Separate

By Hye1695

37.4K 4.8K 1.1K

[ follow sebelum baca] Brothership✓ VMIN✓ Sebuah dinding besar telah terbangun di kehidupannya sejak awal. Bu... More

Separate 1!
Separate 2 !
Separate 3!
Separate 4!
Separate 5!
Separate 6!
Separate 8!
Separate 9!
Separate 10!
Separate 11!
Separate 12!
membawa yang baru
Separate 13!
Separate 14!
Separate 15!
Separate 16!
Separate 17!
Separate 18!
Separate 19!
Separate 20!
Separate 21!
Separate 22!
Separate 23!
Separate 24!
Separate 25!
Separate 26!
Separate 27!
Separate 28!
Separate 29!
Separate 30!
Separate 31

Separate 7!

1.4K 169 21
By Hye1695

*
*
*

Semakin hari hubungan Jin dan putranya semakin buruk,jurang pemisah diantara mereka semakin melebar.Setiap Jin datang berkunjung, Jimin akan lebih memilih mengurung diri di dalam kamar.

Itu sudah berlangsung sejak hari dimana Jin membentak Jimin untuk yang kesekian kali nya. Namun bagi Jimin itu adalah amarah terburuk dari sang papa yang membuatnya sangat teramat sakit. Selama ini Papa memang selalu memarahi nya jika berbuat salah,tapi Papa tak pernah bawa bawa penyakit atau bahkan mengatakan nya lemah.

Orang yang selalu mengatakan Jimin manusia paling kuat, beberapa hari yang lalu membentak nya dan membuat Jimin sadar jika dia itu hanyalah manusia lemah yang hidupnya seperti benalu. Selalu menyusahkan orang yang dekat dengan nya.

Rasa sakit nya tak bisa menghilang meski Paman Hoseok telah coba membujuk, bibi Ahn juga ikut membujuk. Bahkan Jimin tak lagi minum obat dengan teratur, sang Papa tak lagi masuk ke kamarnya. Tak ada lagi ciuman di malam hari atau usapan sayang.

Jimin sadar kebersamaan nya dengan sang Papa memang hanya bertahan hingga usia nya menginjak 9 tahun. Kala itu papanya baru saja kembali dari Jepang. Entah kenapa pria itu terlihat sangat marah. Di tambah dengan Jimin yang meminta bersekolah di sekolah umum. Membuat kemarahan nya memuncak .

Dihari yang sama, Seokjin membawa Jimin pergi. Tidak hanya berdua,bibi Ahn pun ikut. Menuju sebuah rumah yang cukup tersembunyi di area pegunungan Ansan, kota Seoul daerah selatan. Jimin pikir ia akan tinggal di rumah itu dengan sang ayah. Rumah yang sedikit lebih kecil dari rumah lamanya. Namun rumah itu tak kalah indah dan cukup asri, dengan banyak pepohonan.

Tapi Jimin salah,dan seharusnya Jimin sadar. Papanya hanya mengemas baju ia seorang tanpa ikut berkemas bajunya. Seokjin meninggalkan Jimin ,atau bisakah disebut membuang? Ia meninggalkan Jimin di rumah itu dengan bibi Ahn.

Sesekali akan berkunjung jika ada waktu, namun sejak itu Jimin rasa hubungan nya dengan sang Papa memang sudah regang.

Semakin bertambah usia Jimin semakin sadar akan kenyataan pahit yang ia terima. Kenyataan jika ia anak yang tak diinginkan. Ia tak pernah dilibatkan dalam acara keluarga apapun. Tak ada yang datang di hari ulang tahunnya,baik untuk merayakan atau pun untuk memperingati hari kematian ibunya.  Kakek tak pernah menatap nya dengan sayang, hanya kebencian yang terpancar.

Seokjin juga memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan. Coba melupakan barang sekejap saja fakta bahwa dia memiliki putra. Tak tahu kenapa tapi di dalam pikiran nya ada rasa menyesal karena telah merawat Jimin dan tak menuruti ucapan sang ayah. Keraguan yang dulu sempat ia umpamakan pada Se Ra kini kembali. Sebuah keraguan tentang kebenaran Jimin, apakah anak kandungnya atau bukan?.

Pemikiran kenapa ia mati-matian merawat seorang anak yang sakit-sakitan sendirian jika pada akhirnya ia menemukan kenyataan itu bukan anak kandungnya. Sedangkan ibu kandung dari si anak bisa hidup bahagia. Bisikan agar Seokjin meninggalkan Jimin sudah datang dari dulu. Tapi bayangan senyum dan tangis Jimin kecil selalu muncul membuatnya kembali pada kesadaran nya.

Setelah pemikiran jahat itu menyerang, Seokjin akan berakhir dengan menangis sembari memeluk foto Jimin yang masih bayi.

*
*
*

Flashback

'Seokjin-ah bibi akan membeli popok untuk Jimin, kau tidak bekerja sekarang bukan?' Seokjin mengangguk sembari menggendong si buah hati.

Bibi Ahn berjalan keluar rumah, Jimin yang berusia 1 tahun 3 bulan melambaikan tangannya ketika melihat wanita yang merawat nya pergi. Tak menangis seperti bayi pada umumnya,Jimin tertawa.

Membuat Seokjin terkekeh geli.

'Anak papa kenapa senang sekali eoh?' Seokjin menduselkan kepala nya ke perut Jimin sambil mengangkat tubuh bayi itu tinggi-tinggi sehingga tawa Jimin kembali mengudara.

Jimin mungkin memiliki kelainan jantung, tapi Jimin bukan bayi yang selalu bolak balik rumah sakit. Terakhir ke rumah sakit adalah ketika ia operasi sedot cairan di paru-paru yang pertama. Setelah itu Jimin tak lagi mengunjungi tempat itu.

'Pa pa pa ~' Seokjin terkejut dan menoleh.

''Jimin bilang apa sayang, coba bicara sekali lagi.' Pinta Seokjin dengan mata berbinar,ia bahagia.

' Pa pa pa ' ulang Jimin sembari bertepuk tangan senang lalu kemudian terkekeh.

''Wuah Jimin bisa memanggil Papa." Jin kembali melempar Jimin ke atas lalu menangkap nya dengan lembut. Tawa bayi itu kembali pecah memenuhi ruang tamu.

Flashback end

****

''Tak ada niat untuk pulang lebih cepat hari ini kak?"

Hoseok berucap pelan, memecah lamunan sang kakak. Antara kesal dan jengah menatap Seokjin yang masih sibuk dengan laptopnya. Pandangan pria 42 tahun itu tak lepas barang sedetik pun, Hoseok  tahu sang kakak tak dengan serius menatap benda itu. Bisa ia lihat tatapan kosong Seokjin dan sesekali Seokjin tersenyum tipis.

Kakak nya pasti mengkhayalkan hal yang indah hingga ia tersenyum tipis, karena tak mungkin Seokjin tersenyum hanya karena melihat setumpuk dokumen yang harus ia kerjakan. Bisa-bisa Seokjin di kira gila oleh orang.

''Ayolah kak, sore ini adalah peringatan kematian ibu. Kau tak berniat untuk pulang cepat eoh?" Seokjin menghentikan jemari nya yang mengetik di atas keyboard laptop.

Beralih menatap Hoseok.

''Wuah jangan bilang kau juga lupa kalau hari ini hari peringatan lima belas tahun kematian ibu." Hoseok menatap sang kakak tak percaya.

Seokjin memang sering melupakan beberapa hal, tapi hey hari peringatan kematian ibu nya tak mungkin ia lupakan bukan.

''Ah aku terlalu sibuk Seok." Ia tutup laptop nya pelan usai menyimpan data yang tadi ia kerjakan.

''Jadi kau benar-benar lupa kak? Wuah hebat selain lupa dengan kesalahan mu , sekarang kau lupa hari peringatan kematian ibu? Luar biasa."

Hoseok mendelik marah, kali ini bukan hanya kesal. Ia tak habis pikir kenapa kakak nya yg lembut dan penuh perhatian bisa berubah menjadi sosok bodoh bercampur oon.

''Ayo, kau tak ingin ayah memarahi mu lagi kan." Seokjin melangkah keluar, memakai jas nya sesekali merapikan.

Hoseok mengekor dari belakang, hari ini ia tak bawa mobil seperti biasanya. Ia akan ikut sang kakak,toh tujuan mereka sama.

*
*
*

''Kelas nya selesai lebih cepat Jim?" Bibi Ahn datang membawa segelas susu yang lansung disambut hangat oleh Jimin.

Remaja itu mendaratkan tubuh nya ke sofa dengan tidak elit. Yah lumayan sakit,tapi Jimin tak mengeluh, ia hanya ingin berbagi sakit bahkan jika itu hanya dengan sofa sekalipun.

''Tidurlah dikamar Jim, punggung mu akan sakit jika tidur seperti itu."

Jimin tak merespon perkataan bibi Ahn, ia diam menatap langit-langit ruang tamu. Mendengus pelan lalu beralih duduk menyandar tak lama kemudian ia berdiri dan berjalan menuju ruang makan.

''Bi aku ingin makan sup rumput laut hari ini." Bibi Ahn datang dari arah belakang.

''Tunggulah sebentar, Papa dan paman mu akan segera datang. Kita makan siang bersama eoh." Bibi Ahn menata satu persatu makanan di meja.

Tak ada pembantu di rumah ini ,yah selain bibi Ahn, tapi bagi Jimin bibi Ahn lebih dari seorang pembantu.

''Aku akan makan dikamar saja bi." Jimin mengambil sesendok nasi, beberapa lauk pauk tanpa sup rumput laut yang ia mau.

Menu itu masih ada di dapur dan belum sempat bibi Ahn hidangkan.

'' Kau masih marah nak? Papa mu tak bermaksud demikian. Kau sendiri tahu bahwa papa mu memiliki banyak beban pikiran, bibi mohon untuk memaklumi nya hmm. Bibi tak ingin hubungan mu dan Papa mu merenggang, bibi menyayangi mu juga menyayangi papa mu. "

Jimin diam, meremas garpu di tangan nya sekuat tenaga. Jika itu tak terbuat dari logam keras mungkin garpu itu sudah bengkok atau patah.

''Aku sadar diri bi, jika aku selalu menyusahkan papa selama ini. Aku juga tak pernah meminta pada Papa bi, tapi papa. Dia meminta hal yang begitu menyakitkan pada ku bi."

Jimin menunduk, menahan tangis. Ia tak boleh menangis lagi. Kemaren seusai bertengkar dibawah, Jimin dan Seokjin kembali adu mulut. Seokjin yang dibalut emosi lantas berbicara tanpa berpikir, dan itu menyakitkan bagi Jimin.

''Kenapa papa meminta ku pergi menemui Mama bi?Apa papa ingin aku tiada seperti Mama bi?"








~Jangan terlalu banyak mengenal orang. Sebab, yang lebih sering menyakiti adalah orang yang kalian kenal . Sedangkan orang yang tidak kalian kenal nyaris tidak dapat menyakiti kalian .

S.P
~oo0oo~

*
*
*
Sebenernya Hye udah niat up waktu libur panjang kemaren. Cuma karena sibuk juga sama keluarga jadi kelupaan, tadi itu salah up. Padahal belum selesai nulis tapi gak sengaja ke up.

Maaf juga karena Hye gak bisa bales komen kalian satu-satu, karena sehabis up Hye lansung capcuss keluar dari apk Wattpad 🙏🏻

Semoga suka dan masih setia menanti Hye up, Hye lihat blood Sweat And Tears udah sampai 100 voted. Tapi maaf Hye belum bisa up, Insyaallah secepatnya deh karena Hye gak bisa janji kapan 🙏🏻

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 94.8K 47
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
554K 47.4K 55
|FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TITIK!!| Transmigrasi jadi tokoh utama? Sering! Transmigrasi jadi tokoh jahat? Biasa! Transmigrasi jadi tokoh figuran? Bas...
91.6K 10.9K 14
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 3) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ____...
637K 33.6K 46
Judul Sebelumnya : My Cold Husband Selena Azaerin, itulah namanya, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, dia tak pernah kehilangan sif...