[COMPLETE] EVARIA - Memihak D...

By Desmesta

71.4K 11.2K 824

Evaria membangun benteng berduri dan sangat tinggi agar tidak ada yang bisa menyentuhnya. Di dalam benteng ta... More

Prolog | Evaria Dona
Bagian 01 | Pemeran Utama
Bagian 02 | Antagonis
Bagian 03 | Penjahat yang Mengaku Jahat
Bagian 04 | Semesta Mengelilingi Erina
Bagian 05 | Evaria Ingin Kalian Mendengar Ini
Bagian 06 | Satu dari Sepuluh
Bagian 07 | Progatagonis
Bagian 08 | Memihak Diri Sendiri
Bagian 09 | Apa Kabar, Va?
Bagian 10 | Kesempatan Kedua
Bagian 11 | Kemenangan Tapi Kehilangan
Bagian 12 | Yang (Tak) Bisa Dipercaya
Bagian 13 | Laki-laki Tanpa Sikap
Bagian 14 | Dikenal dan Dikenang Sebagai
Bagian 15 | Ditinggalkan dan Meninggalkan
Bagian 16 | Jaga Musuh Dari Dekat
Bagian 17 | Cerita ini Bukan Hanya Milik Evaria
Bagian 18 | Nanti Sembuh
Bagian 19 | Artinya Tak Berjodoh
Bagian 20 | Pesta Kejutan
Bagian 21 | Menjadi Seperti Evaria
Bagian 22 | Jalan yang Dipilih Evaria
Bagian 23 | Sikap Menyesuaikan Tujuan
Bagian 24 | Tak Ingin Melepaskan
Bagian 25 | Menyesal Tidak Boleh Dua Kali
Bagian 26 | Menjegal Sebelum Masuk Arena
Bagian 27 | Menangis Sendiri
Bagian 28 | Bahagia Sebentar Saja
Bagian 29 | Pagi Hari Menjelang Badai
Bagian 30 | Malam yang Kembali Dingin
Bagian 32 | Benteng Runtuh, Pertahanan Lumpuh
Bagian 33 | Saling Melindungi
Bagian 34 | Melepaskan Beban
Bagian 35 | Pelukan Terbaik
Epilog

Bagian 31 | Terperangkap Jebakan Masa Lalu

1.6K 294 34
By Desmesta

Masa depan itu suci, masa lalu tidak boleh mencemari. Apa pun yang terjadi

Setelah 3 bulan terpaksa menjadi wanita simpanan Rizal yang harus siap kapanpun Rizal menginginkannya. Menginginkan tubuhnya, lebih tepatnya. Rizal menepati janjinya. Eva dipertemukan dengan orang-orang yang berwewenang mencari bakat dari Fame Entertainment, Eva menandatangani kontrak nyaris tanpa hambatan dan ia bisa langsung menjadi pemeran utama di film garapan Rizal.

Ketika Eva mulai mendapatkan popularitasnya, Eva merasa sudah tidak membutuhkan Rizal lagi. Ia mengatakan ingin mengakhiri hubungan gelap mereka dan menjalin hubungan yang lebih mengarah ke profesional. Rizal tidak mau melepas Eva begitu saja, dengan liciknya dia melemparkan sejumlah foto Eva dalam keadaan telanjang yang diambil tanpa sepengetahuan Eva.

“Selama kamu masih terasa manis, aku tidak akan membuangmu," ujar Rizal mengerikan. “Lagi-lagi keputusan ada di kamu. Kamu tetap menjadi es krim favoritku atau satu Indonesia menjadikan kamu fantasi seksual mereka."

“Bagaimana bisa Mas sejahat ini?” Eva menggeleng tak habis pikir.

Rizal tertawa keras. “Evaria... Evaria... Bangunlah. Dunia memang sejahat ini."

***

Di pertemuan selanjutnya, Eva sudah bangun sepenuhnya. Ia sadar bahwa ia juga harus memiliki senjata untuk melindungi diri, karena tidak akan ada orang yang rela melakukan itu untuknya tanpa pamrih. Ia tidak bisa mempercayai atau mengandalkan siapa pun, kecuali dirinya sendiri.

Diam-diam, selagi menunggu Rizal datang ke kamar hotel tempat mereka janjian, Eva menyiapkan sebuah alat perekam suara. Ia akan memancing Rizal mengatakan hal-hal yang seharusnya tidak ia katakan. Dengan begitu, Eva bisa melepaskan diri dari cengkeramannya.

“Kenapa lagi kamu, Va? Jangan mentang-mentang sudah mulai terkenal kamu jadi banyak tingkah. Ingat, siapa yang menjadikanmu seperti sekarang.”

"Sampai kapan Mas harus menahanku begini? Mas sudah janji akan menghapus foto-fotoku. Itu pelecehan dan pelanggaran privasi."

"Lalu kenapa? Kamu mau melaporkan aku memangnya? Coba saja, sebelum kamu tiba di kantor polisi, aku pastikan seluruh Indonesia melihat tubuh telanjang kamu ini."

"Tapi sampai kapan? Mas sudah sangat lama menahanku."

"Sampai aku menemukan es krim yang lebih menggiurkan dari kamu, baru aku akan melepaskan kamu, tapi sepertinya masih akan lama. Karena bukannya hambar, makin lama kamu makin terasa manis."

"Jadi, meski bukan ke aku, Mas tetap akan melakukan ini ke orang lain?"

"Iya lah. Ada banyak es krim di luar yang bisa kupilih."

“Bagaimana kalau istri Mas tahu?"

“Si bodoh itu tidak akan tahu. Seperti kamu, dia sangat mudah dirayu. Lagipula, aku tidak mencintai dia. Aku menikahinya karena orang-orang mengatakan kami serasi dan setiap kali aku membuat film dengannya, film itu selalu sukses besar. Kamu tahu kenapa aku mendekatimu? Ya karena aku tidak pernah mendapatkan kepuasan dari istriku. Dia tidak semanis kamu. Jadi kemarilah, aku sangat menginginkanmu sekarang.”

“Kalau semua laki-laki berpikirnya sama seperti Mas Rizal, aku menyesal terlahir jadi perempuan yang nilainya di mata mereka hanya sebatas kepuasan seksual.”

“Sayangnya itulah faktanya. Aku bukan satu-satunya, asal kamu tahu. Di dunia entertain, Va, kesepakatan seperti yang kita lakukan sangat umum.”

“Oh ya? Siapa saja?”

“Kenapa kamu tiba-tiba banyak bertanya hari ini?”

“Beritahu aku siapa saja yang melakukan ini, agar aku tidak merasa menjadi satu-satunya yang menjual diri demi menjadi terkenal.”

Eva mematikan rekaman ketika wajah Rizal seperti ingin membunuhnya. Jika rekaman itu dilanjutnya, maka seluruh Indonesia akan tahu nama-nama besar yang tidak disangka-sangka melakukan praktik kotor di belakang layar. Nampaknya rekaman ini sedikit banyak akan memberi guncangan ke dunia perfilman.

“Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan baru?” Eva senang akhirnya bisa mengatakan itu. “Kali ini Mas yang membuat keputusan. Kita berdua jalani kehidupan masing-masing, atau mati bersama-sama.”

***

Eva meringkuk merapatkan diri di tembok, pikirannya masih menggambang tak tahu apa yang harus dilakukan. Ini bukan lagi kecolongan, melainkan kebodohan. Sebelum memasukkan orang lain yang terang-terangan membencinya, seharusnya Eva bisa menebak akhirnya akan seperti ini.

Lebih buruk dari binatang, Rizal adalah monster menakutkan. Kembali teringat jelas saat Rizal memakai tubuh Eva sebagai pemuas nafsunya tanpa memikirkan keadaan Eva sama sekali. Entah Eva sedang lelah atau sakit. Sungguh Eva tidak ingin kembali ke masa itu. Tetapi membayangkan foto-foto telanjangnya tersebar dan dilihat jutaan pasang mata, rasanya sama  hinanya. Seumur hidup Eva akan dicap buruk, bukan hanya dirinya, tetapi juga semua orang terdekatnya akan ikut kena imbasnya.

Bagaimana dengan saga?
Bagaimana dengan perjalanan mereka ke masa depan?

Ponsel Eva yang tergeletak di dekat kakinya terus bergetar, Saga meneleponnya tanpa henti sejak beberapa menit lalu. Eva bisa bayangkan wajah frustrasi Saga yang mengkhawatirkannya. Panggilan dari nomor Saga berhenti, layar ponsel Eva berganti menampilkan nama Rizal Chandra.

Eva harus menentukan pilihannya sekarang. Dilecehkan satu orang tanpa batas waktu, atau menjadi sampah masyarakat seumur hidup.

Eva memilih pilihan pertama tanpa pertimbangan panjang. Segera Eva menjawab telepon itu. “Bagaimana, Sayang? Sekarang sudah tahu bagaimana kabarmu?”

“Katakan apa maumu.”

“Kamu sungguh ingin tahu apa mauku? Sayang sekali, seharusnya kamu ingat apa yang menjadi kesukaanku.”

“Jangan mempermainkanku! Katakan saja apa maumu!” teriak Eva.

***

Hotel Elfatta menjulang mewah di tengah pusat kota, tidak butuh waktu lama sampai akhirnya Eva tiba di tempat yang disebut Rizal. Eva tahu apa yang akan dihadapinya di tempat ini. Langkah kakinya gemetaran, kepalanya menoleh kanan kiri mencari nomor kamar yang harus ia masuki.

Ini bukan perasaan baru. Rasanya sama persis ketika tangan Eva digandeng Rizal masuk ke kamar hotel pertama kalinya. Bagian terberat adalah ketika Eva sadar ia tak menginginkan ini, namun merasa harus melakukannya.

Dulu Eva tidak bisa mundur karena merasa itu adalah jalan satu-satunya, kali ini pun sama. Eva harus menempuh jalan ini lagi agar pengorbanannya di masa lalu tidak sia-sia, lalu menghabiskan sisa hidup sebagai sampah tak berguna.

504, Eva menemukan nomor itu di depan sebuah pintu. Eva berdiri di depan pintu itu dengan mata memejam rapat. Berkali-kali Eva mensugesti diri agar menghadapi Rizal tanpa menunjukkan ketakutan, ia pasti bisa menemukan cara untuk keluar dari masalah ini. Eva ingin menangis karena bukannya tenang, keringat dingin makin deras terasa mengalir di punggungnya.

Baiklah, Eva siap menghadapi apapun yang akan terjadi. Ia memencet bel memberitahu Rizal keberadaannya, tepat ketika ia melihat Mira berlari ke arahnya dan berhenti tepat  di depannya. “Pergi dari sini, Va. Ini jebakan. Ayo, cepat! Kamu nggak boleh ada di sini.” Eva mengerutkan kening tak mengerti, bukankah Mira sebab Eva kembali ke neraka ini?

“Je...bakan?” Jika Mira ada di sini, lalu siapa sebenarnya yang menempatkan Eva di tempat ini. Tetapi siapa itu sama sekali tidak penting, karena yang terpenting adalah bagaimana agar tidak membuat Rizal kesal.

“Aku akan menjelaskan semuanya nanti, tapi kita harus keluar dari sini. Saga juga sedang mencari kamu. Tolong, Va, percaya sekali ini saja.”

Tepat saat itu pintu di samping mereka terbuka, sosok Rizal muncul dengan hanya memakai bathrobe dan segelas wine di tangan. Kaki Eva gemetaran ketakutan. Sesaat pikirannya kembali kosong. Siapa yang harus Eva percaya?

Tubuh Eva ikut begitu saja ketika ditarik oleh Mira menjauhi Rizal.

“Hey, mau kemana kalian,” panggil Rizal mengejar. Dia berhasil meraih lengan Eva dan mendorong Mira hingga Mira jatuh dengan lengan menghantam tembok sebelum jatuh ke lantai.

Rizal menyeret Eva kamar, Eva terus berontak berusaha melepaskan diri. Rizal yang kesal pun menampar pipi Eva. "Maafkan aku, Sayang. Tapi kamu membuatku sedikit kesal. Kalau aku sudah sangat kesal, kamu pasti tahu apa yang bisa aku lakukan. Jadi, kamu akan nurut atau membangkang?"

"Jangan Eva, polisi sebentar lagi akan tiba di sini. Kalian berdua akan dituduh melakukan prostitusi." Mira bangun dengan susah payah sambil memegangi lengan kirinya.

"Siapa dia? Bukankah dia orang yang pernah membuat kamu hampir dipenjara? Kamu percaya sama dia?"

"Arrgh!" Eva berteriak frustrasi, banyak suara di kepalanya, ia tak tahu harus mendengarkan yang mana. Benar dan salah bukan masalah, yang terpenting menyelamatkan masa depannya.

Ketidakberdayaan Eva dimanfaatkan Rizal dengan menariknya masuk ke kamar, namun sebelum pintu tertutup kembali, sebuah tangan kokoh menahannya.

Eva terpaku mendapati tangan itu milik Saga, Saga masuk dan lanngsung mendorong Rizal hingga jatuh sebelum menghampiri Eva sambil melepas jaketnya.

Saga menyampirkan jaketnya di atas kepala Eva sambil berkata, “jangan sampai ada yang melihat kamu di sini, pergilah dulu bersama Mira.”

“Tapi—“ Eva tidak bisa menuntaskan ucapannya, lantaran keburu Mira menariknya keluar dari kamar setelah saling melempar kode dengan Saga. Mira lantas menggandeng Eva setengah berlari pergi menjauhi kamar itu.

Meski kakinya melangkah maju, kepala Eva masih berpaling ke belakang melihat Saga yang masih di depan kamar Rizal. Eva menjerit ketika melihat Saga di tendang dari belakang oleh Rizal. Setelah itu Eva tidak tahu apa-apa lagi lantaran berbelok ke lift yang kebetulan terbuka.

Dari pantulan dinding lift, Eva bisa melihat penampilannya yang berantakan dan kuyu. Jaket Saga melindunginya dari gerah yang menggigil. Eva merapatkan jaket itu menutupi tubuhnya. Eva tidak tahu Mira membawanya ke arah mana, Eva berjalan menunduk, dan tahu-tahu mereka sudah ada di dalam mobil Eva yang kata Lala telah dibawa kabur oleh Mira.

Bahkan Eva belum benar-benar mengerti apa yang terjadi, ketika dua buah mobil berhenti tepat di depan lobby, segerombolan lelaki berpakaian preman memasuki hotel dengan tergesa diikuti oleh dua orang lain berseragam sebuah perusahaan media.

“Mereka pasti polisi,” Mira memberitahu Eva yang kebingungan. “Kamu sengaja dipancing ke sini untuk dijebak ikut jaringan prostitusi artis.”

Kepala Eva berputar menoleh ke arah Mira dengan tatapan tak percaya. “Apa?” Banyak pertanyaan di kepala, namun hanya satu kata itu yang bisa keluar.

Mereka masih di sana ketika beberapa menit kemudian polisi-polisi itu keluar bersama Saga dengan tangan terborgol, disusul sebuah ambulance datang kemudian membawa keluar seorang lelaki nyaris tanpa pakaian yang sekilas saja Eva tahu adalah Rizal.

Saga tidak mungkin melakukan hal buruk pada Rizal, kan? Eva hendak keluar untuk memastikan sendiri, namun segera dicegah oleh Mira. Eva menunjuk-nunjuk mobil dimana Saga ada di dalamnya baru saja bergerak.

Apa yang akan terjadi pada Saga setelah ini?

Seburuk-buruknya pengendalian emosi Saga, Eva yakin Saga tidak mungkin sampai menghilangkan nyawa seseorang. Tidak mungkin. Eva mohon, jangan sampai itu yang terjadi.

*****

Semoga udah gak ada yang ngeraguin Saga lagi yak

Continue Reading

You'll Also Like

360K 2.2K 4
Akurnya pas urusan Kontol sama Memek doang..
432K 21.1K 20
(Completed) Elea, nama janin pertama yang ia kandung, janin pertama yang juga terpaksa pergi dari tubuhnya. Elea, juga nama gadis kecil itu. Gadis ke...
275K 29.8K 36
Siapa yang tidak mengenal Kalesha Pratista? Seorang desainer artwork kawat tembaga? Nama Kale membuat Kaffa Parves tergelitik untuk mencari tahu lebi...
24.5K 1.5K 74
menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan hidup