SINGASARI, I'm Coming! (END)

Od an11ra

2M 315K 47.9K

Kapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan... Více

1 - PRESENT
2 - PRESENT
3 - PAST
4 - PAST
5 - PAST
6 - PAST
7 - PAST
8 - PAST
9 - PAST
10 - PAST
11 - PAST
12 - PAST
13 - PRESENT
14 - PAST
15 - PAST
16 - PAST
17 - PAST
18 - PAST
19 - PAST
20 - PAST
22 - PAST
23 - PAST
24 - PAST
25 - PAST
26 - PAST
27 - PAST
28 - PAST
29 - PAST
30 - PAST
31 - PAST
32 - PAST
33 - PAST
34 - PAST
35 - PAST
36 - PAST
37 - PAST
38 - PAST
39 - PAST
40 - PAST
41 - PAST
42 - PAST
43 - PAST
44 - PAST
45 - PAST
46 - PAST
47 - PAST
48 - PAST
49 - PAST
50 - PAST
51 - PAST
52 - PAST
53 - PAST
54 - PAST
55 - PAST
56 - PAST
57 - PAST
58 - PAST
59 - PAST
60 - PAST
61. PRESENT
62. PRESENT
63. PRESENT
64. PRESENT
65. PRESENT AND PAST
66. BONUS PART
DIBUANG SAYANG
JANGAN KEPO!!!
HADEEEH

21 - PAST

27.7K 4.5K 171
Od an11ra

Apa kalian bahagia hari ini ?

-----------------------------------------------------------------

Berita akan kembalinya Pangeran Anusapati dari peperangan telah menyebar tidak hanya di kawasan kediaman beliau saja tetapi sepertinya hampir ke seluruh penjuru istana. Bahkan mungkin hingga ke seluruh wilayah Tumapel. Walau begitu aku tidak bisa memeriksanya karena aku tetap tidak diizinkan ke luar dari tembok batas istana.

Meskipun demikian tampaknya semua orang membicarakannya secara sembunyi – sembunyi. Tapi dinding – dinding istana yang tebal tak mampu menyimpan kabar angin datang silih berganti, karena kenyataannya telingga kami, khususnya para pelayan dapat mendengar segala hal, walau mulut kami dipaksa tetap tertutup rapat.

Sebenarnya yang lebih menjadi fokus cerita para penghuni istana adalah apakah Pangeran Anusapati yang telah berhasil memenangkan peperangan yang katanya cukup besar itu akan membuatnya lebih cepat diangkat sebagai pengganti raja atau tidak ? Mengingat usia raja yaitu Ken Arok yang kini sudah tidak muda lagi.

Hal lain yang juga paling menarik untuk dibicarakan, paling tidak oleh pelayan wanita adalah siapakan wanita beruntung yang akan menjadi istri sekaligus calon ratu baru Tumapel ? Walaupun hampir tujuh puluh persen mereka yakin bahwa Kanjeng Praya adalah kandidat paling kuat di sini.

Masalahnya, Kanjeng Praya belakangan ini nampak lebih banyak terlihat bersama Pangeran Tohjaya. Sejujurnya aku tidak tahu pasti, karena ruang gerakku hanya seputar pendopo kediaman Pangeran Anusapati, dapur istana dan kuil utama. Walau memang sudah dua kali, aku dan Sawitri melihat mereka bersama. Terakhir saat mengunjungi Kuil Agung tempo hari.

Tetapi seperti kata pepatah yaitu gossip adalah kenyataan yang tertunda. Jadi kita tinggal menunggu, karena waktu yang akan memberi tahu jawabannya. Skenario terburuk yang mungkin terjadi, jika semua prasangka itu meleset adalah Gusti Pangeran Anusapati justru harus melaksanakan pernikahan politik. Bisa saja istri Pangeran Anusapati malahan adalah putri dari kerajaan lain demi tujuan penyatuan dua kekuatan kerajaan. Jujur akupun tak tahu karena tidak ada catatan sejarah tentang siapa nama istri Pangeran Anusapati.

Di sisi lain, pembersihan tempat kediaman Pangeran Anusapati sudah dilakukan sejak dua hari sebelum kedatangan beliau. Jujur, tugas ini agak membuatku dongkol mengingat setiap hari sejak keberangkatan Pangeran kami alias aku dan Sawitri tidak pernah absen untuk membersihkan tempat itu.

Aku malah merasa hiasan tembikar di sana semakin tipis tiap harinya karena terlalu sering di gosok. Lagipula debu kecil maupun besar tidak mungkin terlihat, karena di sini masih berlantaikan dan berdinding batu alam. Beda cerita apabila berlantai marmer atau minimal ubin putih. Tetapi berhubung statusku hanya sebagai pelayan maka semua itu hanya bisa aku pendam dalam hati paling – paling dalam.

Kesabaranku ternyata mesti diuji lagi karena kedatangan Kanjeng Praya ke kediaman Pangeran dengan setumpuk kain – kain yang katanya adalah hasil tenunan tangannya sendiri. Untuk bagian itu, aku takjub karena hingga detik ini hasil tenunanku hanya berakhir sebagai kain lap atau paling banter dijadikan kain mandi sangking tidak layaknya.

Parahnya hasil membatikku juga tidak jauh berbeda, menurut Sawitri masih tidak rata dan terlalu banyak bintik tebal di berbagai gambar motifnya. Hadeeh ... Kalau bagian itu salahkan saja canting-nya yang terlalu deras mengalirkan cairan lilin. Apalagi ditambah tanganmu sulit diajak bekerjasama karena terlalu grogi saat harus membatik sambil dipandangi banyak orang.

Kembali lagi ke masalahku hari ini. Kanjeng Praya dengan baik hatinya menyuruh kami untuk mengganti seluruh kain yang ada dengan kain yang dia bawa. Perlu digaris bawahi bahwa kami yang dia maksud adalah Aku dan Sawitri yang harus melakukan semua perintahnya.

Rasanya ingin berkata KASAAAARRR, lalu apa kabar pelayan – pelayan wanita yang di bawanya tadi ? Nyatanya mereka hanya dibiarkan berdiri, sedang dua orang lagi sibuk mengipasi sang majikan cantiknya.

Harap diingat, kota Malang hingga mendekati abad ke-21 nanti masih termasuk kawasan yang memiliki udara dingin, jika dibandingkan Surabaya apalagi Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Mungkin istilah yang cocok saat ini adalah orang kaya dan cantik mah bebas

"Jangan kain yang itu ! Coba yang berwarna biru gelap saja" Perintah Kanjeng Praya

Menggigit lidah guna menahan emosi, bayangkan aku baru saja selesai menganti seluruh tirai jendela dan pembatas pintu. Ini bahkan belum ada sepuluh menit "Baik Kanjeng" Jawabku sambil tersenyum sebisanya

Rasanya keringat di dahiku sudah mirip bintik – bintik spora pada tanaman cocor bebek saking banyaknya. Ingin berteriak bahwa sebenarnya akulah yang butuh dikipasi bukan perempuan di atas kursi dan tengah asik minum itu. Nasib pelayan gini - gini amat.

Apa ini karmaku ? Tapi seingatku dulu, sejak kecil hingga tidak tinggal di Bandung lagi, aku tidak pernah memerintah Teh Sumi alias asisten rumahku atau ibunya Bi Mumun kecuali jika aku kesulitan menemukan barang, ingin jus atau susu cokelat hangat, membeli cemilan, makan nasi goreng atau mie instan tengah malam hingga membantu tugas praktek kerajinan dari sekolah. Itu tidak termasuk mengeksploitasi asisten rumah tangga kan ? Heeeem ... Oke, kalau dipikir – pikir, aku juga termasuk jenis majikan yang banyak mau sepertinya.

Menghembuskan napas panjang kala semua tirai telah berganti warna menjadi biru gelap sesuai keinginan Kanjeng Praya. Menyeka keringat dengan punggung tanganku lalu berbalik badan dan sedikit membungkuk memberi hormat "Sudah selesai, Kanjeng" Ucapku pelan

"Heeem ... Suasananya menjadi terlalu gelap. Benar tidak ? Sepertinya yang hijau tadi jauh lebih baik. Ganti lagi semuanya. Aku akan memeriksa kamar Pangeran. " Ucap Kanjeng Parya sambil berdiri "Kenapa Sawitri lama sekali di sana ? Padahal hanya mengganti kelambu saja. Jangan – jangan dia ketiduran. Jika benar, akan aku hukum dia! " Lanjutnya sambil mendengus kemudian berjalan menuju kamar tidur Pangeran Anusapati

Memejamkan mata menahan emosi yang rasanya sudah sampai di ubun – ubun. Menyesal karena tidak menjadi anggota merpati putih saja sehingga aku bisa menggunakan tenaga dalam. Paling tidak emosiku bisa tersalurkan, minimal dengan membuat Kanjeng Praya jatuh terjengkang ke belakang.

Tapi sialnya sisi baik dalam diriku yang waras berkata bahwa bela diri tujuannya untuk membela diri bukan untuk melukai orang lain. Namun sebaliknya sisi jahat dalam diriku terus berbisik bahwa kekesalan itu harus disalurkan agar tidak menimbulkan penyakit hati berkepanjangan. Dendam itu gelap dan hitam, maka salurkanlah agar hatimu tidak menghitam. Menggeleng – gelengkan kepala guna menghalau pikiran buruk itu dari kepalaku ini. Untung niat buruk belum akan dihitung sebagai dosa, sebelum benar – benar dilaksanakan. Begitu kalau tidak salah, kata Pak Ustad Hamid saat menyampaikan kajian waktu itu.

Semakin mendekati sore, suasana kediaman Pangeran bertambah ramai karena kedatangan Dewi Rambi dan Dewi Rumbu alias adik bungsu Pangeran Anusapati. Mereka datang dengan alasan ingin membuat rangkaian bunga untuk kakak tercintanya.

Menurutku sih percuma semuanya, karena mana pernah Pangeran Anusapati peduli tentang warna kain atau hiasan bunga di sekitarnya. Dia mungkin akan lebih tertarik jika diberi ayam petarung baru. Tetapi Pangeran Anusapati yang kukenal adalah orang yang amat sayang pada adik - adik kecilnya itu. Jadi walaupun mereka menghadiahkan katak hijau berpita merah sekalipun, pasti Pangeran tidak akan menolak. Beda cerita jika bukan adiknya yang memberi, maka bisa dipastikan katak itu akan kembali padamu dan tepat mengenai wajahmu.

Mereka berdua mulai membuat rangakian bunga di teras samping pendopo tentu ditemani Kanjeng Praya. Beberapa kali terdengar perdebatan tentang bunga yang mana yang sebaiknya digunakan. Namun siapa juga yang bisa menang melawan the power of bocil, yah kecuali emaknyaMaka sudah dipastikan Kanjeng Praya kalah telak.

Di sisi lain aku kagum karena dia tampak sangat baik menyembunyikan perasaan kesalnya, berusaha tetap tersenyum walau makin lama wajahnya tampak semakin merah. Selain warna wajah yang berubah, tidak ada kata kasar apalagi bentakan pada anak – anak itu. Dua jempol untuknya, tapi jempol kaki karena aku masih sebal padanya.

"Bagaimana jika hamba ambilkan lagi bunga - bunganya Gusti Putri" Ucapku berinisiatif untuk mengambilkan bunga lebih banyak dari taman istana, guna menghindari keadaan yang sepertinya makin tidak kondusif di sini.

"Tentu, yang banyak bunganya !" Jawab Dewi Rumbu antusias

"Baik, Gusti Putri. Hamba akan segera kembali." Lebih baik berhadapan dengan duri mawar daripada duri tak kasat mata milik Kanjeng Praya. Paling tidak, beliau akan lebih jinak bila berhadapan dengan Sawitri dari pada aku.

Langkahku terhenti di depan pintu masuk pendopo "Selamat datang, Pangeran " Ucapku sambil menangkupkan tangan dan menunduk tanda hormat saat berpapasan dengan Pangeran Tohjaya

"Dimana mereka ?"

"Di teras samping, Pangeran"

"Baiklah" Ucapnya lalu segera melangkah masuk, berkebalikan dengan aku yang melangkah ke luar pendopo

***

Kota Malang hingga di masa depan memang menjadi daerah yang subur untuk tumbuhnya berbagai tanaman. Taman kaputren adalah salah satu taman yang ada di istana yang khusus ditanami berbagai macam bunga. Saat memasuki taman aku melihat beberapa pelayan wanita yang juga sedang memetik bunga – bungaan di sini. Memang Kerajaan Singasari adalah salah satu kerajaan bercorak Hindu Budha. Maksudnya terjadi sinkretisme atau perpaduan aliran agama Hindu dan Budha menjadi bentuk Siwa – Budha.

Menurut cerita Sawitri, pendopo kediaman bagi petinggi keagamaan di istana ini juga terbagi menjadi dua. Pendopo pendeta Budha berada di sayap barat istana sedangkan pendopo pendeta Siwa berada di sayap timur istana. Namun katanya tidak sembarang orang bisa mendekati wilayah itu, hanya raja atau keluarga raja yang diperbolehkan masuk tanpa izin terlebih dahulu, sebaliknya bagi pihak lain harus mendapat izin langsung dari raja.

Kalau bagian itu, aku sudah pernah membuktikannya dahulu saat aku nekat bertemu dengan Resi Agung Dang Hyang Lohgawe. Jangankan masuk kediamannya, seratus meter dari gerbang saja sudah dihadang pengawal. Walaupun ternyata aku akhirnya bertemu dengannya secara kebetulan.

Kembali lagi soal bunga – bungaan, perlu diingat bahwa bunga merupakan komponen penting dalam setiap ritual persembahan selain api, air hingga dupa. Tentu bentuk dupa masih tradisional, jujur aku sendiri bingung itu sebenarnya dupa atau malah kemenyan yang dibakar. Maklum aku bukan orang yang banyak tahu soal klenik. Hal itu, tidak hanya terlarang dalam agamaku namun khusus bagiku adalah lebih ke arah takut.

Masalah klenik biasanya akan otomatis terhubung pada mereka yang tak kasat mata. Benarkan ? Apakah kalian percaya adanya jin, hantu, demit, setan atau apalah namanya ? Jika kau tanya aku, maka aku percaya.

Pertama, karena itu salah satu ajaran agama dimana ada jin yang diciptakan sebelum manusia. Kedua, entah kesialan macam apa, tapi aku pernah melihat salah satunya secara tak sengaja. Sampai saat ini saja aku masih merinding bila mengingatnya. Katanya setiap orang melihat penampakan yang berbeda – beda, karena tidak ada yang tahu bagaimana wujud asli mereka.

Aku melihat dia yang berkain kafan dan ada ikatan di kepalanya. Kalian bisa tebak siapa diakan ? Tidak seperti apa yang digambarkan film, dengan wajah putih pucat. Sebaliknya yang menemuiku itu wajahnya kehitaman, nampak seperti habis terbakar dan juga ada bekas darah yang mengering di wajahnya.

Mungkin di rumah sakit wajah hancur dan berdarah – darah tidak akan membuatmu berteriak, namun kenapa kita berteriak saat melihat dalam versi makhluk tak kasat mata ? Menurutku itu karena satu hal yaitu jika manusia yang berdarah – darah maka minimal dia masih bisa berbicara, tapi makhluk itu sebaliknya. Dia hanya melotot memandangmu tanpa bicara. Jujur sampai saat inipun aku tidak bisa menentukan makluk itu laki – laki atau perempuan sangking hancur wajahnya.

Mengelengkan kepala agar menghalau pikiran horror dari otakku, lebih baik aku kembali memetik bunga untuk hiasan dari pada berpikir yang tidak - tidak. Oh yaa ... bunga hiasan berbeda dengan bunga untuk persembahan. Menurut Sawitri lagi, bahwa bunga persembahan tidak boleh yang belum kembang alias masih kuncup, bunga yang sudah gugur dari tangkainya, atau bunga yang telah dimakan semut atau ulat.

Selain itu ada nama – nama bunga yang terlarang untuk dijadikan persembahan. Untuk masalah ini aku tidak begitu ingat nama – namanya, kalau tidak salah bunga gemitir, bunga jempiring atau jempirit ... pokoknya bagiku tidak penting namanya, yang penting adalah aku hapal bentuknya. Masalahnya, aku memang kesulitan untuk menghapal nama – nama, entah nama orang atau nama makhluk lainya.

"Tes ... tes ... tes" Badanku terkesiap mana kala tetesan air mulai turun dari langit. Wow ... ini adalah hujan pertama selama aku berada di sini. Padahal langit tidak mendung tapi hujan gerimis memaksa turun sepertinya. Mungkin itu yang disebut keharmonisan dalam kontroversi. Karena keadaan mulai tak kondusif juga di sini, maka aku buru – buru menyelesaikan pengambilan bunga.

Berjalan agak cepat dengan kepala menunduk dan tangan menutupi bunga – bunga hasil petikanku itu. Memang hujan tidak besar, tetapi rintik – rintik namun bisa jadi masalah jika bunga ini rusak. Habislah aku karena bisa kena omel panjang dari Kanjeng Praya. Padahal kupingku seharian ini sudah berdengung sangking seringnya mendengar Kanjeng Praya menyuruh ini dan itu.

"Aauuuuw" Pekikku saat ujung kepalaku menabrak sesuatu yang keras, inilah dampak berjalan tergesa – gesa ditambah dengan kepala nyaris menunduk tanpa memperhatikan jalan.

"Duuuuk" Aku otomatis terduduk setelah terlebih dahulu terhuyun ke belakang karena tidak bisa menjaga keseimbangan badanku sendiri.

Mendongakkan kepala sambil mengerjabkan mata karena tetesan air hujan mengenai wajahku, kemudian menggelengkan kepala sejenak guna menyaksikan pemandangan di hadapanku. Menyipitkan mata utuk memastikan dia benar – benar berada di sana, bukan khayalanku semata.

"Ckckck ... Ceroboh, seperti biasa !" Decaknya sambil menarik taganku yang tidak memegang bunga. Sehingga aku berdiri tepat dihadapannya, lalu melangkah melewatiku begitu saja ke arah berlawanan. Sedangkan aku malah tetap berdiri bergeming dengan jantung yang berdetak lebih cepat seperti genderang yang mau perang. Hadeeeh ... kenapa jadi mirip lirik lagu ? Malinda Rengganis Putri SADAR WOOIIII ... Teriak hati kecilku

***

Berjalan dengan pikiran berkelana, namun tak ayal bibirku menyunggingkan senyum. Entah mengapa, rasanya hatiku berubah gembira. Mendekati pendopo Pangeran aku melihat Sawitri yang berjalan keluar. Maka akupun berjalan cepat mendekatinya "Mau kemana, Sawitri ?"

"Kanjeng Praya meminta minuman hangat" Jawab Sawitri pelan

"Biar aku saja yang ambilkan, sekalian aku akan berganti kain, lihat aku kehujanan jadi jarik-ku agak basah. Tidak mungkin aku masuk seperti inikan ?" Ucapku sambil memutar tubuhku dihadapannya

Mendengus sesaat "Tidak perlu kau berputar seperti itu juga, Rengganis. Ingat kau pelayan raja bukan penari raja "

"Hihihi ... mumpung aku sedang membawa bunga, jadi cocokkan ?" Balasku sambil mengedip – ngedipkan mata

"Dasar wanita aneh"

"Biar aneh tapi aku cantikkan ?"

"Astaga, apa kau terantuk batu saat menuju ke sini tadi ? Aku bisa gila lama - lama !"

"Ahh ... Aku memang terantuk sesuatu yang keras dan berotot tadi. Pokoknya serahkan bunga – bunga ini yaa. Aku segera kembali sambil membawa minuman panas ... Eh hangat maksudku" Menyerahkan bunga - bunga yang kupetik ke tangan Sawitri.

Sawitri menyipitkan matanya saat memandangku, kemudian mencekal tanganku "Rengganis, jangan macam – macam !" Ancamnya

"Bercanda Sawitri, aku masih sayang nyawa." Melepaskan cekalan tangannya lalu berlari menuju pendopo pelayan

"Jangan lari !" Pekik Sawitri yang kujawab hanya dengan lambaian tangan, tapi memelankan langkahku guna menuruti perintahnya

***

Berganti kain secepat yang aku bisa, lalu mengambil nampan yang telah disiapkan Nyi Knasih berisi sepoci besar wedang rempah. Mirip wedang jahe hanya ditambah delapan rempah lain dan kayu secang. Katanya minuman ini baik untuk mengahalau dingin. Aku pernah minum, namun menurutku rasanya aneh atau mungkin aku saja yang tidak menyukai jamu - jamu.

Merapal doa supaya tidak membuat Kanjeng Praya terlalu lama menunggu. Pendopo Pangeran masih sepi, apa Pangeran Anusapati belum kembali ke pendopo ? Jika dia saja sudah di istana, seharusnya Pangeran Anusapati sudah tiba juga ? Menyesal tadi tidak bertanya pada Sawitri mengenai masalah ini. Pikiranku menerawang, mungkin Pangeran masih di kediaman raja.

"Duk ... duk ... duk ... duk ... duk"

"BRAAAAAAAK ... "

"Pyaaaaaarrr"

Suara benturan dan benda terjatuh bertubi - tubi memekakan telinga.

Meringis pelan menahan panas menyengat di tangan kiriku. Untuk kedua kalinya aku terduduk, walau kini bukan di tanah tetapi di lantai batu. Namun kali ini ditambah bonus tersiram wedang rempah, memang tidak mendidih tapi cukup panas. Mungkin karena sedang sibuk berpikir maka aku tidak sempat menghindari saat Dewi Rumbi yang ternyata berlari dari belokan samping. Walaupun kaget, tapi tanganku refleks mengarahkan poci air itu menjauhi tubuh kecil sang putri. Akibatnya poci jatuh ke kiri, otomatis tanganku menjadi korban dan kulitku kini merah melepuh.

"Apa Gusti Putri tidak ada apa – apa ?" Tanyaku pada Dewi Rumbu yang terlihat kaget dan tentu sepertiku terduduk juga di lantai batu sedangkan Dewi Rambi berdiri di belakangnya dengan mimik wajah kaget.

Menahan panas yang tambah menyengat lalu memandang tanganku yang memerah. Apa ini azab, karena tadi aku bercanda akan membawa minuman panas, akibatnya tanganku tersiram. Mungkin itu yang disebut ucapan adalah doa. Namun, tidak mungkin juga aku membiarkan gadis kecil itu yang terluka. Lebih baik aku yang merasakan sakitnya.

Mencoba bangkit untuk menolong Dewi Rumbu, namun suara teriakan marah dari Kanjeng Praya membuatku terpaku di tempat

"APA YANG KAU LAKUKAN ? BERANI SEKALI KAU MENCELAKAI GUSTI PUTERI !" Ucapnya menggelegar sambil berderap menghampiriku. Sebaliknya Dewi Rambi segera membantu Dewi Rumbu berdiri

Kanjeng Praya menoleh memandang Dewi Rumbu yang matanya sudah berkaca – kaca "Apa Puteri baik – baik saja ?" Kemudian memutar tubuh kecil itu sejenak "Apa ada yang terluka hm ?" Suaranya berubah lembut berkebalikan dengan yang tadi

"Ti ... tidak. Aku tidak terluka" Jawab Dewi Rumbu "Aku tadi berlari tanpa mem___"

Tidak mendengarkan perkataan Dewi Rumbu, dengan wajah merah menahan marah Kanjeng Praya berjalan ke arahku "DASAR PELAYAN TAK TAHU DIRI !" Hardiknya lalu mendekat guna melayangkan tangannya kepadaku

Menutup mataku bersiap menerima tamparannya. Jujur aku tak pernah ditampar sebelumnya, aku bahkan lolos saat ospek dulu. Berhubung ini akan menjadi pengalamanku yang pertama, jadi ketakutanku bertambah berkali - kali lipat. Mau menghindar atau menepis tangannya juga tidak mungkin, karena posisiku hanya pelayan. Maka aku memutuskan untuk menutup mataku saja. Tinggal beberapa detik lagi. Mirisnya nanti tidak hanya tanganku yang akan terasa sakit tetapi juga pipiku.

"Hentikan Praya ... Jangan pernah menyentuh orang – orangku !" Suara pelan namun dengan nada dingin yang sudah lama tidak kudengar, kini terdengar lagi.

--------------------Bersambung----------------------

23 Oktober 2020

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

68.3K 8.5K 31
"Aku menawarkan pekerjaan padamu." "Pekerjaan?" Alis tebal Louisa bertaut. "Ya, pekerjaan. Pekerjaan yang sangat cocok untukmu, kau tak perlu kemana...
366K 35.2K 40
Mungkin, masa lalu yang dapat menyembuhkannya Book I Start: 26 Maret 2020 End : 19 Mei 2020
87K 10K 70
[Wattys 2018 Shortlist] "Mata masyarakat tidak akan peduli dengan rasa sakit kita semua! Yang mereka pedulikan adalah kehidupan mereka masing-masing...
1.3K 109 35
Bagimana jika kamu yang awal nya takut dengan pria yang hanya bisa kamu lihat tetapi semakin berjalan nya waktu kamu malah mecintainya. Pria itu t...