KALE [END]

De SiskaWdr10

47.7K 3.1K 365

[Series stories F.1 familly] ⚠️Bisa dibaca terpisah⚠️ Tamat☑️ [Start: 19:07:20] [Finish: 26:11:20] Luka ter... Mais

01.Tersayang
02.Lingkungan Kale
03.Stempel pemilik
04.Kejadian silam
05.Si datar candu
06.Dua hama
07.Karangan Salsabila
08.The power of love
09.Kale keliru
10.Putri hujan
11.Bule peduli
12.Gugur
13.Pelukan hangat
14.Bundadari
15.Ancaman
16.Psycho
17.Sebuah rasa
18.Tersangka
19.Celah keuntungan
20.Duri manis
21.Momen
22.Cinta ke benci
23.Bekas luka
24.fired
25.Puncak masalah
26.Kacung
27.Tupperware
28.Wanke
29.Sekolah robot
30.Tumbuh
31.Pecah
32.Macan tidur
33.Bertahan
34.Sampah
35.first kiss
36.Air dan minyak
37.Jealous
38.Mabuk
39.Alasan
40.Over posesif
41.Marah besar
42.Badut
43.Omes
44.Hampa
45.Mainan
46.Roti dan susu
47.Jawaban
48.New thing
49.No LGBT
50.Story night
51.Program Gapara
52.Labil
53.Tugas
54.Taktik
55.Bertingkah again
56.Perangkap
58.Permintaan
59.Tidak baik
60.Menjauh
61.Kado
62.Lolipop
63.Terbongkar
64.Double kill
65.Berakhir
66.Terbiasa sepi
67.Selamat lulus
68.About Tapasya
69.Kebenaran
70.Pada akhirnya
71.Milik ku [END]
hiii

57.Kesibukan

260 28 0
De SiskaWdr10

Hal yang mudah kadang dibuat ribet supaya bisa terus-terusan deket kamu -Galang.
_______________________________________

Demi apapun Anya terkejut saat mendengar nama tersebut. "Ray?" tanya Anya memastikan.

Ibu mengangguk, Ray bilang jangan kasih tahu pada Galang saja bukan pada Anya, pikirnya. "Iya, mungkin dia Kakak kelas mu? dia anak nakal dan beberapa kali tidak naik kelas," balasnya.

Anya mengangguk-ngangguk. "Iya aku kenal, dia Kakak kelas ku dan Galang sangat membencinya sebab-"

"Ray berpacaran dengan Kakaknya?" tanya Ibu. Anya mengangguk.

"Sebenarnya Kak Tia dan Ray bilang jangan bilang ini pada siapaun, karena takut Galang semakin membenci Ray," ucap Ibu tersenyum sedih.

"Jujur Anya nggak tahu kenapa Galang sebenci itu sama Kak Ray," kata Anya jujur sebenernya ia juga penasaran akan hal ini.

"Kamu ingin mengetahuinya?" tanya Ibu. Anya mengangguk mantap.

"Itu karena Ibu," balasnya lalu menunduk sedih.

"Oh-nggak usah cerita Bu, Anya nggak-"

"Ray jadi laki-laki yang disewakan oleh gadis di tempat barnya untuk sekedar menjadi teman kencan dan pemuas nafsu, Ibu merasa sangat hina kalau mengingat kearah sana," kata Ibu Anya menyimpan tehnya dan menggenggam tangan Ibu untuk menenangkannya. "Dan sebelum Ibu ada di sini uang itu dulu Ray pakai untuk membelikan Ibu obat-obatan, mungkin ada anak yang melihatnya sampai menuduh Ray juga menggunkan padahal tidak sama sekali, dia hanya tak ingin melihat Ibu kesakitan."

Benar, Anya pernah dengan berita kalau Ray adalah pecandu dari Abigel dan ternyata itu hanyalah gosip belaka. "Kak Ray pasti sayang banget sama Ibu," balas Anya.

Ibu mengusap air mata yang jatuh di pipinya, Ray benar-benar menanggung kebodohan kedua orang tuanya. "Muti sempat tahu hal itu tapi Ray malah bilang ia melakukan karna hawa nafsunya bukan karena Ibu, itu membuat hubungan keduanya hancur karena tak enak Ibu menelpon Muti dan menjelaskan kejadian yang sebenarnya, Muti menerima hal itu dan memaafkan Ray dengan berjanji untuk mencari pekerjaan yang lain, Ray mengiyakan tapi tak melakukannya, pekerjaan mana yang bisa dapat banyak uang selain pekerjaan itu? pikir Ray, alhasil Ray kembali bekerja diam-diam, Ibu nggak tahu bakalan gimana kalau kali ini Mutiara tahu," ucap Ibu dengan mata yang berkaca-kaca. "Ray tidak sebajingan yang orang-orang bilang dan ia benar-benar tulus mencintai Mutiara, uang yang ia dapat untuk Ibu, hanya untuk Ibu. Ayahnya? ayahnya lepas tanggung jawab melihat Ibu yang semakin hari semakin menjijikan ini, ia hanya memberikan Ray bar itu saja."

"Kak Ray...." Anya terdiam membayakan betapa sulitnya bila ia ada di posisi anak itu.

"Lebih bodohnya anak itu meluapkan segala kekesalan dan emosinya dengan cara turun kejalan membawa senjata tajam dan nyawa yang taruhannya," lanjut Ibu dengan air matanya.

"Galang salah paham akan hal ini Bu, Anya akan-"

"Tak usah, kamu tak usah beri tahu anak itu. Ibu paham Galang tak ingin melihat Kakaknya menderita, sekarang Ibu hanya berharap pada Tuhan jika Ray memang jodoh Muti sekuat apapun badai menghadang pasti akan kembali lagi." Ibu tersenyum manis setelah mengatakan hal itu.

Anya memeluk Ibu. "Anya nggak akan bilangin Galang, Bu."

Hujan itu berhenti dan Anya segera pergi, ia berjalan ke tepi trotoar benar-benar tak ada mobil umum yang lewat, ia ingin menelpon seseorang untuk menjemputnya tapi siapa?

"Awshh!" kesal Anya saat bajunya terkena genangan air akibat mobil yang melaju begitu cepat, alhasil seragam putih abu Anya jadi kotor.

"Yah gimana ini? mana Anya cuma punya satu pasang!" kesal Anya.

Tin....

Suara klakson itu membuat Anya membalikan badannya. "Kak Muti?"

"Ayo naik!" ajak Mutiara dengan senyum lebarnya.

"Tapi Anya-"

"Sttt, udah naik cepet ayo." Anya pun naik.

"Jam segini nggak ada angkutan umum, Nya. Kamu kerumah Kakak dulu ya? baju kamu kotor," ucapnya.

"Kak nggak-"

Lagi-lagi ucapan Anya terpotong. "Ayolah jangan nolak, kamu itu cewek yang Galang suka dan jelas anak baik, jangan canggung gitu sama aku," balas Mutiara. Anya tersenyum sambil mengangguk.

"Iya kak, Kak Muti habis dari sekolah ya?" tanya Anya. Mutiara mengangguk.

"Iya, program GPR nggak cuma bikin siswa ataupun siswi sibuk tapi juga semua warga sekolah, gimana sama kasus yang kamu angkat ada kendala?" tanya Mutiara. Anya menggeleng.

"Aman," balas Anya.

Sesampainya di rumah Mutiara mengajak Anya untuk berganti pakaian di kamarnya, "Kamu kalau mau makan di ke Bibi aja ya, aku ngurusin sekolah dulu, oh cari aja Galang kalau nggak ada di kamar ada di taman belakang," ucapnya. Anya mengangguk.

"Makasih Kak, Tia."

Anya berjalan mencari Galang, jujur ia rindu pada Galang. Langkahnya terhenti saat Anya melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Galang tengah tertawa riang bersama Cindy.

Tiba-tiba rasanya hati Anya remuk, tapi apa boleh buat? itu hanya tugas yang benar-benar Galang nikmati, seumur hidup Anya cinta pada laki-laki dingin yang sulit akrab dengan gadis lain yaitu Kale, sekalinya jatuh cinta pada laki-laki yang ramah dan baik ke semua orang Anya jadi merasa benar-benar aneh. Anya berjalan mundur ia tak mau menganggu mereka berdua.

Kalau Galang dibilang jahat? tidak juga, baik? juga tidak. Anya berjalan mundur untuk mengambil tas dan ponselnya, ia keluar rumah Galang dan berlari menuju rumah Kale. Semakin sore angkutan umum satupun tidak terlihat.

Mata Anya sudah memarah, mengapa ia sangat cemburu sekali melihat Galang dengan wanita lain? terlabih Galang selama ini seperti menjauhi Anya untuk Cindy.

"Anya nggak boleh nangis!" ucap Anya sambil mengipasi wajahnya.

"Lho itu Anya, wa?" tanya Sifa pada Jawa. Jawa pun menghentikan mobilnya tepat di sebelah Anya.

"Anya ayo naik!" ajak Sifa. Tanpa basa-basi Anya pun naik dengan wajah datarnya. Jawa dan Sifa saling bertatapan sepertinya mood Anya tengah tidak baik-baik saja.

"Eh nya gue ada makanan masakan gue, mau nyoba nggak?" tanya Jawa memecahkan keheningan. Ia memang membuatnya cukup banyak.

"Mana," balas Anya. Sifa memberikannya dan sesegera mungkin Anya mencobanya dengan wajah yang datar.

"Lo dari-"

Ucapan Sifa terputus. "Jawa belajar masak dari siapa?" tanya Anya sambil mengunyah.

"Najwa, dia ngajarin gue banyak." Jawa tersenyum saat mengucapkannya Anya dapat melihat itu dari spion mobil, sedangkan wajah Sifa terlihat biasa saja seperti sudah biasa menerima hal seperti ini.

"Oh," balas Anya lalu kembali menguyah. "Emang kalain dari mana?" tanya Anya.

"Dari tempat karate gue, Jawa akhir-akhir ini bakalan sering nemenin gue, yakan wa?" tanya Sifa.

"Yapss, Sifa makin lama bener-bener mirip Najwa gue jadi nyamannya plus-plus," jawab Jawa seenak jidat. Terjadi hening beberapa detik, entah mengapa mulut Jawa ini tak bisa berhenti membahas Najwa.

Karena makin canggung Jawa kembali membuka suara. "Lo dari man-"

"Sifa nggak cemburu dibanding-bandingin terus sama Najwa?" tanya Anya dengan wajah putus asanya. Jawa dan Sifa langsung bertatapan dan menatap Anya lewat spion yang ada di atas.

Sifa tak mungkin jujur. "Ngapain cemburu, toh Najwa cuma gadis di masalalunya," jawab Sifa dengan senyum kecutnya.

"Ajarin Anya," balas Anya sambil mengingat kedekatan Galang dan Cindy tadi.

"Ajarin apa, nya?" tanya Sifa.

Anya kembali menyuapkan makanan pemberian Jawa. "Ajarin biar bisa nggak cemburu," kata Anya.

"Kale lagi deket sama cewek lain?" tanya Jawa. Anya menggeleng, Sifa langsung tahu orang yang Anya maksud.

"Terus siapa?" tanya Jawa.

"Wajar nggak sih cemburu sama temen?" tanya Anya sambil mendekati telinga kedua orang yang duduk di depan. Sifa enggan membuka suara karena Jawa ada dipihak Kale.

"Oh, lo lagi suka sama temen lo?" tanya Jawa. Anya langsung kembali bersender, ia baru sadar kalau sudah kelewatan.

"Temen?" tanya Anya pada dirinya sendiri. Jawa dapat melihat kebingungan yang terpancar dari wajah Anya.

"Anya suka sama Galang?" tanya Jawa dalam hati, ia berniat melaporkan ini pada Kale.

Malam harinya Anya berjalan menuju kamar Kale untuk seragam sekolah. Mendengar suara langkah kaki Kale langsung mematikan telponnya pada gadis di seberang sana.

"Masuk," kata Kale yang duduk di sofa kamarnya. Anya membuka pintu, hati Kale berbunga-bunga saat tahu siapa yang datang.

"Mau pinjem baju putih abu kalau bisa sama roknya," ucap Anya dengan wajah polos serta putus asanya. Kale bangkit dari duduknya dan menatap Anya bingung serta kesal.

"Aw," ringis Anya saat Kale menyentil keningnya.

"Gue bukan cewek!" bentak Kale. Anya mengangkat satu alisnya.

"Emang tadi Anya bilang apa?" tanya Anya. Kale memegang kedua bahu Anya dan menatapnya intens.

Anya di bawa duduk di tepi ranjang Kale, sungguh Anya tak merespon ia hanya diam saja, suasana hatinya sangat berantakan. "Tunggu," balas Kale lalu berjalan menuju lemari bajunya.

Kale memilih beberapa seragamnya, cukup lama sampai Anya beberapa kali menguap. "Kale kok lama," teriak Anya.

"Udah minjem protes lagi," jawab Kale membuat Anya memutar malas bola matanya. Kale melemparkan satu seragamnya pada Anya.

"Ini ukurannya besar banget Le, nggak ada yang kecil?" tanya Anya.

"Biar apa?" tanya Kale dengan alis yang terangkat satu.

"Biar nggak kaya barong!" jawab Anya. Kale menahan hasrat untuk tersenyum.

"Bagusan kaya barong dari pada kaya siswi centil," balas Kale.

"Kecil bukan berarti ketat," kesal Anya. Kale duduk kembali di sofanya.

"Oke ada, asal-"

"Jangan yang aneh-aneh plis," seka Anya.

Kening Kale berkerut. "Muka lo jelek tau ga kalau gitu," balas Kale pada wajah Anya yang di tekuk. Anya mendekati Kale dan mengembalikan baju yang berukuran besar tersebut.

"Pijitin kepela gue," kata Kale membuat Anya bingung, Kale menunjuk tumpukan buku. "Gue habis baca buku-buku tebel itu," lanjutnya.

"Itu aja?" tanya Anya. Kale mengangguk dan menggeser kan tubuhnya agar Anya bisa duduk untuk memijat pelipisnya. Kale duduk di paha Anya yang dilapisi bantal.

Anya memijat kepala Kale dengan wajah yang galau, Kale memaikan handpoenya. Cukup lama Anya memijat pelipis Kale, sungguh Kale menikmatinya sampai rasanya ia akan tertidur sekarang.

Jawa:
Lo nggak lagi deket sama cewek lain, Le?

Saat Kale ingin membalas Anya membuka suara. "Kale," ucap Anya. Kale melirik pada Anya.

"Hm."

"Plis perbanyak cowok kaya Kale," ucap Anya. Yang Anya maksud adalah, perbanyak lah laki-laki yang tak mudah akrab dengan wanita lain.

"Lo kenapa?" tanya Kale.

Ditanya seperti itu membuat mata Anya berkaca-kaca, ia sesegara mungkin mengalihkan pembicaraan. "Anya capek," jawab Anya. Kale bangkit dari posisinya dan segera mengambil seragam yang Anya minta.

Kale memberikannya dan duduk di sebelah Anya. "Lebih dari sekedar capek kan?" tanya Kale.

Drttt...

Jawa:
Anya kayanya cemburu sama Galang.

"Anya nggak ngerti sama keadaan perasaan-"

Cup....

Kale mencium kening Anya secara tiba-tiba setelah membaca pesan dari Jawa, ia cemburu pada Anya karena gadis ini mulai ada rasa pada Galang si laki-laki brengsek menurut Kale. Sungguh Anya tak merasakan apapun saat Kale mencium keningnya, sekedar senang atau takut, mengapa? tak mungkin perasaannya pada Kale telah mati. Kale menatap mata Anya begitupun sebaliknya.

"Gue mau istirahat, keluar...." kata Kale mengusir, Anya mengangguk lalu bangkit dari duduknya. "Lo nggak seharusnya cemburu sama laki-laki bajingan, gue udah bilang dia cuma main-main sama lo."

"Lantas apa bedanya dengan Kale?" tanya Anya dengan nada meninggi, ia dari sore rasanya benar-benar ingin meledak.

"Gue Kale bukan Galang," balas Kale.

Epot mengeluarkan uang dari dompetnya untuk membayar buah-buahan yang telah ia beli, Ibu tirinya mengalami pendarahan dan harus di rawat di R.S jadi sekarang Epot berniat menjenguknya.

"Lain kali harus lebih hati-hati!" ucap Dokter laki-laki itu pada Syana. "Maaf ya, Bu. Sekali lagi kami minta maaf," ucapnya.

"Iya tidak apa-apa," balas Ibu tiri Epot. Epot dibuat bingung saat baru saja masuk, mata Syana begitu merah menahan tangis.

"Kenapa, Ma?" tanya Epot setelah mereka pergi.

Klara yang merupakan Ibu tiri Epot tersenyum hangat. "Tadi dia salah ngasih obat ke Mama, tapi belum Mama minum kok, untung diperiksa kembali," balasnya.

"Tapi tetep aja nggak cocok kalau dimarahin di depan umum," balas Epot sambil meletakkan bawaannya di nakas.

Epot sangat akrab dengan Klara. "Si Ayah katanya ada urusan masalah tanah jadi nggak bisa kesini, aku yang nungguin Mama," ucap Epot.

"Besok kamu libur?" tanya Klara.

"Aku bisa pulang subuh, Ma."

Sekitar jam sebelas malam Klara tiba-tiba saja ingin memakan ice cream, alhasil Epot keluar untuk mencarinya. Ia berjalan santai di koridor rumah sakit, sangat sepi sekali.

"Hiks ... hiks ... hiks...." suara tangisan itu membuat bulu kuduk Epot meremang.

Mulut Epot komat-kamit membaca surat-surat pendek sambil berjalan mencari sumber suara. Ternyata suara itu dari salah satu ruangan, "Syukur bukan ruangan mayat."

Epot memasuki ruangan itu, ada gadis yang duduk di kursi sambil membenamkan wajahnya di tangan yang ia buat bantal. "Syana?" ucap Epot.

Syana membuka wajahnya dan melihat pada Epot. "Kemal?"

Epot tersenyum kikuk. "Eh maaf ni gue nggak sopan tiba-tiba masuk, abis gue kira tadi mbak kunti eh taunya mbak yang ada di hati," balas Epot membuat Syana tersenyum tipis sambil mengusap air matanya.

"Duduk aja, ada perlu?" tanya Syana. Epot duduk.

"Nggak, tapi gue yakin lo yang ada perlu sama gue," balas Epot.

"Gue? apa?"

"Gue mau kok denger keluhan Ibu Dokter ini," balas Epot.

"Soal tadi, gue mau minta maaf sama nyo-"

"Nyantai aja kali," seka Epot.

Syana tersenyum manis lalu menundukan kepalanya. "Gue akhir-akhir ini lagi bener-bener kurang fokus," balas Syana.

"Yang tadi jangan dipikirin juga, isi kepala lo udah banyak," balas Epot. Tidak biasanya anak ini serius.

"Lo mungkin nanti bakalan ngerasain kaya gini kalau udah kuliah," balas Syana.

"Nggak lah," kata Epot, kening Syana berkerut.

"Soalnya gue nggak mau jadi Dokter," jawab Epot membuat Syana tersenyum manis.

"Bukan gitu-"

"Keluar yuk cari angin biar nggak mumet," ajak Epot. Syana setuju merekapun jalan keluar menikmati sejuknya angin malam sambil mencari penjual ice cream.

"Btw lo udah lulus mau ngambil jurusan apa?" tanya Syana.

"Jurusan komunikasi," ucap Epot.

"Waw, kenapa milih itu?" tanya Syana.

"Biar lancar berkomunikasi sama kamu, eaa," ucap Epot membuat Syana tersenyum manis.

"Lo asik banget, beruntung nanti yang jadi pacar lo," ucap Syana.

Epot menoleh pada Syana. "Orang beruntungnya itu lo," kata Epot.

"Hah?"

"Lo sendiri udah punya pacar?" tanya Epot mengalihkan pembicaraan.

Syana menggeleng. "Terakhir pacaran sama cowok brengsek dan jadi agak males buat mulai lagi ... ternyata bukan cuma gue ceweknya, apa ya dipanggilnya, hmmm ... receh?"

Epot terkekeh kecil. "Itu kayanya cocok buat cewek yang banyak cowoknya, kalau cowok fuckboy maybe ya?" Syana memberikan jempol pada Epot.

"Belagu tu cowok," kata Epot.

"Kenapa gitu?"

"Sok-sok-an jadi fuck boy padahal di atas fuck boy masih ada Hotman Paris," balas Epot. Syana tertawa kecil mendengarnya.

                                 🐟🐟🐟

Tiga hari lagi adalah hari pertandingan anak bakset Gapara melawan Jailen, Galang benar-benar sibuk bahkan untuk mengisi daya baterai handphonenya saja ia tak bisa, jadi ia benar-benar tak memegang ponsel.

Pak Ilham selaku pembina basket meminta pada Guru pengajar ditiap kelas masing-masing anak basket yang besok ikut tanding untuk tiga hari kedepan tidak mengikuti kegiatan pembelajaran.

Alhasil Galang tak ada di kelas, mereka semua sibuk di lapangan. Walau Bule pemula tapi ia sana sekali tak mengeluh, kedekatannya dengan Chika semakin pesat hingga membuat Bule semakin bersemangat untuk melakukan segala hal, seperti sekarang ini contohnya Bule tengah istiarhat dan Chika menghampiri dengan membawa aqua.

"Anggap gue lagi nyemangatin lo," kata Chika berbisik. Bule terkekeh kecil, lama-lama senyum Bule rasanya candu bagi Chika, tapi Chika tak boleh lupa niat awalnya.

"Gue anggapnya lo babu, liat dibawain lap sama air minum," balas Bule.

Chika mengangguk. "Oke, berarti setiap bulannya gue digaji ya?"

"Pake cinta kenyang nggak?" goda Bule. Chika lagi-lagi mengangguk.

"Asal cintanya tulus dan tidak abal-abal," balas Chika.

Bule tersenyum tipis. "Soal cinta ... gue nggak pernah nyoba buat main-main," ucapnya dengan wajah serius sambil menatap mata Chika. Sial, Chika berhasil terhipnotis.

Kening Galang berkerut. "Chika deket sama Bule? bukannya Haikal musuh bubuyutannya Bule sama Ray?" tanya Galang yang tengah melakukan pemanasan.

Bel masuk berbunyi dan Chika segara pergi.

"Semangat Jeff!" ucap Chika dengan tangan yang mengepal dan senyumnya yang sangat manis.

Setelah perginya Chika Galang mendekat pada Bule. "Lo pdkt sama Chika?" tanya Galang. Bule bangkit dari duduknya.

"Iya gue suka sama dia, aman kok soalnya dia bukan punya orang," balas Bule menyindir kedekatan Galang dan Anya.

Kedekatan Galang dan Anya memang di ketahui teman-teman Kale, Kale yang memberitahunya.

Galang tersenyum tipis. "Btw Chika itu adiknya Ha---"

"Galang!!!" teriak Pak Ilham menggelegar.

Pak Ilham mendekati Galang, "Kenapa pak?"

"Kemarin kamu bohong ke Fahri kalau kamu nganter Kak Muti padahal Bapak lihat dia ada di ruang kepsek, sekarang kamu Bapak hukum, cepet lari lima putaran terus ambil bola basket di gudang!" ucapnya.

Galang menurut, ia pun berlari lima putaran saat berlari matanya melihat Anya tengah berjalan dengan wajah putus asa, Galang ingin menghampirinya tapi ini bukanlah saat yang tepat. Galang janji setelah pertandingannya selesai dan terungkapnya kasus Ray, ia akan kembali pada Anya, ia berniat menghabiskan waktu bersama Anya.

Selesai berlari Galang segera menuju gudang untuk mengambil bola, ternyata di tengah jalan Anya dan Abigel berpapasan dengan Galang, keduanya hanya saling tatap menatap, lalu Anya berjalan begitu saja meninggalkan Galang dan Abigel.

"Kenapa anak itu?" tanya Galang pada Abigel.

"Lo yang kenapa!" ucap Abigel yang sudah mendengar cerita dari Anya, ia lalu berlari mengejar Anya.

Galang menunjuk dirinya sendiri. "Gue kenapa?"

Anya mendengus kesal, mengapa Galang hanya menatapnya saja?!

"Ya udah lo coba kontek aja Nya," saran Abigel. Anya menatap tajam pada Abigel

"Deretan pesan Anya cuma dia baca doang tahu!" kesal Anya.

Sesampainya di dalam gudang, Galang terkejut ada gadis yang berdiri di dekat pintu rahasia tersebut. Galang mendekatinya.

"Chika?"

Chika tak kalah terkejutnya, ia mencoba mengontrol dirinya agar terlihat tidak panik. "Lo ngapain?" tanya Galang. Chika langsung berpura-pura memegang knop pintu tersebut.

"Sumpah gue penasaran sama pintu ini jadi gue nyoba buka deh, tadi gue udah minta kuncinya ke Pak Uyun tapi dia bilang kuncinya ada di tangan Kakak lo," ucap Chika berbohong. Handal sekali gadis ini mencari alasan.

"Kakak gue?" tanya Galang. Chika mengangguk mantap.

"Iya, mungkin aja ini tempat rahasia atau apa ... tapi sumpah gue penasaran deh," lanjutnya. Galang benar-benar tak curiga pada Chika.

"Hm ... nanti gue coba pinjem Kakak gue deh, gue kira ini tempat persembunyian anak nakal," kata Galang. Chika tersenyum kikuk.

"Ya bukan lah, tapi gue juga nggak tau pasti sih. Gimana kalau kapan-kapan kita cari tahu bareng?" ajak Chika. Galang mengangguk.

"Ide yang bagus," balas Galang.

Semua teman Epot sibuk, jujur hanya Epot yang merasa tak punya kesibukan selain menjaga Ibu tirinya, ia rindu sekali berkumpul bersama teman-temannya. Bahkan grup saja sekarang sepi, Epot ingin malam ini berkumpul kembali.

                      #Grup aki-aki

Kemal Palevi:
Ngumpul yuk ngab

Pesan itu hanya mereka baca saja, Epot mengehala nafas dan kembali mengetik pesan.

Kemal Palevi:
Woi ayo lah...

Jeff Geoff:
Gue baru balik latihan @Kemal Palevi

Eza Maulana:
Gue nganter Sifa @Kemal Palevi

Azriel Putra:
Gue nemenin Ica

Epot meletakan handphonenya di nakas lalu melihat Ibu tirinya. "Mukanya kusut gitu, kenapa? gagal pdkt sama Syana?" Epot tersenyum mendengarnya.

"Cewek mah gampang, Ma," balas Epot dengan senyum sedihnya. Mungkin baru kali ini teman-temannya itu sulit diajak kumpul dan hal itu membuat Epot sedih.

Drttt....

"Bentar ya ca, Abang angkat telpon dulu," ucap Kale lalu mengangkat telpon gadis di seberang sana.

"Hallo, diss?"

"Gue mau lanjut bahas masalah kemarin," balasnya.

"Iya lanjut aja supaya gue semakin yakin," kata Kale.

"...."

"Seriusan?"

"...."

"Gue ... setuju kalau demi Ica."

"...."

"Iya paling bonyok gue yang agak susah di bujuk, gue juga bingung bilangnya."

Kale terus saja mengobrol sampai Ica tertidur di kasurnya. Sambungan di seberang sana terputus. Kale terdiam beberapa detik.

"Besok atau lusa gue harus bilang, Anya!" kata Kale yakin.

                             ********

Continue lendo

Você também vai gostar

595K 22.1K 68
Arka Revano Abraham, cowok tampan yang tak mempunyai sifat prikemanusiaan. Cowok dengan sifat sedingin es, dan sekeras batu. Kecelakaan yang terjadi...
Septiana [COMPLETED] De Mona Cim

Ficção Adolescente

1.1K 133 35
[Ditulis hingga tamat sebelum dipublish] Mungkin bisa disebut dengan sebuah karma. Sepan yang selalu membully Tiana, berbalik mencintainya. Kata ora...
SAGARALUNA De Syfa Acha

Ficção Adolescente

3.5M 180K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
little ace De 🐮🐺

Ficção Adolescente

912K 67.2K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...