45. Extra Part
WARNING (18+)
Harap ditanggapi dengan bijak
* * *
Tunda keberangkatan kami menjadi besok pagi.
Xavier memberikan instruksi pada bawahannya.
Dia memeluk Diandra dari belakang dan mencium pucuk kepala istrinya itu. Ciumannya itu menjalar ke bibir Diandra kala wanitanya itu mendongakan kepalanya menatap Xavier.
"Rasanya aku udah gak bisa nahan lagi, Diandra."
Xavier menutup paksa laptop di hadapan Diandra dan menggendong Diandra ala bridal style. Dia menjatuhkan Diandra di atas kasur dan menindih tubuhnya.
Ciumannya yang dalam dan lembut akhirnya turun ke leher Diandra membuat Diandra mendesah. Bahkan tangan Xavier mulai menjalar ke payudara milik Diandra yang membuat Diandra makin mendesah. Xavier menyukai desahan Diandra ini.
Perlahan tangannya membuka satu per satu kancing baju Diandra, membuat dalaman Diandra yang berwarna hitam itu terlihat, sangat kontras dengan kulit putihnya. Dan dengan satu gerakannya, dia berhasil membuka kaitan bra milik Diandra.
Setelah membuat beberapa kissmark di leher Diandra, bibir Xavier menyentuh payudara Diandra dan menghisapnya. Diandra mendesah nikmat. Tangannya mulai meremas rambut Xavier.
"Diandra, ini mungkin sakit, kamu tahan ya." ucap Xavier lembut. Diandra mengangguk asal.
Xavier mendekatkan juniornya dengan milik Diandra. Satu dorongan mampu membuat miliknya tertanam sempurna di milik Diandra. Dia membekap mulut Diandra yang hampir teriak itu dengan bibirnya. Setelah di rasa Diandra sudah mulai merasakan nikmatnya, Xavier mulai bermain. Sampai mereka mencapai klimaksnya.
Satu ronde... dua ronde... tiga ronde... empat ronde... akhirnya mereka berdua kelelahan dan tanpa sadar mereka ketiduran sambil berpelukan satu sama lain seakan tidak ingin terpisahkan.
* * *
"Selamat pagi, Bu Diandra." sapa Anya pada Diandra.
Diandra yang di angkat menjadi Direktur Keuangan itu memilih Anya untuk menjadi sekertarisnya. Karena dia menilai Anya mampu memberikan yang terbaik untuknya.
Waktunya cukup tersita. Tak jarang Xavier menegurnya karena Diandra sering telat makan kalau sedang deadline.
Namun, waktu Diandra yang cukup padat tidak menjadikan Diandra tidak cantik lagi. Malah, istrinya yang hebat itu makin hari makin terlihat cantik. Tak jarang beberapa kolega bisnisnya terlihat tertarik dan mendekati istrinya. Setelah Xavier memperkenalkan Diandra sebagai istrinya, niat mereka pun luntur.
Siang ini, Diandra yang baru saja menghabiskan waktunya di salon bersama Xarrah, harus berpisah dengan Xarrah dan janjian bertemu dengan suaminya di sebuah kafe di kawasan Setia Budi.
Diandra yang datang lebih dulu langsung memesan makanan kesukaannya dan suaminya.
Aku udah sampe ya. Kamu dimana?
Diandra mengirimkan pesan pada suaminya itu.
"Sorry, sendirian ya? Boleh gabung?"
Seorang pria tampan mengenakan pakaian kasual menyapanya. Pria itu menaruh kunci mobilnya berlogo merk mewah, dompet dan handohonenya yang tak kalah mahal diatas meja. Diandra tersenyum. Dia terlalu sering menemukan pria yang menggunakan hartanya untuk memikat hati perempuan.
Karena tidak mendapat jawaban dari Diandra, pria itu langsung duduk di hadapannya.
"Aku Marcel, kamu?"
"Diandra."
"Boleh aku minta nomor hape kamu, Diandra?"
"No."
"Kenapa?"
"Karena aku sudah memiliki kekasih."
"Well, aku yakin kekasih kamu itu gak sekeren aku."
Diandra tersenyum. "Dia emang gak sekeren kamu. Tapi dia lebih keren dari kamu."
Pintu kafe terbuka. Beberapa pasang mata fokus pada Xavier tanpa menoleh sedikitpun. Pandangannya menyapu ruangan kafe, mencari sosok istrinya, dan terbelalak mendapati kehadiran seorang pria yang duduk di hadapan istrinya.
Dengan santai, Xavier berjalan mendekati Diandra dan menyentuh pundaknya. Pria itu tersentak. Wangi parfum Xavier yang mahal itu tercium sampai hidungnya, bahkan wajah tampan Xavier dan postur tubuhnya yang proporsional itu juga mampu membuatnya insecure.
"Sayang, jadi gini kelakuan kamu kalo aku tinggal dinas keluar negeri? Kamu malah asik disini? Anak kita kamu serahin ke baby sitter? Kamu malah asik-asikan hangout sama laki-laki model begini? Emangnya fasilitas rumah sama mobil sport yang aku kasih gak cukup buat kamu?" sapanya lembut.
"Ini gak seperti yang kamu pikir kok, Sayang. Aku cuma mau makan sebentar aja, dia datang dan langsung duduk di depan aku. Bahkan dia bilang kekasih aku gak sekeren dia waktu aku bilang aku udah punya kekasih." jawab Diandra santai, melanjutkan drama mereka.
"Oh ya?"
"Iya. Gimana dong, Sayang? Katanya kamu gak sekeren dia."
Xavier menaruh kunci mobil sportnya di atas meja, dompet dan handphonenya di samping barang-barang milik pria itu. Dengan malu, pria itu mengambil kunci mobilnya.
"Maaf, Diandra."
Setelah mengucapkan permintaan maaf, pria itu pergi dari kafe.
Dengan sebal, Xavier menjatuhkan dirinya di kursi. "Kamu tuh bener-bener gak bisa aku tinggal ya. Gak dulu, gak sekarang!" keluhnya.
Diandra tertawa, "So, dont make me waiting too long."
"Rasanya aku mau ngurung kamu aja di rumah. Biar cuma aku yang bisa milikkin kamu sepenuhnya."
Diandra tidak menjawab. Dia menatap Xavier datar yang langsung membuat Xavier salah tingkah. Diandra-nya itu memang tidak suka dikekang.
"Oh ya, besok temenin aku ambil baju seragam nikahan Edo ya." pinta Diandra yang diangguki Xavier.
Setelah makan, mereka langsung pulang ke rumah. Tiba-tiba Diandra merasa mual.
Deg! Diandra mengingat-ingat kapan terakhir dia datang bulan. Dia sudah telat dua minggu dari tanggal seharusnya.
Diandra mengambil test pack yang sengaja ia simpan dilemari dan mencobanya.
Xavier fokus pada hasil test pack di tangan Diandra yang menandakan dua garis merah. Pandangannya berpindah pada dua bola mata Diandra yang berkaca-kaca. Dia menerawang jauh.
Flashback...
"
orang tua Diandra, Bro?"
Saat itu pertama kalinya bagi Xavier mengubah pandangannya pada Diandra. Ternyata Diandra adalah gadis kecilnya yang selama ini dia cari.
"Nanti kalau waktunya sudah tepat, kalian akan tahu siapa sebenarnya gue. Nanti kalo gue punya pacar, langsung gue kenalin!"
Saat itu wajah Diandra terlintas di pikirannya.
Saat dia tanding basket one on one dengan Erland, untuk pertama kalinya matanya dan Diandra bertemu. Membuatnya melempar senyumannya pada gadis itu.
"Sorry, Di, gue reflek!" ucapnya.
"Iya." jawab Diandra.
Itu pertama kalinya Xavier memeluk Diandra. Meskipun tanpa sengaja, namun membuat jantung Xavier berdetak cepat.
"Lu suka gue, Di?" pertanyaan Xavier membuat kening Diandra mengerut. Kedua tangannya mencoba mendorong Xavier dan sia-sia. "Kenapa lu ganggu?" Diandra masih bingung dengan ucapan Xavier. "Lu mulai ganggu hidup gue."
Xavier mulai frustasi karena bayangan Diandra tidak mau hilang dari kepalanya.
"Sekarang sama Erland, Di?" pertanyaan itu dilayangkan seseorang pada Diandra ketika dia baru keluar dari toilet. Xavier bersandar sambil melipat kedua tangannya.
Untuk pertama kalinya dia merasakan cemburu.
"Gue suka lu, Di."
"Jadi pacar gue ya, Di."
"Kamu mau jadi calon istri aku, Diandra?"
"Be my wife, Babe."
Flashback off...
Mengingat itu semua, entah sudah berapa kali Xavier meminta Diandra menjadi miliknya. Rasanya itu tidak pernah cukup untuk menggambarkan kebahagiaannya saat ini.
Diandra mampu mengimbanginya. Mampu memberikan kebahagiaan lebih dari apa yang ia inginkan. Diandra mampu melakukan sesuatu diluar ekspektasinya. Diandra, wanitanya yang paling hebat.
"Makasih sayang." Xavier menghujani Diandra dengan ciuman.
"WOHOOOO!!! I WILL BECOME A FATHER!!!"
* * *
END...