to be young and in love [end]

By hijstfu

1.4M 159K 8.4K

Coba sekarang bayangkan. Kamu hidup sebagai cewek yang biasa aja. Bener-bener biasa aja, sumpah. Tugasmu simp... More

ini prolog
ini pertama
ini ketiga
ini keempat
ini kelima
ini keenam
ini ketujuh
ini kedelapan
ini kesembilan
ini kesepuluh
ini kesebelas
ini keduabelas
ini ketiga belas
ini keempat belas
ini kelima belas
ini keenam belas
ini ketujuh belas
ini kedelapan belas
ini kesembilan belas
ini kedua puluh
ini kedua puluh satu
ini kedua puluh dua
ini kedua puluh tiga
ini kedua puluh empat
ini kedua puluh lima
ini kedua puluh enam
ini kedua puluh tujuh
ini kedua puluh delapan
ini kedua puluh sembilan
ini ketiga puluh
ini tiga puluh satu
ini ketiga puluh dua
ini ketiga puluh tiga
ini ketiga puluh empat
ini ketiga puluh lima
ini ketiga puluh enam
ini ketiga puluh tujuh
ini ketiga puluh delapan
ini ketiga puluh sembilan
ini keempat puluh
ini keempat puluh satu
ini keempat puluh dua
ini keempat puluh tiga
ini keempat puluh empat
ini keempat puluh lima
ini extra part satu
ini extra part dua
sini curhat
aduh, kok jadi begini?

ini kedua

43K 3.6K 177
By hijstfu

Oke. Kamu mau mulai dari mana? Nama? Rumi Prabandani. Umur 17 tahun, kelas 11 IPA 5 (kelas penjurusan yang aku menyesal abis memilih penjurusan IPA dibanding IPS). You will know why. Engga asik menceritakan kebodohan sendiri. Apalagi yang mau kalian tahu?

Hm.

Biasanya sih, pengen tahu perihal fisik. Oke. Aku itu manis, sebetulnya. Hanya kedekilan dan kumpulan jerawat di mukaku aja yang menutupi kemanisan itu. Aku dapat menjadi manis, kalau Mas Danu memberikan uang minimal tiga juta deh (aku engga berani minta Bu Dewinta, soalnya dia engga kerja, penghasilan cuma dari Mas Danu doang), dan, wuuuush, dijamin secepat kilat juga aku bakal jadi Gal Gadot atau Megan Fox? Tapi, ya gitu. Mas Danu pelitnya minta ampun. Segala macem alesan dibuat. Ada karena genteng rusak lah, buat bayar listrik lah, atau aku harus mandiri nyari duit sendirilah. Huh. Kalau kata dalang wayang (Bu Dewinta sering banget nonton beginian di youtube), sangkin pelitnya, bisa kali Mas Danu bawa pecut waktu berak, biar lalat-lalat engga kerubunin eeknya. Iuh. Tapi bener deh, aku heran banget, kok sama adik sendiri pelit begitu. Kayak dulu waktu aku minta uang ceritanya begi—

Ceklek.

Bunyi pintu kamar yang terbuka membuatku menoleh. Di sana, si raja pelit berdiri sambil memainkan kedua alisnya. Aku menatapnya datar. Kuperhatikan pakaiannya rapi, bukan yang mau berangkat kerja, tapi seperti mau jalan keluar. Lagian ini hari Minggu.

"Kenapa?"

Akhirnya aku buka suara, karena Mas Danu hanya diam, dan melipat kedua tangannya di dada. Dia menyeringai, sebelum berbalik badan, lalu ...

Pruuuut.

Setelahnya Mas Danu kabur secepat kilat setelah menutup pintu. Aku melotot engga percaya. Mulutku terbuka lebar menatap kelakuan bejadnya itu, sebelum berteriak:

"MAAAAS DANUUUU!!!!"

Aku melotot. Fuck. Kalau kamu mau tahu, kentut dari seorang Randanu Agisetya itu ampun deh, baunya kaya sampah berbulan-bulan yang udah dikerubungi lalat sama belatung. Iuh. Laaknat banget deh. Segera saja, pintu kamar kukuak lebar-lebar, begitu juga jendela kamar agar gas beracun manusia pelit itu cepat-cepat hilang.

Sabar, Rumi. Orang sabar, jerawatnya cepat hilang.

Umur doang sudah kepala tiga, bangga banget mengaku-ngaku jadi manusia dewasa yang bertanggung jawab untuk masalah dalam rumah ini. Tapi, kelakuan bodong banget. Sambil cemberut, memikirkan balas dendam pada Mas Danu, aku turun ke ruang makan, di mana Bu Dewinta terlihat sedang sibuk menata piring-piring cantik koleksinya di meja.

Tuh lihat. Bukti ketidakadikan Mas Danu padaku. Hanya meminta uang tiga juta agar kehidupan masa depanku terjamin, pelitnya minta ampun. Giliran Bu Dewinta minta uang buat beli koleksi piring, seperti kilat langsung ditransfer.

By the way, kalau kalian penasaran, Bu Dewinta itu Ibuku. Umur 13 tahun, aku beralih memanggilnya Bu Dewinta, sebab apa ya... biar beda ajalah gitu. Lalu, kalau kalian bertanya-tanya, Bapakku di mana. Well, Bapak sudah meninggal dua tahun lalu karena diabetes. Yes, itu kenapa Mas Danu bertingkah seolah dia pemimpin keluarga. Hih.

"Selamat siang, Bu Dewinta. Menu apa hari ini yang Anda masak?" Tanyaku sambil menggeret kursi makan, kemudian duduk dan memperhatikan Bu Dewinta yang mulai mengeluarkan masakannya satu per satu. Sayur asam. Hm. Aku engga suka sayur asam, aku prefer sayur bening atau sop. Skip. Ayam goreng. Sambal, dan lalapan.

"Waw, terlihat menggiurkan sekali."

Pujian wajib untuk dilontarkan ketika Bu Dewinta menyajikan masakannya. Itung-itung sebagai apresiasi kerja Bu Dewinta yang sudah rela memasak untuk mengisi perut keronconganku.

"O ya, Bu. Mas Danu nyebelin banget, ih. Masa dia kentut di kamarku, terus pintunya ditutup," curhatku sambil sesekali menyuap makanan.

Wait. Biar aku perjelas, dulu waktu Bapak masih hidup, meja makan adalah tempat terlarang untuk mengobrol, katanya engga sopan, makan sambil ngomong, apalagi kalau sampai makanan nyemprot ke luar atau tersedak ... dan mati. Tapi, semenjak Bapak engga ada, kebiasaan tersebut hilang dalam sekejap, karena aku dan Mas Danu (Bu Dewinta juga sih) adalah tipe yang engga bisa diem-diem aja. Maaf Bapak.

"Disemprot pakai pewangi dong. Kemarin Ibu beli pewangi ruangan yang aroma terapi di Shopee, enak deh Rum. Kalau engga salah Ibu taruh di meja ruang tamu."

Bu Dewinta dan online shoping adalah duet maut. Engga terhitung berapa kali dalam seminggu aku mendengar, "Pakeeeeet." di depan rumah. Mas Danu emang royal banget sama Bu Dewinta ini. Katanya balas budi. Padahal aku tahu, biar engga dijodoh-jodohin (Bu Dewinta kan bakal sibuk ngurusin barangnya, dibanding ngurusin hidup Mas Danu). Kalau kamu mau tahu kenapa rasanya Mas Danu tuh engga segan ngeluarin duit buat Bu Dewinta, biar aku kasih tahu sesuatu. Mas Danu itu sudah kerja di perusahaan pers gitu (aku engga tahu namanya apa), dan jabatannya sudah lumayan. Aku lupa namanya, tapi kalau engga salah sih sebagai Pemimpin Redaksi. Hm. Aku engga tahu sepenting apa jabatan itu, tapi kalau Pemimpin berarti sudah tinggikan? Dan gajinya gede?

"Udah aku semprot pakai minyak wangiku, Bu," aduku.

Aku melirik pada Bu Dewinta yang sedang menikmati makanannya, sambil menonton serial India di TV. Menimbang-nimbang keadaan ataupun mood Bu Dewinta karena aku ingin meminta uang ya ... untuk apalagi kalau bukan muka. Tanya? Engga? Tanya? Engga? Aku lalu berkata takut-takut ...

"Bu, jerawatku banyak banget. Gatel, pengen aku garuk. Udah mana merah-merah gini."

Aku berhasil menangkap perhatiannya. Terbukti ketika Bu Dewinta melirik ke wajahku, meneliti dengan cermat sebelum berkata. "Minta Mas beliin obat jerawat."

Udah, Bu Dewinta. Udaaaah. Tapi anakmu yang katanya gagah itu pelitnya engga ketulungan.

"Ibu aja sih. Sekalian beli apa gitu. Tapi jangan bilang, buat beli obat jerawat buatku juga," kataku memprovokasi agar Bu Dewinta meminta uang pada Mas Danu. "Kayaknya Ibu belum ada tupperware gambar Jodha Akbar," kataku asal sambil menyebutkan serial kesukaan beliau. Ibu Dewinta menoleh tertarik, "Emangnya ada?"

Aku mengangguk. Harapanku melambung tinggi mendengar sahutan tertariknya, tetapi seketika terhempas ketika Ibu Dewinta kembali berkata, "Iya, entar. Kasian Masmu, uangnya buat beli pelaratan domestik terus. Engga pernah buat nyengengin diri sendiri."

Dih. Kan Bu Dewinta sendiri yang selalu minta ini itu sama Mas Danu. Inginnya sih aku ngomong begitu, tapi hanya tertelan bersama suapan terakhirku.

Sabar ya, glowing. Pada waktu yang tepat, aku percaya dapat menghilangkan para jerawat ini.

***

Well, kalau kamu mau tahu tentangku, pastinya harus dalam segala aspek. Kamu sudah tahu kehidupanku di rumah (yang sebagian besar isinya hanya dijahili Mas Danu), maka sekarang kamu harus melihat kehidupanku di sekolah (alias melihat sisi kebodohanku). Please jangan mengasihaniku.

Yes, gais. Aku itu bodoh banget di sekolah. Terutama pelajaran eksakta alias Kimia, Matematika, Fisika, Biologi. Jadi, please, tolong maklumi. Aku... paling tinggi mendapat nilai 45 untuk Fisika (aku engga sedih-sedih amat, soalnya banyak yang ngaku kesulitan juga). 75 untuk Matematika (ini bejo doang asli, untung pas KKM). 80 untuk Biologi (kayaknya ini doang yang mending sih, soalnya mengandalkan pemahaman dan hapalan), dan terakhir 75 untuk Kimia (yes, pas KKM lagi). Sedangkan untuk terendah... aku mendapatkan tanda tanya (?). Serius bener-bener tanda tanya. Entah karena tulisanku yang engga bisa dibaca, atau memang jawabannya ngawur semua. Hahaha. Aku aja malu banget waktu maju, ngambil dan nerima kertas ujiannya.

Udahlah. Kalau dibicarain bagaimana bencinya aku pada pelajaran-pelajaran eksakta itu, engga bakal kelar. Bakal panjang bangeeeet. Lagian aku juga engga suka-suka banget bicarain bagaimana gobloknya aku di pelajaran itu semua. Lebih baik, kita alih topik. Tepatnya ke sahabatku, Joan Amela.

Well, Joan itu sebenernya asik banget. Aku kenal dia dari SMP (kami selalu sekelas). Awal kenal, aku sih yang awalnya SKSD gitu, dulu, pulang dari MOS SMP di angkot (kebetulan kami searah pulang). Eh, akrab sampai sekarang. Sangkin akrabnya, kami saling menulari hobi masing-masing. Joan menulari hobi membacanya padaku, dan aku menulari Joan hobi berburu cowok-cowok seksi. Yes, aku suka banget membaca karena Joan. Thanks Jo. Dari mulai 3600 detiknya Charon, trilogi Jingga dan Senjanya Esti Kinesih, hingga trilogi The Hunger Gamesnya Suzzane Collins aku lahab habis, tanpa banyak protes. Joan juga tertular hobiku yang bikin dosa mata itu (melihat cowok-cowok maksudnya). Sejauh ini sih, Henry Cavill doang yang memenuhi standar kami, dan tentu saja... Ari si fictional character di novel Jingga dan Senja.

Dari situ, kemudian datang ilham untuk berburu dan menggaet senior-senior kece yang sekiranya sekeren Ari di Jingga dan Senja.  Tapi... sampai detik sekarang, di mana aku sedang mengerjakan piket kelas, belum kutemukan belahan jiwaku Ari. Entah memang karena wajahku atau memang bukan takdirku untuk merasakan romansa di bangku SMA. Entahlah.

gimana? feelnya dapet engga siiiih? aku kalau nulis insekyur ga ada feelnya. hiks. jangan lupa vote dan komen yaaaa!! love you. muach.

Continue Reading

You'll Also Like

1.3K 341 14
Sepenggal cerita tentang mahasiswa-mahasiswa yang terpilih mengikuti program riset yang diadakan kampus ke sebuah pulau pariwisata yang cantik dan ja...
1.1M 50.4K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
Implisit ✔ By Nana

Teen Fiction

586K 49.8K 32
Pemeran utama tak selamanya harus jadi pihak yang disakiti kan? Buktinya Maudy, Sang Pemeran Utama yang masuk ke dalam hubungan orang lain. .. P.s: s...
56.7K 6.1K 35
Pertama kali publish : 24 April 2020 [PRIVATE ACAK] . Masuk ke sekolah barunya di Igleas High School, salah satu sekolah terfavorit di New York, Amer...