, voli, berkuda, berenang, debat, band, paduan suara, dan badminton. Apakah ini nggak terlalu berlebihan?" Gun menatap Off khawatir.

"Kamu sendiri yang bilang asal jadwalnya nggak bentrok kan nggak masalah."

"Aku tahu, tapi bukan berarti kamu ikut sembilan dari lima belas cabang Off. Trus latihannya gimana? Kamu nggak akan bisa."

"Bisa."

"Bisa mati kelelahan."

"Tapi tadi para pelatih nggak nyinggung ini sama sekali kog. Buktinya aku direkrut ke team mereka semua." Protesnya.

"Itu karna mereka punya data cabang perlombaanmu. Aku yang megang form ini."

"Aku bisa, pak ketua panitia."

"Kamu nggak bisa. Aku hanya mengijinkanmu ikut lima dari sembilan. Pilih sekarang."

"Aku nggak mau."

"Jangan bantah atau aku batalin keikutsertaanmu dalam semua cabang.

"Kamu tahu kamu nggak punya hak buat itu kan?" Off menaikkan satu alisnya menantang Gun.

"Apa sih tujuanmu ikut ini semua? Lagipula aku yakin hadiahnya bahkan ngga ngelebihi uang sakumu satu bulan. Bener kan?" Tembaknya membuat Off terdiam. Gun lalu menyerahkan form itu kembali pada Off. "Lima."

"Nggak. Aku mau ikut semuanya."

"Dengan alasan apa? Lima. Deal!"

"Nggak."

"Alasan?"

"Aku mau buat kamu terkesan." Jawabnya cepat sambil menatap Gun dalam dalam.

Gun menatap Off sangsi penuh tanda tanya. "Oke, lima!" Ucapnya lalu beranjak pergi.

"Enam!" Pekik Off menghentikan Gun.

"Lima!"

"Enam atau semua orang bakal tahu kamu nangis kemarin!" Ancam Off membuat Gun memutar tubuhnya saat itu juga.

"Kamu!" Tatapnya penuh amarah lalu kemudian mengedarkan padangannya keseluruh ruangan berharap cemas.

"Gumana? Enam?"

"Terserah kamu aja lah!" Pekiknya kesal lalu berjalan keluar meninggalkan Off yang justru berubah menjadi murung.

Off tidak sengaja. Sungguh. Dia sama sekali tidak bermaksud mengancam Gun dengan air matanya kemarin. Harapannya semakin pupus untuk membuat Gun tertarik padanya. Tapi entah mengapa ego yang tinggi benar benar membuat kepalanya menjadi sekeras batu. Hanya karena ingin membuat pria kecil itu terkesan, dia justru malah berbalik menyakitinya.

"Bodoh kamu Off!" Pekiknya sambil memukul mulutnya sendiri. 
_______________________________💚

Continue Reading

You'll Also Like

118K 8.5K 31
⚠️ BOYSLOVE ⚠️ TAYNEW💙⚠️🔞21+⚠️ Tentang seorang artis papan atas bernama Newwie yang memiliki seorang penguntit, seseorang yang begitu terobsesi pad...
434K 19K 28
⚠️18⚠️21⚠️Boys Love⚠️ TAYNEW💙 ⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️PROSES REVISI⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️ Tay Tawan Vihokratana : Gue doyan nya yang kenyal, bukan yang berkerut kayak lo! New...
8.6K 552 29
Nanon korapat seorang pustakawan yang mendedikasikan dirinya untuk bekerja di Perpustakaan Nasional Kota Bangkok kemudian tanpa di duga ia bertemu de...
18.6K 2K 11
Gulf Kanawut yang terbiasa hidup dengan harta yang berlimpah harus jatuh ke jurang paling dalam kehidupan ketika mengetahui Ayahnya terlibat kasus ko...