The Vermilion Primrose [END]

By LunaDandelion_

2M 275K 10.6K

Catatan: Akan segera terbit, chap masih lengkap, belum revisi, boleh dibaca tapi jangan sampai lupa kasih vot... More

Prolog
01. Akhir ialah Awal
02. Usaha Annika
03. si Mata Merah
04. Arti Sebuah Nama
05. Hari Pertama
06. Keluarga Baru
07. "Kaulah tujuan ku"
08. Hadiah
09. Piano Putih
10. Partnership
11. Fokus! Ian!
12. Penglihatan Sienna
13. Last Night at Winter
14. Spring For Us
15. Lavender
Visual Character (Revisi)
16. Trouble
17. Surat
18. Duke Vallerius
19. The Reason
20. First Meet
22. Lucian Aldrich Vallerius
23. Way Back Home
24. Fur Elise And Giselle
25. Meet Again?
26. Primrose
27. Selena Irene
28. Someone
29. Waltz
30. Death Day
31. kebakaran
32. Yuna
33. Waktu yang Berputar
34. Tea Time
35. Something Hidden
36. Elfa Secioria
37. Ellya
38. Peduli?
39. Perasaan
40. Helena dan rencana Lucian
41. Annika's Debutante (I)
42. Annika's Debutante (II)
43. Don't Go!
44. Lumiere
45. Someone in the dark (End season 1)
[2nd] 1. Curse?
[2nd] 2. it's Okay to not be Okay
[2nd] 4. Pertanyaan tak Terduga
[2nd] 5. Reuni
[2nd] 6. Perburuan
[2nd] 7. Saputangan
[2nd] 8. Salah Paham
[2nd] 9. Nightmare
[2nd] 10. Investigation
[2nd] 11. Rainbow Falling
[2nd] 12. Time
[2nd] 13. Titik Awal
[2nd] 14. Throw him!
[2nd] 15. Saling Berkaitan
[2nd] 16. Jeremy
[2nd] 18. Malam Festival (II)
[2nd] 19. Crimson Curse
[2nd] 20. Murderer
[2nd] 21. Trap
[2nd] 22. In illusion
[2nd] 23. Jeruji Besi
[2nd] 24. Last Time
[2nd] 25. Kartu
[2nd] 26. Monster bermata merah
[2nd] 27. Penyerangan
[2nd] 28. Fake soul
[2nd] 29. Pathetic Destiny
[2nd] 30. Looking for You
[2nd] 31. Evil (I)
[2nd] 32. Evil (II)
[2nd] 33. The battle (I)
[2nd] 34. The Battle (II)
[2nd] 35. Red Pistil
[2nd] 36. Say Goodbye
[2nd] 37. Annika Raihanna
[2nd] 38. Without Her
[2nd] 39. Little Hope
[2nd] 40. Encounter
Epilog
# Extra [I]
# Extra [II]
# Extra [III]
# Extra [IV]
# Extra [V]
# Extra [VI] END

[2nd] 17. Malam Festival (I)

12.3K 1.8K 52
By LunaDandelion_

"apa putri ibu tidur dengan nyenyak?"

Aku mengangguk pelan pada pertanyaan sederhana ibu--sosok penuh kasih sayang ini a.k.a Marchionnes--pagi ini, ya, ibu yang memilih untuk tidak ikut ke gunung Presley memilih tinggal dan mengurus segala sesuatu di Mansion sebagai seorang istri Marquis.

Tangan halus itu tengah menata rambutku, malam tadi, ia cukup terkejut melihatku datang dengan Lucian dari gunung Presley. Ibu yang tidak tahu berita tentang aku yang diserang beruang menyambut kami dengan antusias meski itu ditengah malam sekalipun.

Dan Lucian kembali setelah mengantarku, ibu bilang dia cukup sibuk, alasan mengapa aku bisa bertemu dengannya di kastil, karena dia akan menghadap Hansel tentang perkara yang terjadi saat itu. Atas kesaksian wein-kesatria keluarga-yang menyaksikan dia berdiri kaku didepan mayat beruang cukup menarik perhatiannya.

Aku harap dia tidak apa setelah ini.

"Ibu, kenapa ibu membiarkan tangan ibu menata rambutku? Kita bisa meminta pelayan melakukan."

"Kau itu sudah dewasa dari dulu, semenjak putri ibu ini bangun dari sakit parahnya dulu, kau bersikap seolah-olah kau bukan anak kecil lagi, saat hujan deras kau biasanya akan berlari kekamarku, sekarang kau malah memanggil Lucian untuk menemani mu."

Itu dianya yang datang kekamar ku karena takut-_-

"Sekarang kau sudah besar, bahkan ibu tidak percaya dengan banyaknya surat lamaran yang datang untukmu dari hari ke hari..."

Tangan lembut nya memeluk leherku, sosok wanita penyayang ini memelukku dengan erat layaknya ibu pada umumnya. Aku bersandar pada lengan ibu dengan nyaman.

"Alasan kenapa ada banyak surat lamaran yang masuk ke rumah ini untukku karena kecantikan ibu yang luar biasa ini menurun padaku."

"Wah, Annika sedang menggoda ibu? Hmm?"

"Bisa dibilang, itu sebabnya ayahku sangat setia pada ibu kan?"

"Ayahmu itu lebih mengerikan dari surat lamaran mu, kau tahu? Dia bahkan membiarkan dirinya melajang disaat semua temannya sudah menikah hanya untuk mengejar ku."

"Itu berarti ayah sangat mencintai ibu."

"Hmm, padahal ada banyak yang lebih cantik dan mempesona dibanding ibu mu ini, kau tahu? Duchess goldenbright dulunya mengejar-ngejar ayahmu."

Aku melebarkan mata. "Ibu dari tuan Albert?"

Ibu mengangguk dan tersenyum manis. Aku pernah beberapa kali bertemu dengan Duchess goldenbright, dia adalah Albert versi perempuan nya, rambut hitam dan mata hazel yang indah. Kalau Albert bermata biru, mengikuti Duke.

"Kisah kalian tak terduga..."

"Yah, begitulah, tapi ibumu ini senang karena menikah dengan pria yang sangat mencintai dirinya dan putra-putri nya."

"Ibu benar...."

Dalam hukum didunia ini, seorang bangsawan bebas ingin memiliki istri lebih dari satu, bahkan kaisar Kendrick, ayah dari Hansel dan Selena memiliki lima selir, dan empat dari mereka, kaisar memiliki lima pangeran dan satu putri lainnya. Jangan tanya dimana keberadaan mereka, Selena bilang mereka tinggal diistana khusus, tentu saja hidup ke-delapan bersaudara itu tentram dalam satu wilayah istana.

tentram bagi Selena, bagi Hansel dan ke-lima saudara laki-laki nya, tentu saja tidak. Yang namanya anak dari seorang penguasa negara besar, tentu saja ada yang namanya perebutan takhta kekuasaan. Tapi karena pengaruh dari keluarga Hansel lebih besar dari ke-lima keluarga selir yang lain, tentu saja mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Alasan lain kenapa aku tidak ingin berurusan dengan seorang pangeran-tokoh utama- sepertinya adalah karena aku tidak ingin berurusan dengan yang namanya dokumen negara, perebutan kekuasaan, harta warisan, dan tentunya....

Aku tidak ingin dimadu, terimakasih.

"Ibu...aku akan pergi ke festival, apa ibu ikut?"

"Maksudmu... festival bulan musim gugur?"

"Ya, aku sudah membuat beberapa simpul bunga."

Wanita dibelakangku ini memasang pose berpikir, meski wajahnya telah nampak dengan beberapa kerutan, dia tetap terlihat cantik, Marchionnes memiliki kepribadian lembut dan penyayang, itu sebabnya terkadang aku merasa nyaman berada disisinya.

"Pergi saja, ibu sedang sakit kepala karena beberapa laporan keuangan dapur, minta pada Dewi bulan agar hubungan mu dengan Lucian berjalan mulus sampai akhir, oke?"

Aku mengangguk dan...

"Baiklah...tunggu, apa?!"

Aku menoleh dengan cepat kearah ibu yang tengah tertawa lepas menanggapi keterkejutan ku, ia lalu berdehem dan mengelus puncak kepalaku. "Bagaimana mungkin ibu tidak tahu, hmm? Cara dia menatapmu, bagaimana interaksi kalian berdua, dan juga sikap lembutnya terhadapmu itu tidak dapat membohongi ibumu ini."

"Kupikir kami menyembunyikan nya dengan baik..."

"Lalu, kau pikir ibu tidak menganggap serius pernyataan nya di upacara kedewasaan mu? Bahkan ayahmu tengah serius membicarakan itu."

Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal, malu.

Padahal kupikir aku dan ian menyembunyikan nya dengan baik selama ini, tapi setidaknya aku dapat mengetahui, Marchionnes tidak menentang hubungan kami.

***

"Hei, bukankah kau yang bertugas membersihkan kamarku menggantikan Arina?"

Annika mendelik kearah pelayan yang tengah membereskan perlengkapan teh dimeja tamu kamarnya. Pelayan itu membungkuk hormat dan mengiyakan pertanyaan sederhananya.

"Apa kau melihat pot berisikan bunga primrose yang biasanya terpajang didepan jendela ini?"

Annika menyentuh bekas terakhir ia melihat pot itu, kosong, tidak ada bekas apapun disana.

"Oh..uh, itu, bunga itu terlihat layu jadi saya memindahkan nya ke tempat yang lebih hangat, nona tau? Bunga tertentu tidak dapat bertahan dengan udara dingin."

"...."

Annika mengangguk tanda setuju, tapi setelah beberapa saat ia memikirkan nya, bunga merah itu tidak pernah lagi meski telah melewati tiga tahun dengan tiga musim dingin yang memiliki cuaca ekstrem. Memikirkan nya, membuat Annika menoleh kearah pelayan dan menatapnya horor.

"La..yu? Layu yang kau maksud itu, bunga nya jdai coklat? Daun dan kelopaknya gugur, kering, dan...menyatu dengan tanah?"

"Nona, tentu saja bunga itu kalau layu akan berwarna coklat, ada apa dengan nona?"

"Tidak, tunggu..."

Annika menggigit kuku jarinya dengan gusar.

'itu tidak pernah layu selama tiga tahun, ini akan memasuki tahun keempat...kenapa layu...'

Ia kemudian memerintahkan pelayan bernama Ella itu mengambil pot dan bunganya untuk dibawa kedepannya, dan benar saja, bunga itu kehilangan tiga kelopaknya. Itu gugur ke tanah pot dan layu, buruknya bunga itu juga terlihat kering dan terlihat tidak hidup.

"Apa...harus saya buang?"

"Jangan, ini berharga, anggap saja ini nyawaku, jadi jangan dibuang, letakkan saja di atas meja samping kasurku."

"....baik, nona."

'pikirkan perkara itu nanti, aku harus mengganti pakaianku sebelum Ian datang menjemput.'

"Apa nona ingin mengganti pakaian? Biar saya bantu."

"Oh, kau tidak sibuk? Aku bisa mengganti nya sendiri, kupikir pelayan dapur membutuhkan bantuan."

"Saya adalah pelayan sementara nona menggantikan Arina. Jadi biarkan saja melayani nona."

Pelayan itu tersenyum dengan senang, Annika tidak punya waktu untuk berdebat tentang hal ini jadi ia mengiyakan permintaan nya.

"Oh, tolong oleskan salep ini pada ruam yang ada dipunggung ku."

"Ruam?"

"Ya, pastikan ayah, ibu dan kedua saudara ku tidak mengetahuinya, itu hanya akan membuat keributan."

Annika melepas gaun nya, menunjuk ruam yang dimaksud, sang pelayan menatap punggungnya dengan ragu dan bertanya pelan.

"Nona, disini tidak ada ruam, hanya....sebuah luka bakar..."

Deg...

'apa?'

Annika mengernyit ketika sensasi dingin menyentuh permukaan lehernya sepeti salju, salep dioleskan dengan hati-hati oleh pelayan bernama Ella itu, Annika menatap cermin dan memeriksa nya, benar saja, ruam kemerahan berubah menjadi luka bakar dengan bintik-bintik hitam dibeberapa bagian yang cukup mengerikan untuk dilihat.

'aku tidak berpikir aku melakukan suatu hal yang berbahaya beberapa saat lalu....'

Mantel hangat menutupi bahunya.

'pertama kali, itu terasa panas seperti tengah terbakar, lalu berubah menjadi ruam, dan sekarang, luka bakar? Ini baru sehari sejak Arina menyebutkan ada ruam dipunggung ku....'

Perasaan dan pikiran mengerikan berputar dibenaknya.

'apa ini sesuatu yang berbahaya?'

"Kau terlihat tertekan, apa ada yang salah?"

Lucian meletakkan tangannya di atas kepalanya, punggung tangan nya terasa panas dan dingin disaat bersamaan. Ia menatap Annika khawatir. "Kau sakit? Kalau sakit, kita tidak perlu pergi ke festival."

"Tidak, aku tidak sakit, sungguh."

"Kau yakin?"

"Ya, aku yakin aku tidak sakit, hanya saja....ini dingin...."

Lucian memerhatikan raut kebohongan yang jelas terlihat diwajahnya, memilih untuk tetap diam tanpa bertanya lagi, Lucian menghela nafas dan tersenyum kecil.

"Baiklah, Kemarilah..."

Annika bersandar pada bahunya dan memeluk tubuh Lucian yang hangat.

"Bagaimana dengan penyelidikan tentang beruang? Kudengar kau terlibat cukup jauh...."

"Yah, begitulah, meski kesatria wein hanya mengatakan melihat ku berdiri didepan beruang, putra mahkota bersikeras meminta keterangan lebih jelas tentang itu, aku menjelaskan apa yang aku tahu."

Annika mendongak. "Apa yang terjadi padamu saat itu?"

"Aku....aku tidak ingat, anehnya, aku tidak ingat apapun, aku... tiba-tiba masuk dalam ruang halusinasi alam bawah sadarku saat melihat beruang itu...aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya."

"Itu aneh...."

Lucian mengangguk dan balas bersandar di bahunya, memejamkan matanya yang lelah dan menghela nafas pelan.

"Hanya denganmu aku merasa tenang."

Annika yang tengah berpikir serius tidak terlalu memerhatikan Lucian yang mencium lehernya, meski ia merasa gelinpada nafas panas yang menggelitik lehernya. Gambaran  sosok pria yang menolong nya dari beruang muncul dibenaknya baru ia mendorongnya dengan keras.

"Mari temui pria itu!"

"Pria?"

"Ya! Kau ingat tamu yang waktu itu?"

"Apa dia seseorang yang kemarin bersama mu ditenda?"

"Ya, kenapa?"

"Jangan dekat-dekat dengannya, aku tidak suka!"

Annika mengangkat alis pada sikap manja tiba-tiba dari seorang Lucian yang tengah berbicara dengan suara serius.

"Kau....cemburu?"

"Pria mana yang suka melihat kekasihnya bersama dengan pria lain dalam satu ruangan...."

Annika melebarkan matanya seolah mendengar sesuatu yang luar biasa dari seorang Lucian saat ini.

"Kau terlihat... bodoh..."

"Tapi aku lebih jenius darimu."

"Tapi dalam seni dan memasak aku lebih unggul dari mu!"

"Heh, aku pernah sekali loncat kelas karena kecerdasan ku!"

"Heh! Saat kau berusia 12 tahun tulisanmu bahkan lebih jelek dari tulisanku!"

Abaikan perdebatan mereka, jika berdebat, dua pasangan ini tidak akan pernah berhenti saling memaki satu sama lain dalam hal kejeniusan otak.

***

Elden berdiri sisi jembatan dan menggosok kedua tangannya yang dingin karena angin malam, ada begitu banyak lampion gantung dengan berbagai macam warna menggantung di sepanjang jalan kecil dan area festival bulan musim gugur, di air terjun, para nona bangsawan banyak terlihat dengan teman sebayanya masing-masing.

Berbeda dengan di kota, dimana festival bulan musim gugur diadakan disepanjang sungai yang mengalir dikota, masyarakat menyambutnya dengan antusias yang besar.

Perbedaan kedua kasta tentu terlihat disana, elden, memerhatikan nya dengan cermat, berbeda dengan Victoria. dimana rakyat dan bangsawan hidup berdampingan dengan baik, ia merasakan banyak hal berbeda ditempat asing ini.

'yah, ini kebudayaan mereka, tentu berbeda dengan Victoria...'

Ia menghela nafas kala mendengar rekan sehidup semati nya- Harry, tengah bersiul santai dan merangkul dirinya. "Menunggu nona itu?"

"Apa-apaan ini..."

"Waah, Amoura, lady Rose, dan Irina kau abaikan, ketika bertemu dengan wanita lain di negara orang kau dekati, sungguh, elden Alainn, kupikir adikmu akan terkejut mendengar berita ini."

"Heh, kau berniat mengadu dengan Lisa kupatahkan lehermu."

"Jika kau mematahkan leherku, kau harus mencari alasan apa pada keponakan tercintamu hah?"

"Cih, paman seperti mu itu hanya membawa nasib buruk untuk pangeran."

Harry meledeknya dengan mengikuti gaya bicaranya, meminum wine ditangan, ia melempar senyum kesana-kemari ketika melihat para wanita meliriknya diam-diam. "Aku cukup terkenal bukan?"

Elden mengabaikan, ini sudah 30 menit sejak festival' dimulai, dan ia belum bertemu dengan wanita yang berjanji akan menemuinya lagi disini.

"Tuan..."

Elden terlonjak kaget, dan tersenyum pada suara yang menyapanya.

"...oh, kau! Nona yang waktu itu mengabaikan tamu?!"

"Maaf, tapi kita belum memperkenalkan diri secara resmi, namaku Annika Raihanna, Putri bungsu keluarga Marquis Raihanna."

"Elden Alainn, mereka memanggil ku elden."

Elden mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Annika, tapi seseorang menahannya lebih dulu. Ia mendongak dan baru menyadari ada 'pihak' lain disisinya.

Didepannya, ada sosok Annika yang tersenyum canggung setelah memperkenalkan diri dengan seorang pria yang merangkul pinggang nya erat seperti pemburu yang tidak akan membiarkan orang lain mendekati buruannya semudah itu.

'wah, wah, tipikal orang overprotektif...haha...'

"Tuan, lama tidak bertemu..."

"Ini baru sehari dua hari sejak nona menghilang dari kompetisi berburu, ngomong-ngomong kenapa nona menemuiku saat ini?"

"Aku ingin minta maaf karena mengabaikan tamu waktu itu dan menghilang tanpa berkata apapun."

Elden memutar mata kearah pria disampingnya. "Pasti gara-gara pria ini bukan?" Elden menatapnya atas bawah, Lucian mendelik tak nyaman dan mengeratkan tangannya pada pinggang Annika.

"Maaf, tapi, aku tidak perlu meminta izin untuk membawa seseorang yang resmi menjadi milikku sepenuhnya."

Ucapan Lucian tentu mencuri perhatian dua pria didepannya, apalagi Annika yang mengedipkan matanya seperti orang bodoh mendengar ucapannya, Harry yang memerhatikan keduanya tersenyum lebar dan bertepuk tangan.

"Kalian suami istri?"

"BUKAN!"

Annika berteriak keras dan melepaskan tangan Lucian secara paksa dengan cepat, Lucian mengangkat alis frustasi seolah itu mengganggunya. Annika menjaga jarak darinya dengan wajah merah.

"K...kami bahkan belum bertunangan, haha, kami bukan suami istri...."

Annika melotot tajam pada Lucian yang mengangkat tangan tanda menyerah. harry memerhatikan keduanya sekilas lalu memilih pergi daripada berlama-lama dalam suasana mencekik dari aura yang asalnya tidak jelas saat ini.

Meninggalkan mereka bertiga, yang sepertinya memiliki beberapa kata untuk diucapkan.

"....yah, keputusan terakhir putra mahkota menyatakan ada keterkaitan dari pihak ketiga yang belum dikonfirmasi siapa identitas nya."

Elden menghela nafas setelah mengatakan apa yang ingin ia katakan. Mata emasnya melihat kearah Lucian sekilas.

"Dan beberapa orang berpendapat menurut apa yang mereka lihat tanpa melihat bukti yang sebenarnya tanpa mencari tahu lebih dulu, aku pikir persaingan para bangsawan disini terhadap suatu posisi lebih mengerikan dari yang aku duga."

"Apa... maksud mu mereka menuduh Ian yang melakukan nya?"

"Begitulah..."

Annika menoleh kearah Lucian yang tampak tenang seolah itu bukan masalah besar baginya saat ini, Duke Vallerius dikenal sebagai seorang keluarga Adipati yang kedudukannya tidak dapat digeser sedikitpun, karena berjasa besar dalam membangun Westegaard bersama tentu saja keluarga Vallerius dari generasi ke generasi dihormati.

'tapi Ian bukan orang yang mewarisi darah Vallerius... Statusnya adalah anak angkat yang akan meneruskan gelarnya saja...'

Anak angkat, tentu saja status itu lebih rendah daripada anak dari seorang budak yang dilahirkan dalam keluarga bangsawan, Lucian sepenuhnya adalah orang dari rakyat biasa yang mendapat gelar bangsawan setelah diangkat anak oleh Duke Vallerius. Posisi yang mudah diguncang oleh bangsawan yang menginginkan posisi tinggi.

'meski dibuku dijelaskan kalau orang dengan mata merah adalah keturunan langsung kekaisaran west yang telah hancur, fakta itu sudah tenggelam dan keberadaan mereka jelas tidak lagi dianggap ada...'

"Kenapa kau tidak memberitahuku?"

"Jika aku memberitahumu, kau akan memperlakukan ku seperti anak kecil yang harus dilindungi, aku bukan Lucian yang akan berlari dan merengek pada mu seperti dulu, aku bisa saja membunuh mereka dalam waktu singkat jika aku mau, jadi jangan khawatir."

Lucian tersenyum dan menenangkan Annika.

"Apa mereka tidak akan meminta kesaksian ku?" Annika memutar balik pandangan nya menuju elden yang mengangkat bahunya.

"Entahlah, aku tidak tau pasti, hanya saja saudara laki-laki mu, Marquis tidak mengijinkan mereka untuk menginterogasi mu mengingat keadaanmu akhir-akhir ini."

"Ah...aku mengerti...tuan, terlihat menunggu seseorang?"

Lucian yang mendengar ucapan Annika menoleh dan berdecak lidah kesal. "Ayolah, ini sudah 40 menit, sampai kapan kau akan berbicara dengannya? Kita ada kencan!"

"...."

Annika menatapnya dengan tajam, lalu menoleh lagi dengan ramah menuju elden yang tengah menahan diri untuk tertawa lepas.

"Ekhm...apa nona kenal dengan nona Helena Adelio? Aku sedari tadi menunggu nya disini...."

"Helena?"

Tbc

I need moodboster:')

Don't forget to vote 😉

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 19.7K 3
Seorang karyawan wanita disebuah perusahaan, tiba-tiba mengalami kecelakaan yang menewaskan dirinya. jiwa wanita itu berpindah dan masuk ke dala. tub...
1.3M 154K 42
⚠️CERITA INI MURNI ILUSTRASI SENDIRI DAN JANGAN DI COPY⚠️ Kekaisaran Zherion. Kekaisaran yang terkenal sangat kuat bahkan sampai ke bidak-bidaknya. K...
81.8K 8.2K 32
Setiap detik yang berjalan, menjadi saksi bisu betapa menderitanya dua insan yang tak dapat bersatu bagai arunika. Sebutir harapan pada kerinduan yan...
4.3M 545K 83
[Bukan Novel Terjemahan - END] #9 in Fantasi !!! #1 in Fantasy !!! #1 in Romansa !!! Potongan memori yang terakhir dia ingat adalah ketika matanya me...