SINGASARI, I'm Coming! (END)

By an11ra

2.1M 324K 48.1K

Kapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan... More

1 - PRESENT
2 - PRESENT
3 - PAST
4 - PAST
5 - PAST
6 - PAST
7 - PAST
8 - PAST
9 - PAST
10 - PAST
11 - PAST
12 - PAST
13 - PRESENT
14 - PAST
15 - PAST
16 - PAST
17 - PAST
18 - PAST
19 - PAST
20 - PAST
21 - PAST
22 - PAST
23 - PAST
25 - PAST
26 - PAST
27 - PAST
28 - PAST
29 - PAST
30 - PAST
31 - PAST
32 - PAST
33 - PAST
34 - PAST
35 - PAST
36 - PAST
37 - PAST
38 - PAST
39 - PAST
40 - PAST
41 - PAST
42 - PAST
43 - PAST
44 - PAST
45 - PAST
46 - PAST
47 - PAST
48 - PAST
49 - PAST
50 - PAST
51 - PAST
52 - PAST
53 - PAST
54 - PAST
55 - PAST
56 - PAST
57 - PAST
58 - PAST
59 - PAST
60 - PAST
61. PRESENT
62. PRESENT
63. PRESENT
64. PRESENT
65. PRESENT AND PAST
66. BONUS PART
DIBUANG SAYANG
JANGAN KEPO!!!
HADEEEH

24 - PAST

28.5K 4.3K 117
By an11ra

Seminggu telah berlalu semenjak tragedi air panas itu, jujur aku harap - harap cemas takut jika dipanggil lagi ke istana Ratu, namun sepertinya Ken Dedes tidak melakukannya. Apalagi Kanjeng Praya tidak menampakan batang hidungnya di sini sama sekali. Dengan kata lain, tidak ada masalah yang berarti terjadi selama tujuh hari ini. Pangeran Anusapati juga tidak banyak membuat ulah.

"Sawitri, apa tidak bisa kita memakai pakaian seperti ini setiap hari ?" Tanyaku antusias, karena kali ini kami tidak melilitkan kain jarik seperti biasa namun melilitkan sedemikian rupa membentuk seperti celana kain.

Memandangku sekilas lalu kembali menyusun buah - buahan dalam keranjang rotan "Bisa saja, asal kau tergabung dalam prajurit wanita dan bukan seperti sekarang sebagai pelayan istana."

"Wow, apa aku bisa berubah posisi begitu ?" Tanyaku antusias

Mendesah pelan "Bisa saja jika kau ikut uji prajurit wanita, tetapi aku jamin percuma karena biasanya mereka yang diterima punya ilmu kanuragan yang tidak main - main. Dari ratusan orang paling hanya sedikit yang lolos. Sebagian besar prajurit biasanya murid atau saudara para prajurit senior, jadi mereka memang khusus dilatih dari kecil. Sedangkan kau ... ck ... ck ... ck " Berdecak sambil menggeleng - gelengkan kepala

Mataku menyipit memandangnya "Memangnya aku kenapa ?"

"Jujur saja, aku tidak tahu apa sebenarnya bakatmu. Meronce hasilnya buruk, menenun berantakan bahkan membantikpun tidak rapi. Yaa, mungkin bakatmu yang paling luar biasa adalah membuat hal kecil menjadi kekacauan besar, Rengganis "

"Iiisssshhh ... kau menyakiti perasaanku yang sehalus sutra ini, Sawitri" Balasku sambil membuat isyarat jantung tertusuk

"Menjijikan !" Jawab Sawitri sambil bergidik

"Kalian berdua cepat sedikit, nanti Pangeran bisa marah. Masukan sisa bahan makanan ke kereta kuda dan bersiap berangkat" Ucap Nyi Ratri yang membuat kami menghentikan obrolan dan bergegas menuju kereta kuda yang terparkir di depan pendopo.

It's time to vacation ... Yaa, hari ini kami akan mengikuti Pangeran Anusapati yang akan pergi berburu. Tentu saja Pangeran tidak sendirian seperi biasa dia akan bersama pendamping setianya yaitu Raden Sadawira, Raden Panji Kenengkung, Madra, Wasa dan ada pula Raden Mahisa Randi yang ikut dengan empat orang pengawal kerajaan lainnya.

Menurut Sawitri, seorang anggota kerajaan tidak akan dibiarkan keluar dari istana tanpa pengawalan. Rombongan ini terhitung amat sangat sedikit karena Pangeran Anusapati sebenarnya amat sangat ... sangat ... sangat ... sangat sulit diatur. Standar pengawalan seharusnya tiga kali lipat dari ini. Walau orang terdekat yang mengawal Pangeran juga bukan orang yang dapat diremehkan tapi sesuai istilah bahwa DAN 1 atau DAN 2 sekalipun belum tentu menang jika lawannya DAN KAWAN - KAWAN.

Berjalan bersebelahan dengan Sawitri "Sebenarnya kenapa kita mesti ikut ? Bukannya yang berburu seharusnya pria saja tanpa melibatkan wanita ?"

Jujur, aku ngeri membayangkan harus tidur di alam bebas, waktu kemping pramuka saja sudah membuatku flu seminggu karena kedinginan. Padahal tidur di dalam tenda dengan selimut, jaket tebal berbulu, syal plus kupluk. Nah sekarang bagaimana ? Jangankan tenda, di zaman tempatku tinggal sekarang ini jaket saja belum ditemukan. Hadeeh ...

"Terus siapa yang akan memasakkan hasil buruan ?" Tanya Sawitri

"Bukannya hewan hasil buruan akan langsung dibakar di atas api unggun oleh si pemburu sendiri. Itu yang aku lihat di film - film kolosal"

"Film itu apa, Rengganis ? " Mendesah pelan "Bisa tidak, kau berbicara dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia ? Kenapa kau selalu mengatakan kata - kata yang aneh sih ? Heran aku. " Ucapnya sambil membetulkan letak peti kecil berisi kudapan yang sedang dibopongnya. Sedangkan aku membawa keranjang buah yang kurang lebih sama beratnya.

Menganga sebentar mendengar perkataan Sawitri "Kau pikir aku alien sehingga tidak berbicara bahasa manusia ?"

"Dan alien itu apa lagi, Rengganis ? Sudahlah ... lebih baik kau diam saja, aku jadi pusing padahal naik kereta kuda saja belum."

"Apa hubungannya coba ? Terus kenapa Nyi Ratri tidak ikut ? Nanti siapa yang akan mencicipi makanan Pangeran ? "

"Apa ibumu ngidam burung pipit saat dia hamil dulu ? Kau cerewet sekali sih !"

"Bukan ngidam burung pipit tapi ngidam makan swikee, tapi karena haram maka tidak jadi " Jawabku nyengir mengingat cerita Mama dulu

"Aiissh ... Terserah kau saja lah, Rengganis. Kepalaku makin pusing"

Menahan tawaku "Jawab dulu pertanyaanku tadi, setelah itu aku ____"

"Akan bertanya hal yang lain lagi" Jawab Sawitri memotong perkataanku "Nyi Ratri sudah tua, jadi dia tidak pernah ikut berburu lagi. Pangeran Anusapati juga sudah melarangnya karena alasan kesehatan. Mengenai siapa yang mencicipi makanan, tentu kita berdua dan terakhir biasanya adalah Raden Panji Kenengkung."

"Terus jika kita keracunan duluan bagaimana ?"

"Tuh kan benar, kau bertanya lagi " Mendesah untuk kesekian kalinya kemudian menjawab "Keracunan yaa kemungkinan kita mati duluan, Rengganis." Jawab Sawitri santai

"Kau bercandakan ?" Tanyaku dengan badan bergidik ngeri "Kau membicarakan kematian seakan itu semacam gurauan. Mati berarti kita harus meninggalkan dunia. Aku juga tidak yakin amalku cukup untuk menyelamatkanku bahkan aku belum menikah dan berwisata keliling dunia. Kau saja mati sendiri sana, aku belum mau mati. Lagipula siapa orang gila yang menaruh racun di makanan, kurang kerjaan sekali !" Ucapku panjang kali lebar

"Ti ___" Ucapan Sawitri terhenti saat suara perdebatan lain terdengar tidak jauh dari tempat kami berjalan

"Pokoknya aku dan Mahisa Wong Anteleng akan ikut berburu, Kanda. Titik !"

"Bukankah dua minggu lalu, katanya kau sudah berburu bersama Ayahanda, Tohjaya." Jawab Pangeran Anusapati malas

"Berburu dengan Ayahanda membosankan, Kanda" Jawabnya berbisik kemudian berdeham sebelum berkata dengan Suara normal lagi "Jadi izinkan kami ikut bergabung, Kanda !" menengok pada Pangeran Mahisa Wong Anteleng lalu berkata "Mahisa, jangan diam saja, bantu aku !"

"Aku sudah bilang tadi, Kanda Anusapati tidak akan mengizinkan. Lagipula besok aku harus bertemu dengan Resi Barana " Jawab Pangeran Mahisa Wong Anteleng malas - malasan sambil tetap berdiri di samping kudanya.

"Sekali - kali tidak belajar, tidak akan membuatmu mati Mahisa. Hidup itu anugerah dari para Dewa jadi sudah selayaknya kita nikmati. Dua puluh tahun lagi, kitab - kitab yang kau baca tetap ada dan tak berubah isinya, tapi dua puluh tahun lagi aku jamin kau tidak bisa menarik busur panah tanpa tangan bergetar karena saat itu kau sudah tua, peot, keriput dan lemah !"

"Ya, Kanda benar. Kitab - kitab itu PASTI masih ada karena tidak mungkin ada rayap yang memakannya atau kulit kayu itu amat kuat seperti lempengan logam jadi tidak mungkin lapuk termakan usia. Dua puluh tahun ... yang benar saja." Balas Pangeran Mahisa Wong Anteleng retoris sambil menggelengkan kepala berkali - kali

Sekuat tenaga aku menahan tawa mendengar perdebatan dua saudara beda ibu itu. Ternyata entah di masa depan ataupun masa lalu, selalu ada orang yang mengajak orang lain untuk bolos pelajaran. Entah mengapa menyenangkan mendengarkan perdebatan mereka.

Memijit pelipisnya pelan Pangeran Anusapati berkata "Tohjaya, bukankah kau juga diperintahkan Ayahanda untuk pergi sebagai utusan ke daerah Kabalan ?"

Tersenyum cerah Pangeran Tohjaya berkata "Tenang Kanda, aku akan pergi setelah acara berburu, lagipula Narapati belum tiba di Tumapel. Kami masih harus menunggu kabar darinya. Pokoknya Ayahanda sudah memberiku izin. Kanda tidak perlu mengkhawatirkan aku."

"Siapa juga yang khawatir padamu !" Balas Pangeran Anusapati kejam "Dan kalian berdua " Tunjukknya padaku dan Sawitri yang otomatis membuat kami terlonjak pelan karena kaget "Kenapa masih berdiri di sana terus ? Cepat masuk ke dalam kereta atau kalian mau berjalan kaki menuju hutan, haaah ?" Beralih menatap adik - adiknya "Jika ingin ikut jangan buat masalah, ingat itu !" Ucapnya memperingatkan

"Tentu saja, Kanda " Jawab Pangeran ceria Tohjaya sedangkan Pangeran Wong Anteleng hanya mendengus sebagai jawaban

Berderap cepat menuju kereta kuda yang tersedia. Bisa gempor jika kami harus berjalan menuju hutan yang entah di mana letaknya, namun langkahku terhenti saat percakapan mereka terdengar lagi

"Apa Guru tidak akan ikut kita berburu Kanda ?" Tanya Pangeran Tohjaya dari atas kudanya

"Entahlah, mungkin tidak akan ikut. Sepertinya ada masalah di gudang senjata. Guru sedang membereskan masalah itu sejak semalam." Jawab Pangeran Anusapati sambil menaiki kuda hitam kesayangannya.

Tersadar kala Sawitri menarik tanganku pelan sambil berbisik "Apa yang kau lakukan ? Ayo cepat, mereka sudah akan berangkat !"

"Maaf" Jawabku pelan kemudian berjalan dan bersama Sawitri menaiki kereta kuda yang telah siap dijalankan oleh prajurit. Untung orang itu tidak ikut jadi jantungku tidak perlu berolahraga. Hal ini membuat senyumku terbit.

Sepertinya hari ini adalah hari keberuntunganku. Lihat saja kereta yang akan kami naiki adalah jenis kereta kuda yang beratap beda dengan kereta yang dahulu aku naiki saat dibawa sebagai budak ke Tumapel. Mungkin kereta yang dulu lebih cocok disebut pedati.

Tapi ingat keberuntungan itu ada batasnya. Kereta ini bukan jenis kereta bangsawan Belanda yang ada kursinya. Malah lebih mirip kereta barang, jadi kami duduk tak nyaman di sebelah barang - barang. Aku bingung sebenarnya, kita ini mau pergi berburu atau pindahan rumah, sangking penuhnya kereta dengan barang bawaan.

***

Cukup lama perjalanan hingga akhirnya kereta kuda yang kami berhenti. Mungkin sudah sampai ke tempat tujuan, jujur aku tidak tahu karena tidak ada jendela di kereta kuda yang kami tumpangi. Jadi selama perjalanan aku seperti berada dalam kendaraan ekspedisi barang.

"Sawitri, apa kita sudah sampai ?" Tanyaku memastikan

"Sepertinya begitu" Jawabnya sambil membuka pintu belakang kereta lalu turun dari kereta

Mengikuti Sawitri turun dari kereta lalu mensejajarinya, dahiku mengernyit lalu menengok ke kanan dan kiri "Sawitri, kita tidak tersesatkan ? Kemana para Pangeran ? Tanyaku sambil memandang prajurit yang masih duduk di depan kereta.

"Mana mungkin tersesat, kau ada - ada saja. Para Pangeran mungkin masih di belakang. Kita berangkat duluan kalau kau tidak ingat!" Jawabnya tenang

"Tapi mereka menunggangi kuda sedang kita naik kereta, bukannya seharusnya mereka tiba duluan."

"Kita akan berburu, Rengganis bukannya pertandingan adu kecepatan. Lagipula pelayan memang harus tiba duluan."

Mengangguk - anggukkan kepala mengerti "Oh begitu, ngomong - ngomong kita ada di hutan mana, Sawitri ?" Tanyaku sambil memandang sekeliling yang sudah penuh dengan pohon - pohon aneka ukuran

Mengernyitkan dahinya "Yaa, di hutan ini. Memang hutan mana lagi ?"

Mendesah pasrah "Maksudku, apa nama hutan ini, Sawitri ?" Tanyaku agak mengeram

"Hutan tidak punya nama, Renganis. Ada - ada saja kau ini"

"Astaga, kalau hutan ini tak bernama. Paling tidak kau beritahu kita ada di daerah pegunungan apa ?"

"Oh, makanya tanya dengan benar." Balasnya sambil terus berjalan ke arah depan "Tempat berburu para anggota kerajaan itu tentu di Gunung Arjuno. Hal umum seperti itu saja kau tidak tahu."

"Gu __ gunung Arjuno ?" Menelan ludahku pelan dan rasanya badanku sedikit bergidik.

Bukannya gunung ini katanya memiliki aura mistis yang cukup kuat. Berbagai cerita gaib yang berkembang menyangkut peristiwa yang terjadi di daerah sekitar gunung ini. Cerita yang dituturkan oleh masyarakat setempat ataupun pendaki gunung yang kebetulan sedang beruntung dalam tanda kutip.

Jujur, aku lebih memilih berkeliling mall daripada berkeliling hutan. Paling tidak, jika berkeliling mall maksimal uangmu akan habis untuk berbelanja. Sedangkan jika terjadi sesuatu yang menimpamu di gunung, maka uangmu akan habis untuk mencari pengobatan. Masih syukur bisa sembuh, kalau tidak bagaimana ? Hadeeeh ... Kenapa tidak berburu ke gunung lain sih ? Padahal masih ada Gunung Butak, Welirang, Anjasmoro atau ke Gunung Bromo sekalian malah bagus.

Berbalik badan kala menyadari langkahku terhenti "Ada apa lagi Rengganis ?"

"Sawitri, kalau kita berada di Gunung Arjuno, apakah tempat ini 'alas lali jiwo' yang orang - orang bilang itu ? Bukankan, Sawitri ? " Ucapku pelan dan terasa bulu kudukku meremang lagi.

"Alas lali jiwo ? Kau ada - ada saja. Tapi mungkin aku yang akan 'lali' mengerjakan tugasku kalau terus berbicara denganmu. Sudah jangan berpikir yang aneh - aneh, Ayo cepat, kau tahu kita harus membersihkan pondok sesegera mungkin sebelum Pangeran tiba." Menarik tanganku untuk mengikutinya "Kalau kau terus bengong dan bertanya tiada henti, kapan pekerjaan kita akan selesai, Rengganis ?" Lanjutnya sambil menunjuk ke arah pondok kayu cukup besar di sebelah kiri.

Pandanganku mengikuti telunjuk Sawitri, ternyata aku tidak menyadari keberadaan pondok itu karena pandanganku tertuju ke depan dan pikiranku mendadak menjelajah ke dunia lain sejak tadi. Bismillah hirrahman nirrahim. ... Semoga semua baik - baik saja.

Pondok yang harus kami bersihkan ternyata cukup luas dan ada beberapa kamar walau dengan barang sederhana. Sejujurnya aku agak bersyukur karena ada pondok, sehingga tak perlu tidur di alam terbuka dalam arti sesunguhnya yaitu beralaskan rumput dan beratapkan langit, bayangkan jika hujan juga turun, pasti lengkaplah penderitaan kami karena jelas tidak ada tenda di sini.

"Sawitri kamar kita di mana ?" Tanyaku antusias

Menghentikan gerakan untuk mengelap meja "Kamar apa maksudmu ?"

"Kamar untuk kita tidurlah, Sawitri ?"

Mendesah untuk kesekian kalinya "Kita tidak tidur disini kita bisa tidur di belakang pendopo, di bilik tempat menyiapkan makanan. Kalau pendopo ini khusus untuk raja dan keluarga kerajaan. Tidak ada yang diizinkan menggunakan tempat ini sembarangan, walaupun tidak ada Raja atau keluarganya yang menempati."

"Jadi maksudmu kita tidur di dapur." Musnah sudah harapanku

"Dengar kata - kataku, orang yang ketahuan memasuki pendopo tanpa izin bisa dipenggal di tempat. Mungkin kau juga tidak tahu, tapi ada pengawal istana yang menjaga setiap jalan masuk hutan dan ada juga pengawal lain yang akan memeriksa keadaan di tempat ini secara berkala. Tempat ini memang terlihat sepi, tapi sebenarnya tidak, Rengganis."

"Apa maksudmu, Sawitri ? Apa benar - benar ada pasar jin di sini ?" Gerakan tanganku yang mengelap kursi terhenti dan kepalaku menengok ke arahnya

"KAU JIN-NYA ! Astaga, apakah naik kereta terlalu lama membuat otakmu berceceran dan tidak utuh lagi ? Kenapa sejak tadi pikiranmu terus mengarah ke hal - hal gaib. Maksudku tempat ini sepi, padahal ada banyak pengawal istana yang menyebar dan mereka memiliki ilmu kanuragan yang cukup mumpuni untuk melindungi tempat ini atau saat ada anggota kerajaan yang berburu di sini. Tetapi aturanya mereka tak boleh terlihat, namun mereka akan datang saat ada ancaman. Aku tahu dari Nyi Ratri, saat pertama kali aku ikut Pangeran Anusapati berburu. Bahkan aku sampai sekarang tak pernah melihat para pengawal bayangan itu."

"Wooow. Aku tidak me____" Ucapku terputus saat ada suara derap kuda mulai terdengar dari arah luar pendopo. Sepertinya mereka sudah tiba, mungkin benar kata Sawitri tadi bahwa kami berangkat lebih dahulu tadi.

"Pangeran sepertinya sudah tiba. Ayo bantu aku menyipkan minuman dan kudapan. Kau sih dari tadi mengajak aku berbica terus." Kata Sawitri sambil berjalan ke arah belakang pendopo

"Sawitri, makanan dan minumannya ada di kereta, kau salah arah." Ucapku sambil menunjuk ke luar pendopo

"Sepertinya Dewa memang adil, tidak ada manusia yang dilahirkan sempurna. Kau boleh saja berwajah cantik tapi maaf saja, kemampuan otakmu tak ada harapan, Rengganis. Aku tidak salah arah, karena semua barang di kereta pasti sudah diletakan pengawal di bilik belakang"

Aku mengganga mendengar perkataan Sawitri "Haah, maksudmu aku bodoh ?" Bayangkan dia mengatakan itu tanpa membalikan badanya sama sekali.

Cantik - cantik begini aku ini ASN di bidang keguruan dan bersertifikasi, apalagi IQ - ku saja 123. Sekate - kate dia menganggapku bodoh padahal kecerdasanku di atas rata - rata, tetapi entah mengapa di zaman ini aku memang tampak bodoh, sebenarnya aku menyadarinya ... Sial

Mengkerucutkan bibirku tetapi tetap mengikutinya "Kau seharusnya bisa membedakan, mana yang disebut TIDAK TAHU dengan BODOH, Sawitri. Aku ini berada dalam level TIDAK TAHU bukannya BODOH"

"Sakarepmu, Rengganis !"

***

--------------------Bersambung------------------------

13 November 2020

---------------------------------------------------------------


Lanjutannya di hari Jumat yaa

Aku bener dong potong di bagian ini,
Jadi tidak mungkin membuat penafsiran GANDA atau bikin readers PINISIRIN
Benar atau betul ?

Lagian mereka cuma mau berburu
Panah ...
Panah ...
Panah ...
Terus pulang ... (ke Rahmatullah 🤭)
Bercanda !!!

Semoga bisa update tepat waktu
Itu juga kalo nggak ada :
Aral melintang ...
Nyamuk nakal menyerang ...
Gerimis mengundang ...

Continue Reading

You'll Also Like

Jenderal's Wife By rumira

Historical Fiction

313K 22.5K 24
Oliver Maxcmilian Grant, merupakan Jenderal paling di takuti di kerjaan Engrasia yang di kenal sangat tegas dan kejam dalam membasmi musuh musuhnya...
125K 23.4K 44
Adken merupakan mahasiswa jurusan sejarah, yang memiliki ketertarikan tinggi dengan sejarah, legenda, dan cerita rakyat. Di tahun terakhirnya kuliah...
29.9K 1.7K 200
NOVEL TERJEMAHAN Judul Asli : 七零年代疯批夫妇 Penulis : 色彩缤纷的薛静妃 Ini adalah kisah tentang dua jiwa malang yang saling menyelamatkan. Setelah Ming Dai pergi...
8.2K 1K 51
May, 2018 Jo Ha Yeon, adalah seorang mahasiswi semester 4 jurusan bisnis yang hidup sebatang kara di dunia ini. Kedua orang tuanya telah meninggal du...