I SHALL EMBRACE YOU

By Toelisan

21.8K 1.7K 91

[FOLLOW SEBELUM BACA] "Kita itu cuma dua orang yang saling kenal terus tinggal satu atap." ucap gadis itu. ... More

ISEY || CHAPTER SATU
ISEY || CHAPTER DUA
ISEY || CHAPTER TIGA
ISEY || CHAPTER EMPAT
ISEY || CHAPTER LIMA
ISEY || CHAPTER ENAM
ISEY || CHAPTER TUJUH
ISEY || CHAPTER DELAPAN
ISEY || CHAPTER SEMBILAN
ISEY || CHAPTER SEPULUH
ISEY || CHAPTER DUA BELAS
ISEY || CHAPTER TIGA BELAS
ISEY || CHAPTER EMPAT BELAS
ISEY || CHAPTER LIMA BELAS
ISEY || CHAPTER ENAM BELAS
ISEY || CHAPTER TUJUH BELAS
ISEY || CHAPTER DELAPAN BELAS
ISEY || CHAPTER SEMBILAN BELAS
ISEY || CHAPTER DUA PULUH
ISEY || CHAPTER DUA PULUH SATU
ISEY || CHAPTER DUA PULUH DUA
ISEY || CHAPTER DUA PULUH TIGA
ISEY || CHAPTER DUA PULUH EMPAT
ISEY || CHAPTER DUA PULUH LIMA
ISEY || CHAPTER DUA PULUH ENAM
ISEY || CHAPTER DUA PULUH TUJUH
ISEY || CHAPTER DUA PULUH DELAPAN
ISEY || CHAPTER DUA PULUH SEMBILAN
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH SATU
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH DUA
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH TIGA
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH EMPAT
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH LIMA
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH ENAM
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH TUJUH
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH DELAPAN

ISEY || CHAPTER SEBELAS

479 52 3
By Toelisan

[I Shall Embrace You]

-

-

Hai balik lagi

Jangan lupa vote kalau kalian suka sama cerita ini

Happy reading~

-

-

-

"Cia?" tanya orang itu masih dengan mulut yang menganga.

Cia mamatung di tempat. Rasanya seperti tersambar petir di pagi hari. Rahang Cia seakan jatuh ke lantai.

"Kamu ngapain pagi-pagi di rumah Vian?" tanyanya.

Cia menelan ludah dengan susah payah. Ia memikirkan jawaban apa yang harus dia berikan.

"Siapa, Cia?" tanya Vian sembari berjalan ke arah pintu. Vian juga terperanjat melihat kedatangan seseorang ke rumahnya. Tapi detik berikutnya, raut wajah Vian berubah datar. Laki-laki itu sangat pandai mengontrol ekspresi wajahnya.

"Hai, Dim," sapa Vian pada laki-laki yang masih mematung menatap Cia. Laki-laki bernama Dimas itu menolehkan kepalanya menatap Vian yang berdiri di sebelah Cia.

"Eh? Oh...hai." Dimas kembali menatap heran keberadaan Cia. Gadis itu semakin canggung terlebih hanya dia yang terlihat tegang saat ini.

"Masuk," ajak Vian pada Dimas.

Dimas mengangguk lalu segera masuk. Cia memejamkan matanya sejenak lalu kembali menutup pintu. Cia masuk, tidak mungkin ia pergi karena sudah kepalang basah. Cia melemparkan senyuman canggung ke arah Dimas yang masih menatapnya heran.

"Sebegitunya lihatin istri aku?" tanya Vian sangat tenang.

"Hah?!" Cia dan Dimas merespon serempak.

Cia melotot ke arah Vian, ingin rasanya dia menonjok mulut laki-laki itu. Sedangkan Dimas menatap Cia dan Vian bergantian.

"Mau minum apa, Dim?" tanya Cia mengalihkan.

"Apa aja boleh kok," jawab Dimas.

Cia segera meloloskan diri ke dapur. Ia mengambil jus lalu menuangkannya ke dalam gelas. Setelah itu ia membawanya ke tempat Vian dan Dimas, di depan TV. Cia meletakkan dua gelas yang sudah berisi jus itu ke atas meja. Lalu segera pergi, tapi langkahnya di cegah oleh Vian. Vian mengisyaratkannya untuk duduk dengan menggerakkan kepalanya. Cia menurut patuh lalu duduk di sebelah Vian.

"Jadi itu beneran?" tanya Dimas memastikan sesuatu. Vian mengerutkan keningnya tidak paham dengan apa yang diucapkan Dimas.

"Maksudnya?" tanya Vian.

Dimas tersenyum lalu menjawab, "Dari awal aku udah curiga ada yang aneh di antara kalian, tapi nggak berani nanya."

"Aneh apanya?" tanya Vian sembari meminum jus yang disuguhkan oleh Cia. Vian berusaha menutupi dirinya yang sebenarnya juga gugup seperti gadis di sebelahnya ini.

"Di perkemahan," ucap Dimas. Dan itu sukses membuat Cia meremas ujung baju Vian. Vian melirik sebentar ke arah Cia, lalu kembali memalingkan wajahnya menatap Dimas.

"Hmm," jawab Vian datar.

"Kalian berdua tiba-tiba ngilang pas malem terakhir perkemahan. Dan besoknya, aku disuruh Alvin ke kantor balai desa. Di sana aku lihat ada Tante Ratna sama Om Fery. Ya...aku nguping dikitlah," jelas Dimas pada Vian.

Vian mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kenapa bisa?" tanya Dimas penasaran.

Vian menghela nafasnya lalu menjawab, "Kami diciduk, trus dibawa ke kantor desa. Tiba di sana disuruh nikah."

"Diciduk? Kalian ngapain?" tanya Dimas sembari melemparkan senyuman penuh arti.

"Kami nggak ngapa-ngapain kok." potong Cia. Dimas langsung terkekeh melihat reaksi yang diberikan oleh gadis itu.

"Nggak ngapa-ngapain tapi disuruh nikah." Ejek Dimas jahil. Vian memutar bola matanya. Terlalu malas meladeni otak mesum Dimas.

Dimas terkekeh geli kemudian menatap ke arah Cia yang duduk di sebelah Vian. "Cia, pacar kamu tahu soal ini?" tanya Dimas akhirnya.

Cia menekuk wajahnya tidak memberikan jawaban.

"Pacar?" tanya Vian menatap mata Cia, menuntut jawaban. Cia mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Baiklah, tidak mungkin laki-laki ini tidak tahu siapa pacar Cia. Karena mereka digadang-gadang sebagai couple goals seantero fakultas teknik.

"Itu si Alvin, ketua BEM fakultas," jawab Dimas sembari menaik turunkan kedua alisnya. Rahang Vian mengeras, kemudian ia menoleh manatap Cia tidak suka.

"Alvin? Kamu yakin dia pacar kamu?" tanya Vian.

Cia mengerutkan keningnya, lalu menatap kesal ke arah Vian. "Maksud kamu apa?"

"Ya aku nanya, kamu pacar Alvin?Atau selingkuhannya?"

Dimas memijit batang hidungnya saat mendengar kalimat pedas itu keluar dari mulut Vian.

"Kamu jangan kurang ajar ya!"

Vian tersenyum getir. "Kalau aku kurang ajar, trus si Alvin itu apa? Tripel kurang ajar kuadrat?"

Dimas yang menyadari jika suasana sudah mulai tidak enak, mencoba berdeham. Tapi tidak digubris oleh pasangan suami istri itu.

"Cia, ada makanan nggak? Aku laper nih," ucap Dimas mencoba menarik perhatian keduanya.

Cia menghela nafas kasar lalu memejam mata sejenak. "Tunggu bentar ya, aku siapin dulu. Kebetulan tadi juga lagi masak." Cia segera bangkit, berjalan menuju dapur.

Dimas menatap tajam sahabatnya itu. "Apa-apaan sih?" tanya Dimas yang tidak suka dengan tindakan Vian beberapa saat yang lalu.

"Kenapa?" tanya Vian santai. Dimas mengeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak habis pikir dengan Vian.

-

-

-

Dua minggu semenjak kedatangan Dimas kerumahnya pagi itu. Tidak ada yang berubah. Kehidupannya, bahkan status yang kini sedang ia sandang. Cia ingin menanyakan maksud ucapan Vian dua minggu yang lalu. Tapi ia mengurungkan niatnya. Dia pikir, mungkin Vian hanya mempermainkannya seperti beberapa waktu yang lalu.

Cia menghela nafas. Terlebih ketika ia melihat raut wajah suram sahabatnya ini. Sejak tadi, Ranti seakan seperti mayat hidup.

"Kamu kenapa sih, Ran?" tanya Cia yang mulai bosan melihat wajah cemberut gadis yang kini duduk di hadapannya. Sejak tadi dia hanya mengaduk-aduk bakso yang ia pesan. Tidak memakannya.

"Aku lagi patah hati," ucapnya mendramatirkan raut wajahnya.

Cia mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Patah hati kenapa?"

Ranti menghela nafas dalam-dalam. Kemudian menegakkan tubuhnya. "Kemarin aku lihat Vian jalan sama pacarnya."

Cia memutar bola matanya malas. "Kan kemarin-kemarin aku udah bilang kalau Vian itu udah punya pacar," jawab Cia sembari menatap Ranti kasihan.

"Aku nggak percaya sebelum aku yang lihat langsung," ujarnya semakin mengaduk bakso dengan kasar.

"Sekarang kamu percaya, kan?" tanya Cia memastikan. Ranti mengangguk sedih. Berat baginya menerima fakta jika laki-laki yang dia idolakan mempunyai pacar.

"Hai," sapa seseorang.

Cia dan Ranti sontak menatap ke arah laki-laki itu. Dia adalah Dimas, semenjak Dimas tahu jika Cia adalah istri Vian. Laki-laki itu jadi sering duduk di sekitar Cia. Membuat Cia bosan dengan keberadaan laki-laki yang satu ini.

"Kamu nggak makan, Dim?" tanya Cia basa-basi.

Dimas tersenyum lalu mengangguk. "Udah. Tuh mangkuk aku ada di meja Vian," ucapnya sembari menujuk ke arah meja Vian.

"Kamu kenapa, Ran?" tanya Dimas yang heran melihat wajah Ranti yang ditekuk sedari tadi.

"Patah hati," jawab Cia sekenanya.

"Kenapa?" tanya Dimas ingin tahu.

"Vian udah punya pacar," ucap Ranti yang semakin membuat wajahnya terlihat sedih.

Dimas tersenyum menatap Ranti, lalu tersenyum penuh arti ke arah Cia. "Vian nggak cuma punya pacar. Tapi udah punya ist--"

Cia langsung menyumpal mulut Dimas dengan gorengan yang ada di meja itu. Kemudian gadis itu melotot ke arah Dimas, menyuruhnya untuk diam. Dimas terkekeh. Sedangkan Ranti hanya melemparkan tatapan tidak mengerti.

-

-

-

Seperti yang telah diberitahukan melalui grup BEM, semua anggota BEM akan melaksanakan rapat di kedai lesehan di dekat kampus.

"Cia buruan!" teriak Ranti yang lebih dulu berjalan ke area parkiran. Cia heran dengan sahabatnya yang satu itu. Padahal baru tadi pagi dia terlihat seperti mayat hidup karena patah hati. Tapi lihat sekarang, dia bertingkah seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Cia tersenyum lalu mengangguk.

Cia hampir melupakan satu hal. Dia harus memberitahu Vian terlebih dahulu jika dia akan pulang terlambat. Jika tidak, bisa-bisa laki-laki itu akan memarahinya.

To: Jangan dijawab

Aku ada rapat sore ini,

Nggak tahu bakalan selesai jam berapa.


Cia memencet tombol kirim. Pesan terkirim. Selang beberapa detik, ponselnya bergetar, ia melihat ada satu balasan dari Vian.

From: Jangan dijawab

Dimana?

Cia tersenyum menatap layar ponselnya. Tumben sekali laki-laki itu cepat membalas. Kemudian Cia kembali mengetikkan sesuatu di sana.

To: Jangan dijawab

Di warung mang Aji dekat kampus.


Pesan terkirim. Cia masih menatap layar ponselnya. Dua menit berikutnya ia masih setia menatap layar ponselnya. Sampai ia menyadari satu hal, Vian tidak lagi membalas pesannya. Kebiasaan.

Cia memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya dengan perasaan kesal. Entahlah, Cia juga tidak tahu kenapa dia seperti itu. Dia menyusul Ranti yang sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil Alvin.

-

-

-

Vian tersenyum mendapat balasan pesan dari Cia. Ia senang karena Cia berusaha menghormati posisinya sebagai suami. Vian tidak tahu, apa yang ia rasakan. Akhir-akhir ini dia senang jika melihat Cia berada di sekitarnya. Dia tidak tahu kenapa, tiba-tiba ia menyukai kebiasaan barunya, yaitu memandangi wajah istrinya ketika gadis itu tertidur.

Dia senang ketika Cia yang tiba-tiba memeluknya saat tidur atau sekedar mendekatkan tubuh mencari kehangatan ketika hujan turun dan dia masih belum paham kenapa dia menjadi seperti itu.

Vian kemudian mengetikkan sesuatu di layar ponselnya.

To: Cia
Nanti aku jemput.


Belum sempat ia menekan tombol kirim. Dimas sudah lebih dulu memanggilnya. "Woi Vian! Buruan! Mau latihan nggak sih?" teriaknya dari tengah lapangan.

Vian menghela nafas. Ia langsung mengunci layar ponselnya dan memasukkan ponsel itu ke dalam tas. Tanpa mengirim pesan yang telah dia ketikkan.

Semua anggota basket mulai meninggalkan lapangan ketika jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Vian mengemasi barang-barangnya, kemudian berjalan meuju parkiran.

"Mau kemana? Buru-buru banget," ucap Dimas yang meyusul di belakang. Vian menolehkan kepalanya ke belakang lalu mengangkat sebelah alisnya.

"Pulanglah, kemana lagi," jawabnya datar.

Dimas memutar bola matanya. Manusia yang satu ini sepertinya tidak tahu bagaimana cara berbicara baik-baik.

"Duluan," pamit Vian pada Dimas. Dimas mengangguk kemudian masuk kedalam mobilnya. Sementara Vian, sudah lebih dulu pergi meninggalkan area parkiran dengan motornya.

Vian mempercepat laju motornya. Dia ingin segera sampai ke rumah. Mungkin Cia juga sudah pulang, pikirnya.

Tidak lama, Vian sampai di rumahnya. Dia masuk dan langsung disambut dengan pemandangan kedua orang tuanya yang sedang makan malam. "Malam Ma, Pa."

Vian berjalan ke arah orang tuanya.

"Malam sayang," jawab Ratna sembari menepuk pelan pipi putranya itu.

"Cia mana?" tanya Fery.

Vian mengerutkan keningnya.

"Bukannya udah pulang ya, Pa?" tanya Vian. Fery dan Ratna menggeleng serempak. Vian menggut-manggut.

"Yaudah, Vian mandi dulu, Ma. Habis itu jemput Cia." Vian melenggang pergi.

"Emangnya Cia kemana?" tanya Fery sedikit mengeraskan suaranya. Karena jaraknya dan Vian yang sudah jauh.

"Rapat, Pa" jawab Vian sembari menutup pintu kamarnya.

-

-

-

Cia sangat fokus mendengar pengarahan yang diberikan oleh ketua BEM. Siapa lagi kalau bukan Alvin pacarnya. Sesekali ia mengangguk menandakan ia paham apa maksud penyampaian yang diberikan oleh Alvin. Tidak lupa juga ia mencatat poin-poin penting karena dia adalah seorang sekretaris.

Ponsel Cia bergetar. Tapi gadis itu tidak menyadarinya hingga ia disiku oleh Ranti yang duduk di sebelahnya.

"Ada telepon tuh," ucap Ranti sembari mengangkat dagunya menunjuk ke arah ponsel Cia.

"Siapa?" tanya Cia pada Ranti. Gadis itu sedang sibuk menulis poin-poin rapat pada catatan kecilnya. Ranti menoleh, sedikit mencondongkan badannya. Kemudian keningnya mengerut.

"Jangan dijawab."

Cia sontak membelalakkan matanya. Kemudian dia meraih ponsel itu. Layar ponsel itu mati. Beberapa saat kemudian, ponselnya kembali bergetar. Cia menggigit bibir bawahnya gugup. Kenapa laki-laki ini menelfonnya disaat seperti ini?

Ranti yang heran dengan tingkah laku sahabatnya kemudian berbisik, "Kalau penting tinggal angkat aja. Minta izin sama Alvin."

Cia mengangguk menerima saran dari Ranti. Meski dia tahu sekarang gadis itu mempunyai tanda tanya yang besar dalam benaknya. Setelah mendapat izin dari Alvin untuk meninggalkan rapat sejenak. Cia berjalan keluar lalu mengangkat telepon dari Vian.

"Kenapa?" tanyanya sebal.

"Masih lama?" tanya laki-laki itu.

Cia menggeleng. "Enggak, kayaknya bentar lagi selesai," ujarnya sembari menolehkan kepala ke dalam.

"Yaudah, aku tunggu di sini," jawab Vian.

"Hah?! Di sini dimana?" tanya Cia terkejut karena ucapan laki-laki itu.

"Aku udah di parkiran."

"Tapi, aku pulang sama Al--"

"Pulang sama aku!"

Kemudian sambungan telepon terputus. Vian memutus sambungan telepon itu sepihak. Cia menatap ponselnya jengkel kemudian masuk sembari menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Kalau sudah begini, dia tidak bisa menolak. Menyebalkan.

Rapat sudah selesai tepat ketika Cia kembali ke meja itu. Tempat dimana seluruh anggota BEM berkumpul.

"Tadi siapa?" tanya Ranti. Jiwa keingin tahuan gadis ini seketika bangkit.

"Sopir," jawab Cia sekenanya. Dia berani taruhan, jika Vian mendengar dirinya disebut sebagai sopir. Tidak bisa dibayangkan hal apa yang akan Cia terima malam ini.

Ranti hanya mengangguk saja. Meskipun ia masih belum puas dengan jawaban yang diberikan oleh sahabatnya itu.

"Kamu jadi 'kan pulang bareng aku?" tanya Alvin yang entah sejak kapan berdiri di sebelah Cia. Gadis itu menatap Ranti, sedangkan Ranti memilih untuk berpamitan. Dia tidak ingin menjadi saksi keromantisan sepasang kekasih itu.

"Maaf, kayaknya nggak bisa deh, Al," ucap gadis itu seraya meremas jari-jemarinya.

Alvin mengerutkan keningnya lalu bertanya, "Kenapa?"

"Hmm...udah dijemput."

Cia meneliti wajah laki-laki itu. Ada guratan kecewa dalam dirinya, entah setan apa yang merasuki. Tiba-tiba saja gadis itu maju ke depan dan berjinjit untuk memeluk Alvin.

Alvin terdiam. Tubuhnya mematung ketika ia merasa tubuhnya didekap dengan sangat lembut oleh Cia.

Cia melepaskan pelukannya, lalu membuang mukanya ke sembarang arah. Ada rona merah memenuhi pipinya saat ini. Malu.

Alvin tersenyum menatap wajah malu-malu milik pacarnya. Itu adalah pelukan pertama mereka semenjak mereka berpacaran. Laki-laki itu tidak menyangka jika Cia yang lebih dulu memberikannya. Kemudian tangannya terangkat mengelus puncak kepala gadis itu lalu dia memajukan wajahnya kemudian berbisik tepat di telinga Cia.

"Aku cinta kamu, Cia." Dan hal itu sukses membuat wajah Cia semakin merona. Cia dan Alvin tersentak, ketika tiba-tiba sebuah mobil sedan berwarna hitam mengklakson mereka dengan keras.

"Siapa sih?" tanya Alvin yang tersulut emosi. Cia menatap lekat ke arah mobil itu. Ia membulatkan matanya. Dia tidak salah, itu mobil Vian. Matilah kau Cia!!!

"Kamu hati-hati ya," ucap Cia sembari melambaikan tangan ke arah Alvin yang sudah berjalan ke arah mobilnya. Setelah mobil itu melesat pergi. Cia membalikkan tubuhnya. Ia menelan ludahnya, mendadak tenggorokannya menjadi kering. Cia menghembuskan nafasnya. Mempersiapkan diri menerima sumpah serapah yang akan Vian ucapkan pada dirinya.

Vian mencengkram setir dengan sangat kuat. Rahangnya mengeras ketika ia melihat Cia memeluk laki-laki lain tepat di hadapannya. Vian melemparkan tatapan tajam pada gadis yang berjalan ke arah mobilnya. Dia juga tidak tahu kenapa dia marah ketika melihat gadis itu memeluk laki-laki lain. Cemburu? Entahlah. Vian belum menyakini apa yang ia rasakan sepenuhnya.

Gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Vian langsung menginjak pedal gas meninggalkan area warung lesehan yang terlihat ramai.

Suasana canggung menyelimuti mereka malam ini. Sesekali Cia berdeham untuk mencairkan suasana. Tapi laki-laki itu tetap setia dengan diamnya. Cia jadi berpikir apa yang harus dia lakukan agar Vian mau kembali berbicara dengan dirinya. Dia tahu kalau dia telah melakukan sesuatu yang salah. Memeluk Alvin di depan Vian. Tapi bukankah mereka tidak saling suka? Lalu kenapa Vian bersikap seperti ini?

Cia masih memutar otaknya untuk meluluhkan hati laki-laki yang kini berstatus sebagai suaminya itu. Tapi seketika keningnya mengerinyit ketika Vian mengajaknya ke sebuah mall di pusat kota. Cia hendak bertanya kenapa Vian mengajaknya kesana. Tapi laki-laki itu lebih dulu keluar dari mobil dan melenggang pergi.

Cia menghela nafas. Baiklah dia akan berusaha ekstra malam ini untuk membujuk Vian. Laki-laki itu marah padanya. Tanpa Cia sadari sebuah senyuman terbit di wajahnya. Dia hanya merasa Vian mulai menerima dirinya yang kini berstatus sebagai istrinya. Atau mungkin Vian terlalu mendalami perannya, sehingga laki-laki itu bertingkah seperti saat ini.

Entahlah, tapi Cia suka.

Cia mengejar ketertinggalannya. Kemudian menyeimbangi langkahnya dengan laki-laki bertubuh tinggi itu. Cia menggigit bibirnya, ragu. Tapi tidak ada cara lain, dia harus meminta maaf pada laki-laki ini. Karena dia tahu, dia memang salah.

Tangan Vian ditarik. Sontak Vian membalikkan tubuhnya menatap ke arah Cia yang sudah tersenyum lebar menatapnya. Setelah itu Cia mulai mengaitkan jemarinya di sela-sela jemari Vian. Laki-laki itu sontak menoleh ke arah tangannya yang sudah digenggam erat oleh Cia. Kemudian matanya mengamati wajah gadis itu. Vian yakin jika gadis itu juga malu melakukan hal seperti ini di tempat umum. Terbukti, karena tangan gadis itu mengeluarkan keringat.

Awalnya Vian ingin menepis tangan Cia. Karena laki-laki itu tidak suka melakukan skinship di tempat umum. Tapi, entah kenapa. Tubuhnya seolah menerima perlakuan Cia pada dirinya. Vian kemudian menghela nafas lalu melanjutkan langkahnya.

Mereka berhenti di sebuah toko perhiasan. Cia menatap wajah Vian bingung lalu bertanya, "Kita ngapain ke sini?"

"Karena kamu nggak punya cincin nikah, yaudah kita beli sekarang aja," jawab Vian datar. Laki-laki itu masih marah ternyata. Cia menggut-manggut mendengar ucapan Vian.

"Pilih yang kamu suka," ujar Vian. Kini laki-laki itu menatap Cia, tapi masih dengan tatapan dinginya. Masalah dua minggu lalu belum selesai, eh sekarang ada masalah baru lagi.

Cia memilih sepasang cincin dengan desain sederhana. "Yang ini gimana?" tanya Cia sembari menunjuk sepasang cincin yang ada di dalam etalase.

Vian mengangguk menyetujui permintaan Cia. Menurutnya cincin yang ditunjuk Cia itu juga bagus dan harganya juga lumayan.

"Tapi mahal," cicit Cia sembari menatap cincin itu dengan raut kecewa.

"Yaudah ambil aja kalau kamu suka. Lagian kita juga nggak bisa beli cincin nikah tiap tahun."

Sontak Cia memeluk Vian. "Makasih."

Vian tersenyum merespon serangan mendadak yang diberikan gadis itu. Dia juga malu, sebab pramuniaga dengan pakaian formal itu ikut tersenyum melihat Vian dan Cia.

"Yang ini aja, Mbak"

-

-

-

Gimana?

lanjut nggak nih? huehuehue

btw, aku bakalan up dua hari sekali

jadi jangan bosan


Vv, Nov 2020

Toelisan,-

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 132K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
290K 27K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.8M 82.7K 37
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
10.6M 675K 44
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...