I SHALL EMBRACE YOU

By Toelisan

21.8K 1.7K 91

[FOLLOW SEBELUM BACA] "Kita itu cuma dua orang yang saling kenal terus tinggal satu atap." ucap gadis itu. ... More

ISEY || CHAPTER SATU
ISEY || CHAPTER DUA
ISEY || CHAPTER TIGA
ISEY || CHAPTER EMPAT
ISEY || CHAPTER LIMA
ISEY || CHAPTER ENAM
ISEY || CHAPTER TUJUH
ISEY || CHAPTER DELAPAN
ISEY || CHAPTER SEMBILAN
ISEY || CHAPTER SEBELAS
ISEY || CHAPTER DUA BELAS
ISEY || CHAPTER TIGA BELAS
ISEY || CHAPTER EMPAT BELAS
ISEY || CHAPTER LIMA BELAS
ISEY || CHAPTER ENAM BELAS
ISEY || CHAPTER TUJUH BELAS
ISEY || CHAPTER DELAPAN BELAS
ISEY || CHAPTER SEMBILAN BELAS
ISEY || CHAPTER DUA PULUH
ISEY || CHAPTER DUA PULUH SATU
ISEY || CHAPTER DUA PULUH DUA
ISEY || CHAPTER DUA PULUH TIGA
ISEY || CHAPTER DUA PULUH EMPAT
ISEY || CHAPTER DUA PULUH LIMA
ISEY || CHAPTER DUA PULUH ENAM
ISEY || CHAPTER DUA PULUH TUJUH
ISEY || CHAPTER DUA PULUH DELAPAN
ISEY || CHAPTER DUA PULUH SEMBILAN
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH SATU
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH DUA
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH TIGA
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH EMPAT
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH LIMA
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH ENAM
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH TUJUH
ISEY || CHAPTER TIGA PULUH DELAPAN

ISEY || CHAPTER SEPULUH

536 51 4
By Toelisan

[I Shall Embrace You]

-

-

Hai balik lagi

Maaf udah bikin kalian nunggu lama

ada sesuatu yang harus aku selesain di real life huehuehue

happy reading~~~

-

-


Cia keluar dari kamar mandi lengkap dengan pakaiannya. Ia menolehkan kepala ke arah lemari, di sana dia melihat Vian yang sedang memakai jaket miliknya. Cia mengerinyit bingung melihat pemanmpilan Vian yang sudah rapi. Mau kemana laki-laki ini? Pikirnya.

Vian yang menyadari keberadaan Cia ikut menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar mandi lalu bertanya, "Kenapa?"

Cia menggeleng lalu berjalan ke arah tempat tidur, mengambil ponselnya. "Kamu mau kemana?" tanya Cia akhirnya.

Vian diam lalu ia menghela nafas, "Pergi sama Dila," jawabnya.

Dila? Cia terdiam. Ia berpikir hingga akhirnya gadis itu mengangguk. Oh, pacar Vian. Laki-laki ini pergi pacaran ternyata.

"Ohh," jawab Cia. Ia menggigit bibirnya.

"Aku juga mau pergi." Cia menatap Vian, menunggu respon laki-laki itu.

"Sama siapa?" tanya Vian yang sudah selesai merapikan jaketnya.

"Alvin," jawab Cia.

Vian mengangguk lalu menjawab, "Pulang jangan kemaleman." Setelah itu Vian berjalan keluar dari kamar.

Cia mendengar suara mesin mobil ketika gadis itu sedang membalas beberapa pesan yang masuk ke ponselnya. Cia berjalan lalu mengintip dari balik jendela. Ia melihat mobil sedan hitam milik Vian yang mulai meninggalkan pekarangan rumah.

"Pergi sama pacar aja baru bawa mobil," ucap Cia kesal. Lalu ia segera turun dan pergi meninggalkan rumah.

-

-

-

Cuaca hari ini sangat cerah. Langit terlihat bersih dengan warna biru yang mengkilat. Serta awan berwarna putih yang menghiasi langit di beberapa bagian.

Tidak lama, mobil Alvin berhenti di depan Cia. Kaca mobil diturunkan, sehingga dari luar Cia bisa melihat wajah Alvin yang menoleh ke arahnya dengan senyuman yang terpatri di sana.

"Masuk," ucap Alvin. Cia mengangguk lalu membuka pintu mobil. Setelah itu ia masuk dan duduk di sebelah Alvin.

"Kita mau kemana?" tanya Cia penasaran sekaligus senang, karena sangat jarang ada waktu bagi mereka berdua untuk menghabiskan waktu bersama. Karena keduanya sama-sama sibuk dengan organisasi.

"Ke tempat yang pengen kamu kunjungi," jawab Alvin lalu menginjak pedal gas.

Suasana di dalam mobil sangat menyenangkan, Cia dan Alvin bernyanyi bersama ketika lagu kesukaan mereka berputar mengisi setiap sudut mobil.

Sesekali Cia tertawa ketika melihat ekspresi wajah Alvin yang mulai kesal dengan tingkahnya. Perjalanan itu seperti kilas balik hubungan mereka. Karena sepanjang perjalanan mereka hanya bercerita tentang awal mula mereka bertemu dan akhirnya berpacaran.

Cia sangat ingat hari itu, hari pertama kali ia bertemu dengan laki-laki cerdas yang menjadi primadona di jurusannya teknik komputer. Saat itu kampus tengah mengadakan Robotics Affair. Sebuah ajang kompetisi bergengsi dimana mahasiswa teknik di seluruh Indonesia akan berkumpul dan unjuk kebolehan menciptakan robot dan aplikasi pemprograman yang dapat mengendalikan dari jarak jauh. Cia terpukau dengan ide yang disusun oleh Alvin dan rekan-rekan saat itu. Mereka menciptakan robot yang dapat mendeteksi suasana hati manusia dengan cara memonitoring dan menganalisis ritme detak jantung serta menangkap sensor gelombang otak yang diproyeksikan ke dalam bahasa pemprograman. Alhasil, mereka menduduki peringkat pertama dalam kompetisi sengit itu.

Setelah menempuh perjalan tiga puluh menit, akhirnya mobil Alvin berhenti di sebuah rumah dengan desain tempo dulu. Cia melirik ke arah Alvin dengan senyum yang mengambang.

"Rumah Nenek?" tanya Cia dengan mata yang berbinar. Pasalnya ia kesana waktu baru jadian dengan Alvin. Rumah itu adalah rumah nenek Alvin. Kata nenek, Cia adalah perempuan pertama yang Alvin kenalkan pada neneknya. Seberharga itu Cia bagi Alvin.

Cia langsung turun dan menghambur keluar mobil. Alvin hanya tersenyum lalu mengikuti Cia dari belakang.

"Nenek!!!" pekik Cia sambil memeluk lansia yang berdiri di ambang pintu yang menyambut kedatangannya.

Nenek Alvin membalas pelukan gadis itu lalu membawanya masuk.

-

-

-

Vian segera masuk ke dalam mobilnya, disusul oleh Dila di belakang. Sekarang sudah jam tiga sore. Mereka menghabiskan waktu di panti asuhan yang terletak di pinggir kota.

"Kamu yakin mau mengadopsi anak itu?" tanya Vian menatap Dila.

Dila tersenyum. "Bukan aku, tapi Mama sama Papa yang mau mengadopsi."

Benar saja, orang tua Dila memiliki keinginan untuk mengadopsi seorang anak dari panti asuhan. Karena Dila seorang anak tunggal sama seperti Vian. Orang tua Dila sering berpergian keluar kota atau ke luar negeri untuk urusan bisnis. Sehingga Dila sering kali sendirian di rumah.

"Tapi kan ada aku," ujar Vian akhirnya.

Dila menghela nafas lalu menjawab, "Tapi kan nggak selamanya aku bergantung sama Kak Vian."

Vian terdiam, benar juga kata Dila.

Tidak mungkin selamanya Vian ada untuk Dila. Ditambah saat ini dia sudah berstatus suami orang. Vian merasa bersalah lalu dia menatap Dila lekat.

"Pastiin kamu menghubungi aku tiap kamu sendirian di rumah."

Senyuman Dila mengambang sempurna. Gadis itu kini menatap lekat laki-laki yang memakai baju kaos hitam serta jaket yang lengannya digulung hingga siku.

"Habis ini kita mau kemana?" tanya Dila berusaha mencairkan suasana yang mendadak serius. Dia tahu jika saat ini Vian sedang merasa bersalah pada dirinya. Apalagi mengingat kejadian tiga tahun silam. Dila memejamkan matanya, mencoba mengusir kenangan itu jauh-jauh. Lalu menghela nafas.

"Kita nonton yuk." Ajak Dila karena dari tadi laki-laki itu hanya diam saja.

-

-

-

"Nek, Cia pulang dulu ya," pamit Cia pada Nenek Alvin.

"Kenapa buru-buru?" tanya nenek padanya.

Cia tersenyum polos layaknya anak kecil dan tentu saja hal itu membuat Alvin ingin mencubit pipi gadis itu.

"Udah jam empat, Nek," jawab Cia sambil menggenggam tangan lansia itu memberi pengertian.

"Kapan-kapan Cia bakalan ke sini lagi kok, Nek" ujar Cia karena ia melihat raut wajah sedih dari nenek Alvin.

"Kamu juga Al, sering-sering bawa Cia ke sini!" ucap Nenek pada Alvin sembari memukul lengan laki-laki itu seakan memberi hukuman.

Alvin hanya mengangguk menyetujui perintah dari neneknya itu.

"Yaudah Nek, Alvin pulang dulu keburu sore," pamit Alvin lalu mencium tangan neneknya. Setelah itu Cia menatap nenek, mencium tangannya lalu memeluknya erat.

Setelah berpamitan mereka segera meninggalkan kediaman rumah nenek Alvin.

"Senang banget kelihatannya," ucap Alvin sambil sesekali melirik Cia yang duduk di sebelahnya.

Cia tersenyum lalu mengangguk girang.

"Kamu ngomongin aku ya sama Nenek?" tanya Alvin karena selama di rumah neneknya, Cia seakan menempel dengan neneknya.

"Mau tahu aja," ucap Cia lalu memukul pelan tubuh Alvin.

Alvin melirik ke arah Cia lalu tersenyum. Entahlah, dia tidak peduli jika dikatakan berlebihan. Tapi melihat Cia begitu bahagia, juga membuatnya bahagia. Sungguh.

"Kamu yakin nggak makan dulu?" tanya Alvin untuk kesekian kalinya. Pasalnya dari tadi Cia menolak ajakannya untuk makan. Sudah kenyang, katanya.

Cia hanya menggeleng pelan.

Tidak lama, mobil Alvin berhenti di depan rumah Cia. Gadis itu menatap Alvin lalu turun. Disusul dengan Alvin yang juga ikut turun dari mobilnya.

"Sebentar ya, aku panggilin Bunda dulu."

Alvin mengangguk lalu menunggu di depan pintu rumah Cia. Gadis itu masuk lalu mencari keberadaan Aini-Bundanya. Ia melihat Aini yang tengah membaca majalah di halaman belakang.

"Bunda, ada yang mau ketemu," ujar Cia sambil menarik tangan Aini. Mengalihkan perhatian wanita itu.

"Siapa? Vian?" tanya Aini.

"Bukan Vian, tapi Alvin."

Aini menghela nafas sambil melotot ke arah Cia. Sedangkan Cia hanya tersenyum kecut lalu mengikuti Aini yang berjalan ke luar rumah.

"Sore Bunda," sapa Alvin lalu mencium tangan Aini. Aini tersenyum menyambut Alvin.

"Mau masuk dulu?" tanya Aini basa-basi. Alvin menggeleng lalu menjawab, "Alvin langsung pulang aja Bun." Aini mengangguk lalu tersenyum ke arah Alvin.

Alvin segera masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan rumah Cia.

"Dari mana kamu?" tanya Aini ketika Cia baru saja mendudukkan bokongnya di kursi meja makan.

"Dari rumah neneknya Alvin," jawab Cia jujur.

Aini menghela nafas lalu berjalan menghampiri Cia. "Sayang, kamu belum ngasih tahu Alvin?" tanya Aini menatap wajah anak sulungnya itu.

Cia menggeleng dengan wajah sedikit ditekuk. "Cia belum siap Bunda," jawabnya.

Aini menghela nafas. Dia juga tidak ingin terlalu ikut campur dengan masalah pribadi anaknya itu. karena dia percaya jika Cia bisa menghadapinya. Aini tidak melarang jika Cia masih berhubungan dengan Alvin. Karena setahunya, Alvin adalah laki-laki yang baik, dia juga sopan. Tapi sekarang semuanya sudah berbeda, ada hal yang tidak bisa disembunyikan terlalu lama.

"Bunda harap kamu segera kasih tahu Alvin. Akan lebih menyakitkan jika dia tahu dari orang lain," ucap Aini sembari memeluk tubuh anaknya itu. Cia mengangguk pelan. Gadis itu sedang melamun, memikirkan ucapan nenek Alvin dan ucapan Bundanya barusan.

"Nenek nggak pernah lihat Alvin natap perempuan kayak dia natap kamu."

"Alvin sangat menyukai kamu."

Cia mengusap kasar wajahnya ketika ucapan Nenek Alvin memenuhi pikirannya. Ia menelan ludah.

"...Akan lebih menyakitkan jika dia tahu dari orang lain."

Kalimat-kalimat itu membuat Cia ingin membenturkan kepalanya. Ia mendadak pusing. Aini yang melihat gelagat anaknya itu mengerutkan keningnya lalu bertanya,

"Kamu kenapa? Udah makan?" tanya Aini. Cia tersentak karena ucapan dari Bundanya itu, lalu menggeleng.

"Nggak kenapa-kenapa kok, Bun," bohongnya.

"Cuma ngantuk aja," ucap Cia sembari berpura-pura menguap. Aini hanya mengangguk samar tidak kentara.

"Udah hubungin Vian?" tanya Aini. Cia melotot lalu menepuk keningnya.

"Oh iya, Cia lupa."

Setelah itu ia langsung mengambil ponselnya lalu mengetikkan sesuatu di sana.

To: Jangan dijawab

Aku lagi di rumah Bunda.

Kalau kamu udah pulang, jemput aku ke sini ya.

Pesan itu terkirim tapi belum mendapat balasan dari Vian. Cia menghela nafasnya, mungkin laki-laki itu masih quality time dengan pacarnya.

Cia segera bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju kamarnya di lantai dua.

-

-

-

Vian dan Dila keluar dari bioskop di salah satu mall yang terletak di pusat kota. Vian merogoh saku jaketnya, mengambil ponselnya di sana. karena sejak tadi ia tidak mengecek ponselnya.

Vian membuka ponselnya, ada satu pesan yang belum terbaca. Kemudia ia membukanya. Pesan dari Cia. Laki-laki itu hanya membacanya lalu memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku jaket miliknya.

"Kak," panggil Dila.

Laki-laki bertubuh tinggi itu melirik ke arah Dila lalu menaikkan kedua alisnya, seolah bertanya 'kenapa?'.

Dila tersenyum canggung lalu menjawab, "Boleh aku gandeng tangan Kak Vian?"

Dila cemas menunggu jawaban dari Vian. Karena dia tahu jika laki-laki itu sangat tidak suka dengan skinship, apalagi di tempat umum. Sehingga Dila harus meminta izin untuk melakukannya. Dia tidak mau jika laki-laki ini tidak nyaman dengan tindakannya.

Vian menatap Dila, memikirkan jawaban apa yang harus dia berikan. Lalu dia menghela nafas kemudian mengangguk. Dila tersenyum puas mendapat jawaban dari Vian. Kemudian gadis itu melingkarkan tangannya di lengan laki-laki itu.

Setelah mengantar Dila pulang, Vian segera menuju rumah Cia. Menjemput gadis itu.

Vian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, karena dia tidak buru-buru. Vian berhenti di perempatan lampu merah. Ia menatap jalanan di depan sana lalu menolehkan kepalanya ke arah mobil yang juga ikut berhenti di sebelah mobilnya.

Samar-samar ia melihat seseorang yang sangat dia kenali. Mereka terlihat bahagia, terlebih tawa yang merekah di bibir gadis itu. Vian semakin menajamkan penglihatannya, ia penasaran dengan sosok laki-laki yang duduk di balik kursi kemudi. Setelah itu matanya melotot. WHAT THE...

Dia mengerjapkan matanya berkali-kali. Tapi mobil di sebelahnya itu lebih dulu melaju ketika lampu berubah menjadi warna hijau. Vian juga ikut melajukan mobilnya. Mencoba mengabaikan apa yang baru saja dia lihat.

Laki-laki itu tiba di rumah Cia pukul setengah sembilan malam. Dia turun dari mobilnya lalu berjalan ke arah pintu masuk. Ia mengetuk-ngetuk pintu, tidak lama pintu terbuka.

"Malam Bunda," sapa Vian kemudian mencium tangan Aini.

Aini tersenyum lalu membalas ucapan dari menantunya itu. "Malam juga sayang, ayo masuk."

Via mengangguk lalu masuk ke dalam rumah yang bernuansa putih itu.

"Cia ada di kamarnya, udah tidur kayaknya," ucap Aini sembari menunjuk ke atas, tepatnya ke arah kamar Cia.

Vian mengangguk paham.

"Vian ke atas dulu, Bun," ucap Vian lalu naik ke lantai atas. Ia berjalan menaiki anak tangga, lalu tidak sengaja perpapasan dengan Dinda-Adik Cia.

"Ke kamarnya kak Cia ya, Kak?" tanya Dinda. Vian mengangguk sembari melemparkan seutas senyuman ke arah Dinda.

Dinda mengangguk kemudian turun meninggalkan Vian di sana. Vian berjalan ke arah pintu kamar Cia. Kemudian berhenti tepat di depan pintu berwarna cokelat itu. Vian mengetuk beberapa kali. Tidak ada jawaban dari dalam, ia menghela nafas lalu memutar kenop pintu.

Pintu terbuka. Pemandangan pertama yang dia lihat adalah seorang gadis yang terbaring di atas kasur dengan wajah polosnya. Vian berjalan mendekat sambil mengamati kamar itu. Sangat berbeda dengan kamarnya.

Vian berjongkok di lantai, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Cia yang sedang terlelap. Dia memandangi wajah itu sekilas, lalu menepuk pelan pipi gadis itu.

"Cia, bangun."

Gadis itu hanya tak bergeming, tidak terganggu sama sekali meskipun Vian menepuk pipinya pelan. Vian kembali menghela nafas.

"Cia," panggilnya.

Gadis itu masih setia menutup matanya, sangat damai jika dilihat dari jarak sedekat itu. Vian mengusap leher belakangnya. Kenapa gadis ini sangat susah dibangunkan? Jalan satu-satunya adalah menggendongnya. Karena tidak mungkin Vian menginap di sana. Sebab dia tidak membawa baju ganti.

Vian menyelipkan lengan kirinya di belakang lutut Cia, kemudian lengan satunya lagi merangkul tubuh gadis itu. Hanya dalam hitungan detik, tubuh Cia sudah berada dalam dekapan Vian. Laki-laki itu sedikit memperbaiki letak tubuh Cia di gendongannya, kemudian membawa tubuh gadis itu keluar kamar.

Vian menggendong Cia ala bridal style. Laki-laki itu dengan enteng membawa Cia turun ke lantai bawah. Aini yang melihat kedatangan Vian serta Cia yang sudah berada di dalam gendongan laki-laki itu terkejut.

"Aduh, kamu nggak perlu repot-repot gendong Cia. Dia emang agak susah dibangunin, sirem aja dia pake air," ucap Aini merasa bersalah.

"Nggak perlu, Bun. Kasihan dia kalau dibangunin," jawab Vian.

Aini tersenyum lembut mendengar jawaban dari menantunya itu.

Vian langsung membawa tubuh Cia keluar. Disusul oleh Aini di belakang. Ketika sampai di depan rumah, Aini segera membukakan pintu mobil Vian agar laki-laki itu bisa meletakkan tubuh putrinya.

Dengan hati-hati, Vian membaringkan tubuh Cia di jok mobil. Vian tersenyum takjub karena gadis itu tidak terganggu sedikit pun.

"Vian pulang dulu, Bun," pamitnya kemudian mencium tangan Aini. Perempuan paruh baya itu mengangguk.

"Hati-hati."

Vian masuk lalu mulai menjalankan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah.

Aini tersenyum ketika melihat mobil menantunya itu semakin menjauh. Dia segera masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rumahnya.

"Vian baik banget ya," ucap Aini pada Dinda-anak bungsunya yang sedang mengoleskan selai pada roti di tangannya.

"Iya dong Bun, nggak cuma baik. Populer juga," jawab Dinda.

"Kamu tahu dari mana?" tanya Aini penasaran. Dinda menghela nafasnya lalu menjawab, "Kan pacar Kak Vian satu sekolah sama Dinda."

"Pacar?!" tanya Aini terkejut.

-

-

-

"Sampai kapan kamu mau meluk aku?" Cia tersentak ketika mendengar suara seseorang. Ia kemudian mendongak, menatap wajah laki-laki itu. Matanya membelalak sempurna ketika ia menyadari jika jaraknya dengan Vian yang begitu dekat.

Cia langsung melepaskan pelukannya pada tubuh Vian, kemudian menarik diri, menjauh. Cia duduk salah tingkah. Sedangkan Vian, hanya menghela nafas dengan tatapan datarnya.

Dengan wajah memerah, Cia bergegas masuk ke kamar mandi. Setelah selesai, Cia keluar dan melihat Vian yangmasih setia duduk bersandar pada kepala tempat tidur, lengkap dengan sebuah laptop di pangkuannya. Cia berjalan menuju cermin, kemudian mengeringkan rambutnya dengan hair drier. Sesekali Cia menatap apa yang sedang laki-laki itu lakukan melalui pantulan cermin.

Cia heran dengan laki-laki itu, karena dia bersikap biasa saja. Sedangkan Cia di sini sudah salah tingkah sejak tadi. Cia menghela nafasnya kemudian memilih untuk keluar dari ruangan itu.

Cia turun ke lantai bawah. Dia melihat Mama dan Papa Vian yang terlihat sudah rapi pagi ini. Cia mengerutkan keningnya lalu berjalan mendekat.

"Mama sama Papa, mau kemana?" tanya Cia.

Ratna dan Fery menoleh menatap Cia sembari tersenyum. "Ke rumah Om Anton di Bandung."

"Om Anton?" tanya Cia heran.

"Adiknya Papa," ucap Ratna memperjelas.

"Mama tadi udah bikin sup, kalau kalian mau makan tinggal panasin aja." Ratna mengusap rambut Cia penuh sayang. Cia mengangguk.

"Yaudah, Papa sama Mama pergi dulu. Bilangin sama Vian," ucap Fery sembari berjalan ke luar rumah.

Sebagai menantu yang baik, Cia ikut mengantar mertuanya itu sampai ke depan rumah. Cia melambaikan tangannya ketika mobil mertuanya itu mulai menghilang dari pandangannya. Setelah itu Cia masuk dan menutup pintu.

Cia kembali ke kamar, ia membuka pintu. Tapi tidak ada siapa pun di sana. Vian yang semula duduk di tepi tempat tidur juga sudah tidak ada. Cia melihat jika laptop yang dipakai Vian tadi sudah terletak diatas meja belajar.

Cia bisa menebak, pasti laki-laki itu sedang mandi. Cia menghela nafas lalu berjalan ke arah tempat tidur. Berniat merapikan tempat tidurnya. Setelah selesai, Cia memilih turun ke dapur untuk menghangatkan sup yang dibuat oleh mertuanya tadi pagi.

Cia mulai memanaskan sup itu. Ia menunggu beberapa menit. Kemudian sebuah ide muncul di kepalanya. Dia ingin membuat pasta pagi ini. Cia membuka lemari yang berada di atas kepalanya. Gadis itu kemudian mengeluarkan satu bungkus pasta. Mulai mempersiapkan bahan-bahan. Ia mulai memotong bawang, serta bahan lainnya untuk sausnya nanti.

Ketika ia sedang asik memotong bahan makanan, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumah Vian. Cia tersentak kemudian memanggil Vian.

"Vian, ada tamu!!" teriaknya.

Tidak ada jawaban dari laki-laki itu. Cia menghela nafas sebal, kemudian ia menghentikan aktivitasnya. Ia mencuci kedua tangannya lalu berjalan ke depan.

Tokkk ... Tokkk ... Tokkk....

"Tunggu bentar," jawab Cia dari dalam rumah. Cia meraih kenop pintu, lalu membukanya. Matanya membelalak ketika dia melihat seseorang yang sedang berdiri di hadapannya.

Orang itu juga tidak kalah terkejutnya, ketika melihat wajah Cia.

"Cia?" tanya orang itu masih dengan mulut yang menganga.

-

-

Siapa tuh yang ketemu sama Cia?

jangan jadi silent readers, vote dan komen dari kalian berharga buat aku,

sampai jumpa di chapter selanjutnya...


Vv, Oct 2020

Toelisan,-

Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 319K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
3.4M 279K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
319K 19K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
588K 27.8K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...