to be young and in love [end]

By hijstfu

1.4M 158K 8.3K

Coba sekarang bayangkan. Kamu hidup sebagai cewek yang biasa aja. Bener-bener biasa aja, sumpah. Tugasmu simp... More

ini prolog
ini pertama
ini kedua
ini ketiga
ini keempat
ini keenam
ini ketujuh
ini kedelapan
ini kesembilan
ini kesepuluh
ini kesebelas
ini keduabelas
ini ketiga belas
ini keempat belas
ini kelima belas
ini keenam belas
ini ketujuh belas
ini kedelapan belas
ini kesembilan belas
ini kedua puluh
ini kedua puluh satu
ini kedua puluh dua
ini kedua puluh tiga
ini kedua puluh empat
ini kedua puluh lima
ini kedua puluh enam
ini kedua puluh tujuh
ini kedua puluh delapan
ini kedua puluh sembilan
ini ketiga puluh
ini tiga puluh satu
ini ketiga puluh dua
ini ketiga puluh tiga
ini ketiga puluh empat
ini ketiga puluh lima
ini ketiga puluh enam
ini ketiga puluh tujuh
ini ketiga puluh delapan
ini ketiga puluh sembilan
ini keempat puluh
ini keempat puluh satu
ini keempat puluh dua
ini keempat puluh tiga
ini keempat puluh empat
ini keempat puluh lima
ini extra part satu
ini extra part dua
sini curhat
aduh, kok jadi begini?

ini kelima

33.4K 3.7K 114
By hijstfu

Jam kosong ituuu... rasanya surga dunia banget. Apalagi kalau itu waktu mata pelajaran yang bikin ngelus dada: Fisika! Si biang bikin sel-sel di otak kalang kabut, karena harus maju bahas soal yang rumusnya engga tahu yang mana, sangkin berapa kali turunan dari berapa rumus. Pusing kan? Sama! Jadinya, ketika si Jeno (ketua kelas) bilang kalau Bu Tuti tidak masuk karena sakit, rasa-rasanya beban langsung hilang dalam hidup. Pusing, mual yang tadi menyerang karena deg-degan, langsung sirna. Enak banget sumpah.

Coba dibayangkan, jam kosong di pukul satu, waktu ketika perut udah kenyang, kewajiban udah terlaksana (re: salat). Apa yang terjadi? Yes. Ngantuk menyerang dengan sangat ganasnya. Mataku sudah tersayu-sayu, apalagi ditambah angin semilir yang masuk menyelusup dari jendela. Aku lalu mengambil jaketku dan menjadikannya bantal, menghadap ke tembok dan siap memejamkan mata hingga jam pelajaran berikutnya.

Tapi, sayangnya gagal. Bahkan ketika baru sedetik aku ingin terhanyut dalam tidur sudah gagal. Bukan masalah aku yang tiba-tiba jadi engga ngantuk lagi, tapi karena mereka! Anak laki-laki di kelasku, yang dengan toanya nyanyi koplo di pojok kelas.

Aku melirik sinis pada mereka di pojokan yang sedang menyanyi, dan menabuh alat musik. Sumpah demi jigongnya Mas Danu, mereka berisik banget! Udah mana tampangnya sok keren, serasa musisi-musisi yang sudah terkenal.

Firman dengan gitar yang selalu ia bawa dari rumah, Sandi yang juga memegang gitar (hasil pinjaman dari ekstakulikuler musik). Dan yang paling aku heranin, si Adit yang bawa gendangan dari rumah! Cowok-cowok itu dengan lantangnya menyanyikan Goyang Dumang. Bagus sih, tapi bisakan aku engga mendengarnya sekarang? Aku betul-betul pengin tidur!

"Ayo Goyang Dumang,

biar hati senang

Pikiran pun tenang,

galau jadi hilang

Ayo Goyang Dumang,

biar hati senang

Semua masalah jadi hilang."

Hih. Engga bisa melakukan apa-apa, aku kembali memejamkan mata, dengan telinga kututupi jaket, dan sesekali aku menguap lebar. Hingga aku merasakan kursi di sebelahku berderit, dan kurasakan seseorang duduk di sana. Aku mengira itu Joan, yang baru kembali dari kamar mandi, tapi ketika aku membuka mata dan menoleh, kudapati Cika duduk dan menatap lurus padaku dengan binar-binar penasaran yang tidak dapat disembunyikan.

Aku menghela napas dalam hati. Mengira-ngira apa yang dibutuhkan si princess satu ini.

"Rum, kemarin waktu di kantin, gue liat lo mau jatoh. Engga apa-apa tapikan?"

Aku mengangkat kepalaku, dan menghadapnya. "Engga papa. Belum sampe jatoh kok."

Cika mengangguk. Menggeret kursinya mendekatiku. "Iya, kemaren kan gue liat lo ditolongin Kak Para, makanya engga sampai jatuh."

"Iya."

Well? Memangnya apa yang bisa aku jawab? Memang begitu keadaannya.

"Baik banget ya Kak Para itu, mau nolongin lo yang buka apa-apa."

The heck? Maksudnya apa itu? Dia lagi merendahkanku yang bukan apa-apa ini?

Aku tersenyum canggung. Inginnya sih menjawab, "Gue juga engga minta ditolongin kali."

Tapi, aku tahu, setelahnya akan diserobot olehnya, dengan membela sang pujaannya itu mati-mati. Bilanglah aku engga tahu untung, engga tahu terima kasih. Maklum dia anggota fanspra. Jadi, aku memilih diam.

"Udah terima kasih belum Rum?"

Dikira aku anak kecil yang harus dibilangin dulu kali. Lagian kalau belum, dia mau apa? Menggantikanku untuk bilang terima kasih para Para? Lagian apasih tujuannya dia basa-basi begini. Aku yang mau tidur jadi engga bisa, karena ngantuknya sudah hilang sejak kedatangannya.

Akhirnya aku hanya menjawab, "Hm."

"Tapi, lo beruntung banget sih bisa ditolongin Kak Para. Dia emang baik, sih. Lo yang begini aja ditolong. Emang perfect banget. Engga mandang fisik ya. Idaman."

Monyet.

"Kemarin sempet rame loh, waktu Kak Para tiba-tiba nolongin lo. Soalnya emang keren sih ya Kak Para itu. Baik hati lagi. Jadi engga heran rame begitu."

Ini kapan selesainya sih?

"Tapi, ya, berita begitu engga booming yang sampe berhari-hari sih. Soalnya lo yang ditolong, Rum. Coba kalau Kak Nirisha, sebulan ada kali, gara-gara kejadian peluk-pelukan itu."

Peluk-pelukan my ass.

"Eh tapi by the way, lo kemarin waktu sempet meluk Kak Para, cium bau badannya dooong. Cerita dong Rum, enak engga? Terus itu dadanya sandarable engga sih?"

Aku meringis, "Tau deh. Lupa."

"Ih harusnya inget. Kan engga mungkin lagi-lagi lo peluk-peluk Kak Para."

"Iya."

"Ngapain lu di kursi gue?"

Aku mendongak dan menemukan Joan berdiri di samping kursinya yang ditempati Cika. Aku menatapnya berbinar-binar.

"Oh hi Jo. Ini gue lagi tanya kemarin Rumi kenapa bisa sama Kak Para."

Aku menatap lurus Joan, mengkodenya untuk segera mengusir Cika. Joan yang sedang menatapku juga, dan sepertinya menangkap kodeku berbicara. "Bisa pindah engga, Cik? Ngantuk nih gue, mau bocan."

"Eh... iya. Gue balik kursi gue ya, Rum," katanya sambil berdiri dan melangkah menjauh.

Bodooo amat! Aku engga perduli.

"Sumpah, pengin gue bogem si Cika. Anjir. Najis. Sok banget."

Aku akhirnya bisa memakinya. Setengah lega, karena engga memakinya langsung.

"Udehlah. Kayak engga tahu kelakuan dia aja," sahut Joan sebelum dia menelungkupkan wajahnya di meja dan tertidur.

Melihatnya, rasa kantukku yang tadinya hilang semenjak kedatangan Nyai itu muncul lagi. Apalagi ketika cowok-cowok di pojokan itu berganti menyanyi lagu melow, anthemnya ibu-ibu. Ituloh yang liriknya, "Andaikan malam yang sepi dapat bicara."

Aku lalu memposisikan tubuhku seperti tadi, dan berusaha untuk tertidur sejenak.

***

Kalau kamu penasaran apa yang terjadi setelahnya kemarin. Di mana aku mendapati sepasang tangan lagi-lagi menyentuh pinggangku, disusul hembusan napas di kepalaku. Aku akan ceritakan. Jadi begini.

"Aduh, permisi, permisi. Mau ambil makanan." Ucapku sambil tangan berusaha membelah kerubungan itu.

"Bu, aku nasi sama kikil dan sayur, di meja dua ya."

"Bu, mie gorengku kok belum jadi? Aku udah dari tadi."

"Ibu, aku mau bayar."

"Bu, aku juga udah dari tadi. Ketoprakku belum dianter-anterin."

"Bu, aku nambah es teh manis satu, cepetan ya Bu, mau masuk nih."

"Bu, aku duluan."

"Permisi, ya Allah, mau ambil makanan doang," kataku mau menangis sangkin suaraku engga digubris sama sekali. Aku kembali mencoba membelah lautan itu dengan menjulur-julurkan tangan. Berjinjit untuk melihat letak pesananku, sebelum tubuhku lagi-lagi membeku ketika kembali kurasakan sesuatu seperti dada seseorang menyentuh punggungku. Disusul hembusan napas di rambutku selama beberapa saat.

Aku yakin ini orang yang tadi.

Dengan cepat aku memutar badanku, tidak mau kecolongan, seperti melihat dia melarikan diri, tapi sayangnya... aku tergelincir!

Astaga. Drama banget hidupku.

Aku memejamkan mata, menunggu rasa sakit menerpaku ketika tubuhku terbentur keramik kantin, tapi nihil. Aku tidak merasakan apapun. Aku lalu menyadari ada sepasang tangan yang mengerat di pinggangku. Lagi. Menahan tubuhku agar aku tidak jatuh. Aku lalu membuka mataku, dan mendongak. Lagi dan lagi, aku tersentak, napasku seolah dihentikan paksa, ketika aku bertatapan dengan sepasang masa tajam yang dilindungi bulu mata dan alis yang lebat itu. Mata yang hanya dimiliki Bhadra Parasara.

Ya Tuhan, ketika aku ingin melihat betapa cantiknya mata, alis, dan bulu mata Para, bukan dengan cara begini aku melihatnya.

"Engga apa-apa?"

Jantungku sakit karena berdebar terlalu keras. Entah sebabnya aku kaget akan jatuh atau justru karena berinteraksi secara langsung dengan makhluk yang rasanya untouchable ini. Aku mengangguk pelan sambil masih menatapnya.

"Mau sampai kapan?"

"Hah?"

"Mau sampai kapan begini?"

Aku mengerjap sebelum menyadari bahwa kedua tanganku bersandar di dadanya, dan kedua tangannya mengerat di pinggangku, dengan kata lain... kami sedang berpelukan. Astaga. Segera aku melepaskan diri. Menatapnya kikuk.

"Em... terima kasih."

Dia tidak menyahut, hanya menatapku. Aku yang semakin canggung dan kikuk karena ditatap seperti itu, memilih untuk kembali ke meja yang tadi ku take. Tapi, belum selangkah, lenganku dicengkeram pelan. Aku menoleh, dan mendapati Para pelakunya.

"Makanannya?"

"Hah?"

Aku masih menunggunya untuk menjelaskan maksudnya, tapi yang kudapati ialah Para yang membelah lautan pengantri makanan Bu Karti. Aku masih menatapnya, ketika dia berbalik dan kembali menatapku dari posisinya berdiri, dan memberikan gestur agar aku mendekat dan mengambil makanan pesananku di meja.

Berpasang-pasang mata pengantri itu menatapku ketika aku bergerak perlahan bagai robot. Mengambil piring dan gelas pesananku. Aku lalu berbalik, bersiap menuju meja, hingga aku mendengarnya berujar lagi. "Hati-hati."

Aku hanya berjalan lurus, tiada menoleh ke belakang. Ketika aku duduk, dikonfrotasi Joan tentang kejadian barusan, yang terpikirkan olehku ialah kenapa aku tidak jadi memakinya (yeah, meskipun baru asumsi)? Malahan justru berubah menjadi idiot seperti tadi?

gimana gimana?

P.S  Jangan lupa vote dan komen ya (engga akan bosen untuk mengingatkan). Sangat berarti loh komen kalian untukku.

Continue Reading

You'll Also Like

1.3K 341 14
Sepenggal cerita tentang mahasiswa-mahasiswa yang terpilih mengikuti program riset yang diadakan kampus ke sebuah pulau pariwisata yang cantik dan ja...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 112K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
62.4K 7.9K 89
Kehidupan seorang Olivia Miles yang dipenuhi dengan drama itu pun berubah drastis ketika wanita itu bertemu dengan Sergio Beckford, seorang milyuner...
56.6K 6.1K 35
Pertama kali publish : 24 April 2020 [PRIVATE ACAK] . Masuk ke sekolah barunya di Igleas High School, salah satu sekolah terfavorit di New York, Amer...