Revenge 2 | TREASURE

By ANDINI-RIYANA

723K 163K 115K

"Apa yang terjadi selama ini bisa aja gak akan terjadi di masa yang akan datang." More

PROLOG
BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
EPILOG
ALTERNATIVE ENDING
sesuatu
vote cover
OPEN PRE-ORDER

BAGIAN 6

21.9K 5.2K 3.6K
By ANDINI-RIYANA

"Yeonjun, lo tau sesuatu, kan?!" bisik Yoonbin pada Yeonjun, terkesan mendesak.

Mereka berdua berdiri di koridor depan ruangan Asahi dan Doyoung yang saling berhadapan.

"Jangan percaya omongannya," ucap Yeonjun pelan.

"Hah?" Yoonbin mengernyit heran. "Omongon siapa?"

Yeonjun menatap dalam Yoonbin.

"Mashiho."

Yoonbin membulatkan mata.

Jangan bilang Yeonjun membuntutinya ke sana?

"Lo buntutin gue ya--"

"Dari tadi isi pikiran lo ganggu gue," potong Yeonjun. "Gue bisa rasain, lo mulai gak percaya sama gue dan terpengaruh sama kata-kata Mashi."

Yoonbin terdiam.

"Gue sahabat lo, Bin. Lo udah lama kenal sama gue, gak mungkin gue bunuh sahabat gue sendiri."

"Kiw kiw, berduaan aja nih," celetuk seseorang yang keluar dari seberang ruangan Asahi.

Haruto.

"Gimana keadaan Doyoung?" tanya Yeonjun.

"Pake nanya segala, coba lo benturin pala lo ke tembok, gak sakit?"

"Sensi amat, Mas. Tinggal jawab aja napa dah."

"Ya parah lah, lo cek aja langsung," kata Haruto. "Gue permisi ya abang-abang rapper, silakan lanjutkan pacarannya."

Haruto langsung ngibrit pergi setelah berkata begitu, apalagi Yoonbin mau menggaploknya.

"Tuh anak mulutnya berdosa banget," sungut Yoonbin.

Kedua laki-laki itu kemudian memasuki ruangan Doyoung dirawat. Sudah ada anak-anak kosan di dalam sana, kecuali Jaehyuk yang tidak mau meninggalkan Asahi sendirian dalam keadaan tak sadarkan diri.

Berbeda dengan suasana di ruangan Asahi yang beberapa orang masih dapat bercanda, di ruangan Doyoung, semuanya menatap sendu Doyoung yang dinyatakan koma.

Dari pernyataan dokter, pisau dapur yang tertancap di dada Doyoung, hampir saja menembus jantungnya, laki-laki itu juga kehilangan banyak darah ditambah dibagian perut juga sangat mengenaskan.

"Siapa pun yang udah lakuin ini ke Doy, gue gak bakal kasih ampun!" seru Jihoon marah, tangannya mengusap-usap rambut Doyoung dengan lembut.

"Jeongwoo, lo saksi mata di sana bareng Haruto, bisa jelasin kronologinya?" tanya Yedam seraya menatap Jeongwoo.

Kasus penusukan ini juga sudah ditangani oleh Pak Jiyoung, dalam masa penyelidikan. Besok Haruto dan Jeongwoo akan memberi kesaksian di kantor polisi.

Jeongwoo mulai menjelaskan kronologinya, mulai dari Doyoung pamit pergi ke kantin, sampai berakhir dia dan Haruto menemukan Doyoung tergeletak di anak tangga paling bawah.

"Oh iya, orang misterius itu juga ngasih pesan begini." Jeongwoo meronggoh saku celana abunya, lalu mengeluarkan kain yang sudah dilipat dari sana.

Semua yang ada di situ kompak ikut melihat isi tulisan yang ada dalam kain putih tersebut.

"Dari mana dia tau nama Doyoung, Junghwan dan Yedam?" Junkyu bertanya bingung.

Sementara Yedam dan Junghwan mulai ketakutan nama mereka disebut-sebut sebagai target.

"Gue gak mau ditinggal sendirian lagi, gue takut." Junghwan menggumam khawatir.

Melihat adiknya terlihat gelisah, Junkyu menghampiri Junghwan, merangkul laki-laki itu untuk menenangkan.

"Sekarang semuanya udah jelas." Yeonjun tiba-tiba buka suara.

Kini semua atensi beralih pada laki-laki berambut kuning itu.

"Udah jelas apa, Bang?"

"Teka-Teki," jawab Yeonjun.

"Teka-Teki apa dah, Bang? Ngomong langsung aja please, otak setengah-setengah gue gak mampu menganalisis apa yang lo bicarain," ujar Jeongwoo.

"Peneror itu," kata Yeonjun. "Dia udah balik buat balas dendam ke kalian semua."

"HAH?!"

"Lah, termasuk gue dong?" Renjun bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri.

Yeonjun tidak menjawab pertanyaan Renjun.

"Dulu dia cuma neror Hyunsuk, Junkyu dan Jihoon, itu pun lewat pesan. Sekarang dia nerornya udah naik level."

"Berarti cepat atau lambat gue juga bakal kayak Doyoung?" tanya Jeongwoo takut-takut.

"Bukan cuma lo, Wo, kita semua," ujar Yedam.

"Yang pasti dia bakal neror kalian semua, tapi dengan cara teror yang berbeda," kata Yeonjun. "Doyoung diteror lewat tusukan, Asahi didorong dari atap, dan kalian, gue belum bisa prediksi teror macam apa yang bakal dia kasih ke kalian."

Mendengar tuturan dari Yeonjun, membuat mereka semua was-was.

Mereka pikir hidup mereka sudah tenang, rupanya teror itu masih berlanjut.

Dan kali ini lebih parah.

"Tapi yang jadi pertanyaan gue saat ini, kenapa Asahi bisa gak terluka padahal dia jatuh dari ketinggian 25 meter?" tanya Jihoon.

"Sama, cuma ada dua kemungkinan yang terjadi sama Asahi kalo lompat dari ketinggian 25 meter, tewas atau patah tulang, tapi ini enggak ada luka sama sekali," imbuh Junkyu.

Mereka terdiam untuk beberapa saat.

"Jadi sekarang gimana?" tanya Yedam akhirnya.

Semua pandangan mengarah pada Yeonjun, meminta saran, karena di sini yang dapat dipercaya dan diandalkan hanya Yeonjun.

"Kalian jangan keluar sendirian, harus berdua atau bertiga, usahain jauhi kawasan yang memungkinkan peneror itu nyerang kalian," jelas Yeonjun.

"Tuh peneror maunya apa sih?! Dia kan punya ilmu, kenapa gak bunuh kita semua aja sih pake sihirnya daripada neror-neror gak jelas gini, tujuannya apa coba?" Jeongwoo bertanya kesal.

"Heh, tuh mulut sembarangan aja," sembur Jihoon. "Emang lo mau cepet-cepet mati?"

"Eh gak gitu juga maksudnya," ucap Jeongwoo.

"Apa pun alasannya, tujuan dia neror kalian semua sekarang udah beda dari tujuannya yang sebelumnya," tutur Yeonjun.





























Udara malam hari terasa begitu menusuk kulit hingga ke tulang, namun tak membuat laki-laki jangkung itu beranjak dari kursi panjang yang ada di taman rumah sakit.

Sudah hampir dua jam dia duduk di sana, dengan isi kepala yang terus-terusan memikirkan satu hal.

"Mulai sekarang jangan pergi sendirian lagi."

Haruto menoleh untuk mencari asal suara, dan mendapati Yeonjun jalan mendekat ke arahnya dengan kedua tangan disusupkan ke kantong jaket parker hitamnya.

"Biar ngenesnya gue gak keliatan gitu, Bang?" Haruto malah bercanda, padahal Yeonjun berkata serius.

Yeonjun mengabaikan pertanyaan Haruto.

"Lo ngapain di sini?" Yeonjun bertanya seraya duduk di samping Haruto.

Haruto menghela napas, kemudian menatap ke langit.

"Tanpa gue kasih tau juga lo pasti udah tau isi kepala gue sekarang, kan?" Haruto tersenyum miring ke arah Yeonjun.

"Nggak," balas Yeonjun.

Ekspresi Haruto seketika berubah.

"Serius?" Haruto bertanya tidak percaya, kaget dia. "Bukannya lo bisa baca pikiran orang?"

"Iya," jawab Yeonjun. "Tapi gue selalu gagal baca isi pikiran lo."

Mendengar penuturan Yeonjun itu membuat Haruto menganga tidak percaya.

"Yang bener aja lo, Bang?"

Yeonjun hanya mengedikkan bahu.

Haruto kemudian senyum-senyum tidak jelas. "Duh, you make me feel special."

Yeonjun mendengkus dengan raut datarnya. "Serius, Haruto."

Melihat Yeonjun tampak tidak ingin bercanda, Haruto pun memasang raut seriusnya.

Dia mengeluarkan ponselnya dari saku celana, membuka aplikasi Telepon, kemudian ke panggilan masuk.

Haruto menunjukkannya pada Yeonjun.

"Lo percaya sama gue gak?" tanya Haruto.

Senyum terukir di bibir Yeonjun.

"Gue gak bisa baca isi pikiran lo, tapi gue bisa tau lo bohong atau jujur."

Haruto terkekeh, lalu mulai menceritakan tentang penelepon asing yang menghubungi nomornya.

"Suaranya, mirip suara bang Hyunsuk," kata Haruto. "Tapi gak mungkin itu bang Hyunsuk, dia kan lagi koma, gak mungkin dia yang nelpon gue."

Yeonjun mengambil ponsel Haruto, mengamatinya dengan saksama. Laki-laki itu merasa ada yang tidak beres.

"Tapi, Har, nomor asing yang lo bilang itu, nomor pribadi." Yeonjun berkata seraya menyodorkan kembali ponsel Haruto.

"Hah? Masa?" Haruto membulat tak percaya, lalu ikut melihat nomor yang meneleponnya tadi siang.

Benar, nomor yang menelepon Haruto adalah nomor pribadi, alias nomor Haruto sendiri.

"Loh, kok gini? I-ini...."

Haruto tak sanggup melanjutkan kalimatnya, dia begitu terkejut, dia baru memperhatikan nomor yang meneleponnya kemarin.

"Ilusi," kata Yeonjun. "Peneror itu teror lo dengan cara ilusi."

"A-apa m-maksudnya?" Haruto mulai was-was.

"Peneror itu udah balik, Haruto," ucap Yeonjun, lalu menjelaskan apa yang sudah dia katakan pada anak-anak di ruangan Doyoung tadi.

"Berarti, peneror itu neror gue pake panggilan pribadi?"

Yeonjun mengangguk.

"Dengan kata lain, peneror itu mau bikin lo tertekan karena panggilan-panggilannya, terus jadi gila," imbuh Yeonjun.





























***

Ke depannya bakal lebih aneh keknya

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 531K 48
❝Kata mama, permainan ini bisa bikin meninggal.❞
The Phone 3 | TXT ✓ By MAYA

Mystery / Thriller

761K 201K 29
❝Teror akan segera berakhir.❞
443K 44.9K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
18.4K 3.2K 11
[END] •haunted hospital• the Monster is here! bertaruh melawan monster untuk menyelamatkan nyawa itu bukanlah hal yang mudah, dimana setiap gerak ger...