Tanah Airku [SUMPAH PEMUDA]

By shanertaja

182K 33K 4.4K

[Dream World] 15+ Jika semesta membawamu kembali untuk melihat sejarah perjuangan bangsamu, lantas perubahan... More

Prakata
Prolog
1. Satu ... Dua ... Lari!
2. Suasana Pagi
3. Tas Hitam
4. Kotapraja Batavia
5. Penyuka Sajak
6. Jong Java
7. Malang Raya
8. Keinginan Mas Arif
9. Kamu Percaya?
10. Mas Arif Kenapa?
11. Am I Wrong?
12. Bir Pletok Engkong Badar
13. Merdeka, Kata Terlarang
14. The Congress
15. Indonesia Raya
16. Bioscoop
17. Mijn Schatje
18. Believe Me, Please
19. Apa Wetonmu?
20. Perempuan Lain
21. First Love
22. Pergundikan Hindia Belanda
23. Everything Has Changed
24. Aku Mencintaimu!
25. Kekhawatiran di Kala Senja
26. Gugur Bunga
27. Bittersweet Memories
28. Kamu dan Kenangan
Epilog
[extra+] Is It Real?
[special chapter] On The Wedding Day
Acknowledgements & QnA
Hey! Mind To Open It?
Kamu Mau Jadi Penulis?

[extra+] Gadis dari Masa Depan (Mas Arif's POV)

4.4K 877 176
By shanertaja

Batavia, 1928.

Hari itu aku tengah berdebat dengan seorang tentara KNIL mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh mereka dan pemerintah Hindia Belanda. Kebijakan sampah yang terus menyudutkan para bumiputera dan mengagungkan imperialisme demi kesejahteraan Belanda. Aku tak akan membiarkan penindasan ini berjalan selamanya, harus ada perlawanan dari kami para bumiputera.

"Stom beleid (Kebijakan sampah)!" ucapku kepada tentara tersebut.

"Als je wilt protesteren, protesteer dan bij de gouverneur-generaal (Kalau kamu mau memprotesnya, protes saja ke Gubernur Jenderal)," balas tentara itu sembari menatapku remeh.

Aku menunjuk wajah tentara tersebut sembari menyunggingkan senyum licik, kemudian meludah tepat di depannya. Persetan dengan jabatan yang dimilikinya, ia adalah penindas! Dengan perasaan kesal yang meluap-luap, aku berjalan menjauhi tentara tersebut. Seorang gadis dengan wajah kebingungan tengah sibuk melihat-lihat sekelilingnya. Aku mengernyitkan dahi, selama aku tinggal di Batavia, aku tak pernah bertemu dengan perempuan sepertinya.

Hati nuraniku menyuruhku untuk menghampiri gadis itu dan bertanya, "Apa kamu butuh bantuan?"

Gadis itu menggeleng, tetapi dengan cepat ia mengubah gelengannya menjadi anggukan. "Ya, aku butuh bantuan!"

Ia menggemaskan! Bagaimana bisa ia menggelengkan kepalanya, tetapi sedetik kemudian ia mengangguk dengan wajah polosnya? Aku tersenyum melihatnya. "Bantuan apa yang kamu butuhkan?"

"Aku hanya mau bertanya, sekarang aku ada di mana?" tanyanya yang membuatku menyipitkan mata. Aneh, ia tidak tahu tempatnya berdiri saat ini? Memangnya ia dari mana?

"Ini di Gemeente Batavia, memangnya kenapa? Apakah kamu salah satu dari rombongan yang dikirim oleh Belanda?" jawabku dengan nada menginterogasi.

Sembari menyilangkan tangannya, ia membantah ucapanku. Ia bilang kalau ia bukanlah salah satu dari rombongan yang dikirim Belanda. Raut wajahnya menunjukkan sebuah kebingungan, hal itu membuat sudut bibirku tertarik dan tersenyum samar. Sebuah tindakan konyol ia lakukan, ia menampar pipinya dan mencubit perutnya, kemudian meringis kesakitan. Aku yang melihatnya pun bertanya mengapa ia melakukan hal tersebut, tetapi bukannya menjawab pertanyaanku, ia justru balik bertanya kepadaku, "Ini tahun berapa?"

Saat kujawab bahwa ini adalah tahun 1928, ia terkejut bukan main. Ia menuduhku berbohong, padahal jelas-jelas ini adalah tahun 1928! Dengan wajah frustasinya ia bilang kalau sekarang adalah tahun 2020. Tak mau berdebat dengannya, aku pun memperlihatkan kalender yang ada di berkas milikku. Gadis itu awalnya tak percaya, ia bahkan membuka mulutnya lebar-lebar. Rasanya ingin kututup mulutnya karena takut ada serangga yang masuk ke dalamnya.

Suara sirine terdengar di seluruh penjuru daerah ini. Aku reflek menarik tangannya dan mengajaknya kabur menjauhi tempat tersebut. Meskipun ia kebingungan, ia tetap mengikuti langkahku menuju kawasan belakang gereja. Napasnya tak beraturan akibat berlari. Canggung, aku pun mengajaknya berkenalan. "Oh ya, omong-omong, namamu siapa?"

"Namaku Lana Dian Puspita, panggil saja Lana. Usiaku 17 tahun."

Lana, namanya terdengar menggemaskan seperti wajah dan tingkahnya.

Setelah berkenalan, aku mengajaknya untuk pergi ke rumah kecilku karena ia bilang bahwa dirinya tidak bisa mengingat asal-usulnya. Benar-benar aneh, bisa-bisanya ada orang yang lupa dengan alamat rumahnya sendiri, awalnya aku sempat mengira bahwa ia adalah centeng, tetapi sepertinya gadis ini bukanlah centeng. Beruntung ibuku tak keberatan jika Lana tinggal bersama kami.

Aku tahu kalau Lana sedang berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, ia benar-benar banyak bertanya kepadaku. Rasa ingin tahunya sangat tinggi. Aku beberapa kali mengajaknya bertemu dengan teman-teman seperjuanganku dan para pemuda-pemudi Jong Java, aku juga mengajaknya berkeliling Batavia.

Sejujurnya ... aku senang melihat Lana. Ralat, bukan sekadar senang, tetapi suka. Ya, aku menyukainya. Kehadiran Lana di hidupku cukup memberikan banyak perubahan. Setidaknya aku merasa memiliki penyemangat dan alasan untuk tetap berjuang hingga akhir.

Banyak orang mengatakan bahwa aku bukanlah orang yang pandai dalam berbicara dan aku menyetujuinya. Aku ingin Lana mengetahui perasaanku padanya, tetapi aku tak tahu bagaimana cara menyampaikannya. Oleh karena itu, kuputuskan untuk membuat surat untuknya, kurangkaikan kata-kata indah agar ia dapat mengawali harinya dengan perasaan senang. Aku suka melihatnya tersenyum, jadi, aku akan berusaha sebisaku untuk selalu membuatnya tersenyum.

Mungkin memang benar, cinta dapat tumbuh karena kami sering bersama. Hari-hari terus berlalu dan aku sadar bahwa perasaanku padanya kini semakin membesar. Lebih dari sekadar suka, aku bahagia saat bersama dengannya, aku sedih saat melihatnya murung, dan aku cemburu saat melihatnya bersama dengan laki-laki lain.

Aku mencintai Lana.

Lagi-lagi banyak orang mengatakan bahwa aku bukanlah orang yang pandai dalam membaca perasaan seseorang dan lagi-lagi perkataan mereka memang benar adanya. Aku tak pandai membaca perasaan seseorang, termasuk perasaan Lana kepadaku. Aku takut terlalu percaya diri tentang perasaan. Namun, hari itu aku memberanikan diri. Aku mengajaknya berkencan walaupun tersirat, tidak mau mengatakan secara terang-terangan kalau aku sedang mengajaknya berkencan.

Sebuah kalung dengan liontin matahari sepertinya menarik perhatian Lana saat kami tengah berada di toko emas milik Koh Sicheng. Aku pun berinisiatif untuk membelikannya. Kuharap Lana benar-benar menyukainya. Setelah keluar dari toko tersebut, aku mengajaknya untuk pergi ke sebuah bangunan tua yang biasa aku singgahi di kala penat dengan dunia. Sudah kuputuskan kalau hari itu aku akan menyatakan perasaanku padanya!

Angin yang bertiup kala itu mengakibatkan rambut Lana berkibar, menampilkan lehernya yang berhasil membuatku menelan ludah. Seketika muncul ide untuk memasangkan kalung yang sudah kubeli untuknya. Diam-diam dari belakang aku merapikan rambutnya dan memasangkan kalung tersebut. Lana sempat terkejut, ia membalikkan tubuhnya menghadapku. Tanganku membelai pipinya lembut, demi Tuhan aku benar-benar mencintainya! Ingin rasanya aku berteriak dan mengungkapkan perasaanku padanya. Jantungku berdegup cepat, dengan gugup aku pun berkata kepadanya, "Mijn Schatje (Sayangku)."

Setelah kejadian di bangunan tua itu, hubunganku dengan Lana semakin dekat walaupun aku belum berani menyatakan cinta kepadanya secara jelas, semoga ia dapat mengerti maksud dari semua tindakanku. Segalanya berjalan dengan baik, tetapi Lana berhasil membuatku terkejut bukan main saat ia mengaku bahwa dirinya berasal dari masa depan. Aku sempat merenungi kelanjutan hubungan kami jika suatu saat Lana harus kembali ke masa depan. Namun, pada akhirnya aku memutuskan untuk menjalani hubungan kami tanpa perlu memusingkan tentang asal-usul Lana.

Hari-hari terasa sangat indah hingga tibalah saat di mana aku kembali disibukkan dengan perkumpulan para pejuang. Sebagai anggota aktif dalam perkumpulan tersebut, aku selalu menyempatkan diri untuk hadir dalam tiap pertemuan. Hal tersebut cukup menyita waktuku untuk bersama dengan Lana. Aku jadi jarang berjumpa dengannya, perasaanku jadi tidak terkontrol.

Malam itu aku pulang terlambat karena terjebak dalam perdebatan dengan para pemuda lainnya. Di tengah perjalanan pulang, aku melihat Niluh yang tengah meracau sembari menangis. Sudah lama aku tidak melihatnya karena katanya ia pindah rumah. Niluh adalah temanku, oleh sebab itu kuputuskan untuk membantunya dan mengajaknya pulang ke rumahku karena aku tidak dapat mengantarnya pulang ke rumahnya.

Niat baikku saat itu ternyata menjadi bencana dalam hubunganku dengan Lana. Aku tak menyangka kalau Niluh akan menciumku di depan Lana. Aku merutuki diriku sendiri atas kebodohanku. Malam itu aku benar-benar lelah dan penat, perlakuan Niluh terhadapku yang membuat Lana marah berhasil menambah beban pikiranku.

Untungnya permasalahan tersebut dapat diatasi secepatnya walaupun aku tahu kalau Lana masih menyimpan sedikit rasa kesal, tetapi aku terus berusaha meyakinkannya bahwa hanya Lana yang mampu mengisi hatiku saat ini. Aku tak mau kehilangan Lana karena aku membutuhkannya untuk menemani hidupku.

Hari pelaksanaan rencana yang telah disusun sejak berbulan-bulan lalu pun tiba, yaitu hari di mana aku dan para pejuang lainnya akan melakukan pemberontakan. Salim menjemputku untuk berangkat bersama menuju tempat perkumpulan. Tidak ada satu pun orang yang tahu bagaimana masa depan akan berlalu. Aku tak mau menyesal. Sebelum berangkat, aku berteriak dan mengungkapkan rasa cintaku kepada Lana. Hatiku lega melihat Lana tersenyum setelah aku mengungkapkan perasaanku.

Rasa cintaku kepadanya sangatlah besar, tetapi rasa cintaku kepada tanah airku tak kalah besar. Malam itu aku dan para pejuang lainnya melakukan pemberontakan. Kesialan menimpa kami karena saat kami tengah memberontak, beberapa tentara KNIL juga tengah berpatroli di sekitar area merah yang kami tandai. Aku lalai karena terlalu fokus kepada para tentara itu sampai tak menyadari bahwa beberapa centeng tengah berdiri di belakangku. Salah satu dari centeng itu menusuk perutku, darah pun mengalir dari perutku. Mereka menangkapku dan membawaku ke suatu tempat. Pandanganku mengabur, tubuhku lemas karena darah yang terus mengalir. Aku pasrah, apapun yang akan terjadi nantinya, kuserahkan hal itu kepada Sang Pencipta.

Menit yang berlalu terasa seperti berjam-jam lamanya. Tubuhku semakin melemas. Dari kejauhan aku melihat sosok perempuan yang amat kucintai. Aku melihat Lana berlari menghampiriku, tetapi ia ditahan oleh beberapa centeng yang berjaga.

Tidak, Lana .... Jangan ke sini. Aku tidak mau kamu terluka. Cukup aku saja yang merasakannya.

Sejauh yang kukenal, Lana adalah perempuan kuat. Hal itu dapat dibuktikan dengan kemampuannya dalam melawan para centeng. Ia sanggup membuat centeng-centeng itu tunduk dengan caranya. Lana berlari mendekatiku, ia panik, aku mengetahuinya. Dengan gesit ia membuka pengikat yang yang melilit tubuhku. Ia mengalungkan tanganku pada lehernya dan menuntunku untuk berjalan. Betapa beruntungnya aku mencintaimu, Lana.

Dengan langkah tertatih-tatih aku berjalan, dibantu oleh Lana tentunya. Namun, sebuah peluru berhasil menembus dadaku. Kehilangan keseimbangan atas diriku, aku terjatuh ke tanah. Air mata Lana tumpah, ia menangis melihatku tertembak.

Lana, aku tak sanggup melihatmu menangis ....

Aku menatap sekeliling, melihat satu-persatu wajah orang yang ada di sekitarku. Ibu, Salim, Ruli, Akil, dan Lana ... terima kasih sudah menemaniku hingga sejauh ini. Aku tak dapat menahan ini semua lebih lama lagi. Mungkin ini memang takdirku dan seketika semua berubah menjadi gelap ....

Kuharap ini bukan akhir dari kisah kita, Lana. Ingatlah bahwa aku sangat mencintaimu.

📃📃📃

Continue Reading

You'll Also Like

495K 40.3K 33
Kehidupan Evelyn yang sempurna berubah setelah kematian kedua orang tuanya. Ia harus menjual harta dan kediamannya untuk membayar hutang keluarga. Se...
140K 12.8K 34
(π™Όπš˜πš‘πš˜πš— πš–πšŠπšŠπš, πšŒπšŽπš›πš’πšπšŠ πš‹πšŽπš•πšžπš– πšπš’πš›πšŽπšŸπš’πšœπš’. πš‚πšŠπš›πšŠπš πšŠπš”πšŠπš— πš”πšŽπšœπšŠπš•πšŠπš‘πšŠπš— πšŽπš“πšŠπšŠπš—, 𝚝𝚊𝚝𝚊 πš™πšŽπš—πšžπš•πš’πšœπšŠπš—, πš™πš•οΏ½...
8.2K 2.1K 25
Telepon hantu? HAH! Aku memutar bola mata. Dari sekian banyak urban legend yang pernah kudengar, telepon hantu adalah salah satu yang paling menggeli...
Nusa Antara By theo marbun

Historical Fiction

4.8K 212 38
"Berjaga - jaga adalah sifat manusia yang terbaik. Langit cerah pun akan memunculkan hujan besar jika kita tidak melihat awan hitam di pulau berbeda...