EGO - Jung Hoseok

By R_Seokjin

76.1K 7.4K 1.3K

Atur saja hidupku, aku tidak apa. More

Prolog
E.1
E.2
E.3
E.4
E.5
E.6
E.7
E.9
E.10
E.11
E.12

E.8

3.7K 527 72
By R_Seokjin

Jimin menumpukkan tangannya di atas meja. Menatap kearah kanannya. Pada bangku yang sudah 3 hari ini kosong karena sang pemilik yang tidak hadir.

"Mian, Tae. Aku belum bisa menemuimu dalam keadaan seperti ini." Lirih Jimin.

Jimin memejamkan matanya. Tidak peduli jika nanti dosen datang. Yang Jimin inginkan, ia hanya ingin tidur. Semalam, Jimin benar-benar tidak bisa tidur sama sekali karena memikirkan Hoseok dan Jin yang tidak ada dirumah. Perdebatan antara dirinya dengan sang ayah juga menjadi salah satu penyebab ia mengalami insomnia.

Jimin membuka matanya tiba-tiba saat mendengar kursi yang berada disebelahnya bergeser.

"Tae!"

Ya, yang menggeser kursi itu adalah Taehyung. Taehyung, adalah orang yang menempati kursi disebelahnya.

"Kenapa kau masuk?"

"Memangnya kenapa? Tidak boleh?"

"Ya, b..bukan begitu juga sih."

Jimin dibuat salah tingkah oleh sikap dingin Taehyung. Jimin berpikir, apa Taehyung marah karena ia tidak menemui Taehyung 3 hari ini?

"Kemana kau selama ini, Jim? Kenapa tidak datang kerumahku?"

Benar kan?

"Ahh.. Itu, maaf. Hoseok hyung sakit, jadi aku disuruh Jin hyung untuk menjaganya."

Taehyung menghela napas berat.

"Masih saja tidak mau terbuka." Lirih Taehyung namun masih terdengar oleh Jimin. Taehyung beranjak dari kursinya membuat Jimin terkejut.

"Kau mau kemana Tae?"

"Bolos."

"Yaa! Tapi dosen sebentar lagi masuk."

Taehyung tidak menggubris Jimin dan terus melangkahkan kaki keluar kelas dengan tas di pundaknya.

"Aku ikut!" Cepat-cepat Jimin juga melakukan hal sama. Membawa tasnya lalu pergi meninggalkan kelas menyusul Taehyung yang sudah beberapa langkah didepan Jimin.

"Kenapa kau ikut? Anak pintar tidak boleh bolos!"

"Ya, kau benar. Anak pintar tidak boleh bolos."

"Lalu? Kenapa kau ada disini?"

"Ya karena aku tidak pintar, jadi aku boleh bolos kan?"

"Terserah."

"Ya! Tae, tunggu!"

Jimin berteriak saat Taehyung meninggalkannya lagi. Jimin mengikuti kemana perginya Taehyung. Awalnya Jimin bingung, namun akhirnya Jimin tahu kemana tujuan Taehyung.

"Waah sudah lama tidak datang kemari."

Taehyung mengangguk tanpa terlihat oleh Jimin yang masih asik memandang hamparan rumput didepannya. Taehyung memejamkan matanya pada sofa yang sudah tersedia. Ya, mereka menghampiri tempat saat dimana dulu Taehyung pertama kali mengenalkannya pada Jimin.

"Tae."

"Hmm?"

"Bagaimana kabarmu?"

"Yang kau lihat seperti apa?"

Jimin menatap Taehyung dari atas kepala sampai kaki.

"Secara fisik baik, yaa meskipun terlihat lebih kurus dibanding 3 hari yang lalu."

Taehyung berdecak sebal. Ia kembali memejamkan matanya tanpa menimpali ocehan Jimin.

"Tapi, hatimu tidak baik- baik saja."
Taehyung menatap kearah Jimin yang sudah duduk disebelahnya.

"Jangan so tahu."

"Bukan so tahu, aku yang lebih dulu pernah ditinggalkan ibuku. Jadi aku tahu bagaimana hancurnya hatimu saat ini."

"Lalu, kemana kau saat kau tahu hatiku sedang hancur, Jim?"
Jimin menunduk diam. Memainkan jari tangannya tanpa menjawab pertanyaan Taehyung. Taehyung terkekeh pelan.

"Jim, kau masih tidak ingin membaginya padaku? Kau pikir aku tidak tahu apa yang terjadi saat aku tidak bertemu denganmu? Ya, aku memang tidak bertemu denganmu. Tapi, aku bertemu Hoseok hyung."

Jimin masih tidak bergeming. Jimin lupa, kalau sang kakak adalah teman baik Namjoon. Kakak Taehyung. Jimin juga lupa, Hoseok pasti akan pergi kerumah Namjoon yang menjadi rumahnya Taehyung juga.

"Maaf, aku hanya tidak ingin menambah bebanmu Tae. Kau sedang bersedih. Teman mana yang tega menambah kesedihannya?"

"Akhirnya, kau mengakui kalau aku ini temanmu. Aku senang."

Taehyung tersenyum. Lalu kembali merubah raut wajahnya.

"Tapi, aku lebih senang kalau kau mau berbagi padaku. Bercerita bebanmu sama sekali tidak menambah bebanku Jim. Kau pikir, selama 3 hari aku tidak masuk karena keadaanku yang masih berkabung?"

"Salah. Aku sengaja. Aku ingin tahu, kau mencariku atau tidak. Cih! Jangankan mencari, mengabari saja tidak. Ahh, apa ponselmu rusak?"

Jimin menggeleng. Ia mengambil ponselnya didalam tas. Memberikannya pada Taehyung dengan keadaan ponselnya yang mati.

"Ahh, mati karena kehabisan baterai?"

Jimin kembali menggeleng.

"Tidak, aku mematikannya."

"Cih! Pantas saja! Ciri-ciri teman yang tidak perhatian pada temannya."

"Enak saja! Aku khawatir padamu asal kau tahu!!" Sambar Jimin yang tidak terima dengan tuduhan Taehyung.

Taehyung tertawa pelan saat berhasil menggoda Jimin.

"Jadi, mau berbagi?"

Jimin diam. Ia menghela napasnya sebelum akhirnya bercerita pada Taehyung. Kejadian yang ia alami beberapa hari kebelakang. Tentang Seokjin dan Hoseok yang meninggalkan rumah, tentang pertengkarannya dengan sang Ayah karena Jimin memaksa untuk membawa kembali Seokjin dan Hoseok pulang kerumah. Dan tentang pikiran Jimin yang merasa tidak dibutuhkan oleh kedua kakaknya.

"Hyung mu itu bukannya tidak menyayangimu Jim. Kau salah. Hoseok hyung selalu menceritakan bagaimana kau yang selalu menjadi alasan dia untuk tertawa. Kau tidak tahu, bagaimana Hoseok hyung yang begitu sedih saat ia terpaksa mengikuti Seokjin hyung untuk meninggalkan rumah. Hoseok hyung sangat memikirkanmu."

"Kenapa tidak datang kerumah kalau memang Hoseok hyung peduli padaku?"

"Itu yang harus kau tanyakan langsung pada hyung mu. Aku yakin ada alasan kenapa mereka, ah tidak. Kenapa Seokjin hyung membawa Hoseok hyung pergi dari rumah. Dan setelah kau tahu alasannya. Tinggal kau yang harus memahaminya. Selama itu yang terbaik, aku rasa kau harus mendukung keputusannya. Seokjin hyung sudah dewasa. Jadi, dia tahu apa yang harus dilakukan untuk adik-adiknya."

Jimin kembali bungkam. Taehyung tidak tahu, kalau Jimin sudah tahu alasannya. Ya, Taehyung benar. Ini hanya perlu dirinya yang mau memahami keadaan. Tapi, Jimin juga ingin egois. Apa harus sakit dulu baru Seokjin peduli padanya? Apa Jimin harus seperti Hoseok dulu agar Seokjin juga mau melindunginya?
Sebagai adik, Jimin tentu butuh perhatian dari kedua kakaknya. Tidak salah bukan?

"Sudah Jim, sekarang cepat hibur aku! Disini aku yang lebih sedih asal kau tahu!"

Jimin berdecak.

"Aku salut padamu, Tae. Kau masih bisa seperti ini. Padahal kau baru saja ditinggal ibumu."

Taehyung tersenyum lalu menggeleng.

"Aku sudah lama ditinggal oleh ibuku, Jim."

"Maksudmu?"

"Ayah menyembunyikan semuanya dariku. Aku percaya saat ayah bilang kalau ibuku koma. Tapi, ternyata keadaan ibuku sudah tidak mungkin untuk bangun."

"Kenapa?"

"Mati otak."

"Mwo?!"

"Ya, dan aku yang melepas sendiri ibuku saat aku tahu kalau ibu tidak akan bisa bangun lagi. Saat itu aku yang meminta ayah untuk melepaskan alat yang selama ini menjadi penopang hidup ibuku. Aku merasa berdosa Jim. Aku merasa jahat sudah menahan ibuku bertahun-tahun. Aku menunggu ibuku bangun. Tapi nyatanya? Aku justru menyakiti ibuku. Dan lihat? Aku bisa seperti ini karena aku merasa lega. Ibuku sudah tidak kesakitan lagi. Terpuruk itu pasti. Siapa yang tidak terpuruk saat ditinggal orang yang disayangi? Tapi, aku juga tidak ingin berlarut-larut karena itu juga akan membuat ibuku sedih."

Jimin tertohok. Ia salut pada Taehyung yang bisa bersikap seperti itu saat ibunya pergi meninggalkannya. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya dulu. Jimin merengkuh Taehyung. Membuat Taehyung akhirnya bisa menangis.

Jimin hanya ingin melihat Taehyung menangis, mengeluarkan rasa sesaknya. Mengganti hari dimana Jimin tak ada disamping Taehyung.

***

Jimin menyimpan ponselnya didalam tas. Ia lambaikan tangannya saat melihat orang yang ia kenal. Jimin segera menghampiri orang tersebut karena tidak ingin membuatnya menunggu lama.

"Sudah selesai?"

"Nee, maaf ya Hyung. Aku harus mengumpulkan tugas dulu sebelum pulang."

"Jangan bohong Jimin-ah."

"Nee?"

"Kau hari ini membolos kan?"

"Hyung tahu darimana?"

"Taehyung memberitahuku. Dia yang menyuruhku menjemputmu lewat Namjoon."

Jimin terkejut. Kenapa teman aliennya itu malah memberitahu sang kakak kalau dia ikut bolos bersama Taehyung?

"Awas kau Tae! Besok aku pastikan kau tidak akan selamat!" Batin Jimin menggerutu.

"Jangan menyalahkan Taehyung. Ayo masuk!"

Jimin menghela napas. Kalau masalah bolos. Kakaknya yang kedua ini pasti tak akan mengampuninya. Jimin pasrah, dan akhirnya masuk kedalam mobil sang kakak. Ya, yang menjemput Jimin adalah Hoseok. Hoseok diberitahu Namjoon kalau adiknya itu bolos berdua bersama Taehyung.

"Hyung, kita mau kemana?" Tanya Jimin. Namun tak ada jawaban dari Hoseok. Hoseok tetap fokus pada jalan. Wajahnya yang datar membuat Jimin bergidik ngeri.

"Hyung! Oke oke, aku minta maaf kalau aku bolos hari ini. Hyung! Jangan memasang wajah seperti itu!"

"Jim, kau kan tahu aku paling tidak suka kalau kau bolos dari kuliahmu. Kau tidak tahu.."

"Iya iya aku tahu, aku lebih beruntung karena aku bisa masuk ke universitas itu dengan izin ayah, sementara kau tidak bisa!" Potong Jimin cepat. Jimin jengah pada Hoseok yang terus mengingatkannya pada masalah tersebut. Tidak tahukah Hoseok kalau Jimin selalu merasa bersalah setiap mereka membahas masalah itu?

"Maaf Jim. Maafkan aku." Lirih Hoseok. Hoseok memberhentikan mobilnya. Ia beralih menatap Jimin. Ia pegang pundak Jimin lembut.

"Hyung, tolong. Jangan bahas itu. Kau tidak tahu seberapa besar rasa bersalahku padamu. Aku bodoh, Hyung! Selama ini aku tidak tahu masalahmu. Maafkan aku. Hiks!"

"Tidak Jimin. Kau tidak bersalah. Jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri."

Hoseok memeluk Jimin yang terisak. Hatinya sangat sakit saat melihat adiknya menangis.

"Jimin-ah. Hyung mohon. Berhenti untuk melakukan ini karena Hyung. Hyung ingin kau melakukan apapun yang kau inginkan. Tolong, jangan merasa terkekang dengan apa yang aku suka. Berhenti disini Jimin-ah. Hyung tidak apa-apa. Hyung lebih senang kau melakukan apapun yang kau suka dengan keinginanmu sendiri. Bukan karena Hyung."

"Tidak, aku tidak akan berhenti."

"Jimin-ah." Hoseok mengelus rambut Jimin.

"Biarkan seperti ini, Hyung. Untuk menebus kesalahanku."

"Tapi hyung tidak suka!!"
Jimin menunduk, saat Hoseok mencengkram pundaknya. Jimin tidak ingin menatap manik mata Hoseok. Jimin tidak ingin luluh pada ego-nya. Jimin tidak akan mengatakan 'iya' dengan perintah Hoseok atau ia akan semakin merasa bersalah.

"Jimin-ah. Hyung mohon hmm?"

"Ini sudah keputusanku, Hyung." Lirih Jimin. Hoseok memejamkan matanya. Menetralisir rasa amarahnya pada Jimin.

Ia kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi membuat Jimin ketakutan. Jimin menggeleng keras. Ia menutup telinganya brutal. Tubuhnya bergetar hebat.

"Tidak! Ibu! Tolong jangan mengebut! Berhenti hiks! Tolong berhenti!!"

Napas Jimin tersengal, suaranya hampir habis karena terus berteriak meminta Hoseok untuk menghentikan mobilnya. Hoseok juga ikut panik melihat Jimin sangat ketakutan. Sungguh, Hoseok tidak tahu sama sekali tentang Jimin yang takut dengan laju mobil yang cepat.

"Jimin-ah! Hey! Kau kenapa?!"

"Tidak.. Jangan.. Hiks.. Hoseok hyung tidak bersalah Ibu, jangan hiks.." Gumam Jimin yang terus menekan telinganya dengan mata tertutup. Wajahnya sudah basah karena air matanya.

Sementara itu, Hoseok terkejut dengan pengakuan Jimin. Apa Jimin tidak sadar dengan perkataannya? Apa tadi? Maksud Jimin apa?

"Jimin-ah. Apa yang kau tutupi dariku?" Lirih Hoseok yang kemudian merangkul Jimin untuk menenangkannya.

To Be Continued

Halooooo..
Akhirnya aku bisa up Ego malam ini..

Masih ada yang nungguin gak ya? 🙈

Happy reading yaa..

Sampai ketemu di chapter selanjutnyaa..
Annyeong!

-RJin-

Continue Reading

You'll Also Like

84K 8K 32
Supaporn Faye Malisorn adalah CEO dan pendiri dari Malisorn Corporation yang memiliki Istri bernama Yoko Apasra Lertprasert seorang Aktris ternama di...
170K 19.2K 47
#taekook #boyslove #mpreg
45.1K 6.2K 29
tidak ada kehidupan sejak balita berusia 3,5 tahun tersebut terkurung dalam sebuah bangunan terbengkalai di belakang mension mewah yang jauh dari pus...
202K 21.8K 41
Menyesal! Haechan menyesal memaksakan kehendaknya untuk bersama dengan Mark Lee, harga yang harus ia bayar untuk memperjuangkan pria itu begitu mahal...