IDENTITY (END)

By titahgayatri

2M 117K 1.3K

"Tadi lo bentak dia dan hampir aja main fisik. Dia itu pacar lo, lo nggak boleh bersikap kayak gitu." "Dia ng... More

SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
DUA PULUH TUJUH
DUA PULUH DELAPAN
DUA PULUH SEMBILAN
TIGA PULUH
TIGA PULUH SATU
TIGA PULUH DUA
TIGA PULUH TIGA
TIGA PULUH EMPAT
TIGA PULUH LIMA
TIGA PULUH ENAM
TIGA PULUH TUJUH
TIGA PULUH DELAPAN
TIGA PULUH SEMBILAN
EMPAT PULUH
EMPAT PULUH SATU
EMPAT PULUH DUA
EMPAT PULUH TIGA
EMPAT PULUH EMPAT
EMPAT PULUH LIMA
EMPAT PULUH ENAM
EMPAT PULUH TUJUH
EMPAT PULUH DELAPAN
EMPAT PULUH SEMBILAN
LIMA PULUH
LIMA PULUH SATU
LIMA PULUH DUA
LIMA PULUH TIGA
LIMA PULUH EMPAT
LIMA PULUH LIMA
LIMA PULUH ENAM
LIMA PULUH TUJUH
LIMA PULUH DELAPAN
LIMA PULUH SEMBILAN
ENAM PULUH
ENAM PULUH SATU (END)
Zelta harus tetep senyum walau dia kesel!
Extra Chapter
SEQUEL

SEMBILAN

30.3K 1.9K 23
By titahgayatri

Keenam nama yang disebutkan—tanpa ragu—berjalan kompak keluar kelas. Bertepatan ketika mereka sampai di depan ruangan Pak Ardi, pintu kayu berwarna coklat tua itu terbuka, menampilkan kedua sosok cewek yang familiar. Dua orang itu adalah Hana dan Ratih.

Ratih langsung menunduk saat matanya tak sengaja bertemu tatap dengan mata dingin Kania. Berbeda dengan Hana yang dengan berani mengangkat dagunya dan menatap enam orang itu seakan tak kenal takut.

Kania mendengus dengan sinis sebelum ia menarik kerah seragam Hana dan menghempaskan tubuh cewek itu ke dinding. Tangannya mengepal dan hendak melayangkan tinju ke wajah Hana. Namun, pergerakannya terhenti ketika suara Pak Ardi dari dalam ruangan menginstruksi mereka untuk masuk.

Mata Kania menatap Hana dengan tatapan permusuhan. Ia melepas kerah seragan Hana secara kasar lalu berjalan memasuki ruangan. Alci melirik Hana sekilas, tak lupa ia memberi sebuah peringatan untuk memperingati Hana bahawa urusan mereka belum selesai. Sementara Selena hanya tertawa penuh ejekan melihat tingkah sok berani yang ditampilkan Hana.

Sedetik setelah keenam cewek itu masuk dan pintu ruangan ditutup, Ratih berlari kecil menghampiri Hana lantas segera membantunya. Saat melihat Hana yang nyaris menerima tinju dari Kania, Ratih merasa bersalah sekaligus menyesal. Dia terus bertanya-tanya; apa keputusannya untuk melapor tindakan perundungan yang dialaminya sudah benar? Atau keputusan itu malah menjadi petaka bagi dirinya sendiri? Terlepas dari benar atau tidaknya keputusannya tersebut, Ratih tetap merasa takut.

Hana tersenyum tipis kala melihat mata Ratih berkaca-kaca. Tangannya meraih kedua tangan Ratih lalu menggenggamnya dengan penuh kehangatan. "Nggak pa-pa. Ini udah bener. Kita emang harus laporin tindakan mereka."

Sebenarnya jika hanya dengan melapor pada guru bisa membuat Kania dan teman-temannya berhenti melakukan perundungan, Ratih akan melakukannya sedari dulu. Namun, dari kasus-kasus sebelumnya, cara ini tidak pernah berhasil dan malah lebih membahayakan korban perundungan. Sebab keenam orang itu hanya terancam di drop out, namun tidak benar-benar akan di drop out.

Ratih tidak membalas perkataan Hana. Hati dan pikirannya masih dipenuhi dengan ketakutan. Hana yang menyadari ini lagi-lagi tersenyum, berusaha untuk menguatkan dan meyakinkan Ratih bahwa mereka akan baik-baik saja.

"Mau ke kantin?"

Ratih mengangkat kepalanya yang sempat menunduk. Ia menggeleng pelan dan menjawab, "A-aku ba-bawa bekal ma-makan si-si-siang."

"Ya udah, kita makan di halaman belakang aja. Kan di sana sepi, jadi lebih tenang."

Ratih mengangguk menyetujui. Halaman belakang sekolah memang tergolong sepi karena letaknya berada jauh dari gedung utama sekolah dan kantin. Tumbuhan di sana tumbuh dengan subur. Jenis rumput gajah mini yang hijau, pohon mangga yang sedang berbuah lebat, beberapa tanaman hias dan banyak lagi tumbuhan yang membuat sejuk suasana di tempat itu.

Setibanya di sana, Ratih dan Hana duduk bangku kayu yang melingkari salah satu pohon mangga. Ratih sudah membawa kotak bekal makan siangnya dan Hana membawa makanan ringan yang tadi ia beli di kantin. Mereka makan dengan tenang sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang kadang menerpa wajah mereka dan membuat rambut mereka tergerak dengan indahnya.

"Di-di-dikelas, Hana pu-punya te-teman?"

Hana menoleh ke samping lalu mengangguk. "Punya."

"Ke-kenapa nggak ba-bareng te-te-teman ke-kelas aja?"

"Temen gue pada suka gosip kalau lagi jam istirahat. Bukannya gue nggak suka gosip, tapi yang mereka gosipin itu topiknya Kania terus. Kalau bukan Kania pasti Selena atau Alci. Kadang juga gosipin cowok. Itu-itu terus, sampai bosen dengernya."

Ratih tersenyum tipis. "E-enak ya ja-jadi Ha-Hana. Bi-bisa punya ba-banyak temen."

"Eh?" Hana menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Punya banyak temen belum tentu enak. Karena jumlahnya yang banyak itu jadi agak susah difilter. Mana yang bener-bener tulus berteman, sama mana yang berteman karena ada maunya." Hana menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku, mata jernihnya menatap jauh ke langit. "Tapi bukan berarti nggak punya temen itu bagus. Kita kan makhluk sosial, saling membutuhkan itu wajar. Kalau punya temen yang baik, kita bisa bertukar pikiran atau saling curhat." Hana mengalihkan perhatiannya ke Ratih. "Sekarang lo temen gue, nggak masalah kok kalau kita saling terbuka, hitung-hitung ngelepas bebas yang selama ini ditanggung sendiri."

Ratih terdiam mendengarnya. Dia nyaris menumpahkan air matanya karena terharu. Reaksinya memang sedikit berlebihan, tapi selama ini tidak pernah ada yang berkata demikian padanya. Semua orang menjauhinya karena ia memiliki banyak kekurangan. Hana adalah orang pertama yang memperlakukannya dengan hangat. Perasaan ini sedikit asing, dan perasaan ini membuat air matanya sukses tumpah dengan derasnya. Perlakukan hangat Hana berhasil menembus perasaannya yang juga ikut menghangat.

Jadi seperti ini rasanya punya teman.

Melihat Ratih menangis, Hana jadi sedikit bingung. Namun ia tidak mengatakan apa pun dan malah menarik Ratih ke dalam pelukannya. Telapak tangannya menepuk pelan punggung Ratih.

Di tengah suasana yang hangat itu, beberapa orang datang dan merusaknya. Tangan Erna menarik kerah seragam bagian belakang Hana, membuat pelukan itu terlepas dengan paksa. Ratih pun sama, kerah seragam bagian belakangnya ditarik oleh Alci. Tindakan itu sukses membuat Ratih panik dan kembali mengingat masalahnya dengan Kania dan gengnya.

"Udah puas belum peluk-peluk manjanya?" ujar Selena sembari mengambil duduk di antara Hana dan Ratih. "Sekarang enaknya diapain, ya?" Ia lantas menengok ke arah Hana. "Mau lo duluan atau Ratih duluan, nih? Kalau langsung berdua juga bisa."

"Lepasin Ratih. Yang lapor kalian itu gue." Hana berucap dengan lantang.

"Wah, sok berkorban nih ceritanya? Tapi sayang banget, gue nggak suka drama." Selena tersenyum manis lantas mengalihkan perhatiannya pada Ratih. "Suka kucing, nggak?"

Ratih menunduk tanpa menyahut. Apa pun yang dikatakan Selena, semuanya akan berakhir sama; Ratih yang menangis karena kemalangannya.

Selena mengulurkan tangannya pada Alin, dan Alin langsung memberikan sebuah spidol dengan tinta hitam. Selena berdiri tepat di depan Ratih. Alci memegang tangan kanan Ratih sementara Alin memegang tangan yang satunya.

Selena mulai melancarkan aksinya. Ia membuka tutup spidol dan mulai membuat sebuah karya seni di wajah Ratih. Spidol itu bergerak dan menghasilkan tiga garis lurus di masing-masing pipi Ratih. "Udah kayak kucing, nih. Lucu kan?" Selena menunjukkan wajah Ratih lewat kamera ponselnya. "Hewan apa lagi yang lucu,... Panda?"

Selena kembali mencoret wajah Ratih. Kali ini ia membuat sebuah lingkaran yang melingkari mata Ratih dan mengisi penuh lingkaram tersebut dengan tinta hitam. "Ih, kok nggak lucu sih? Bukannya kayak panda malah mirip setan."

Kania sedari tadi hanya menonton sambil mengunyah permen karet di mulutnya. Matanya memandang dengan bosan. Dia berdiri dengan satu tangan berada di saku roknya dan satu tangan lagi sibuk memainkan ponselnya.

"Kalian keterlaluan! Itu muka orang bukan kanvas, kalian pikir ini lucu?!"

"Bacot banget!" bentak Erna.

Kania berhenti memainkan ponselnya dan sedikit mendongakkan kepalanya. Matanya menatap Hana dengan tatapan yang sulit terbaca. Dia memberi kode kepada Erna dan Lidya untuk memegangi tangan Hana agar cewek itu tidak memberontak. Setelah meludahkan permen karetnya, sudut bibir Kania menarik senyum tipis yang terlihat jahat.

"Seharusnya lo nggak ikut campur," ucap Kania, masih dengan senyuman jahatnya yang khas.

Suaranya yang tenang membuat pergerakan yang lain terhenti. Mereka tidak bisa untuk tidak menoleh dan memperhatikan Kania dengan tatapan penasaran.

Hana menatap tepat ke arah mata Kania. Dia nyaris tidak pernah berhadapan dengan Kania secara intens sebelumnya, tetapi sekarang dia tau, ada sesuatu dari diri Kania yang mampu membuat orang tertekan dan merasa terintimidasi jika berada di dekatnya.

Dengan sedikit keraguan yang kentara dalam tatapannya, Hana menghembuskan napas pelan sebelum menjawab. "Gue akan tetep ikut campur sampai kalian berhenti. Kalian sama sekali nggak punya hak ngelakuin ini ke Ratih. Kalian memperlakukan Ratih layaknya binatang, tapi apa kalian nggak sadar kalau sikap kalian sama sekali nggak nunjukin kalau kalian manusia."

Senyum Kania berevolusi menjadi tawa kecil penuh ejekan ketika mendengar perkataan Hana. "Terus, kenapa? Dari dulu manusia memang penjahatnya. Jangan pura-pura heran."

"Tapi apa salahnya untuk jadi manusia yang bener-bener manusia? Berbuat baik nggak ada salahnya, kan?"

Kania menganggukan kepalanya dengan jelas. "Emang nggak ada salahnya. Tapi gue lebih suka ngelakuin apa yang gue mau."

Hana masih menatap cewek dihadapannya, bahkan tatapannya jauh menyelami manik mata kecoklatan yang jernih milik cewek itu. Namun, yang ia lihat hanya tatapan rumit yang tak terbaca.

Kania mengambil satu bungkus permen karet dari saku kemeja saragamnya. Ia membuka bungkus permen karet tersebut dan memasukan permen karet itu ke dalam mulutnya. "Karena milih ikut campur, berarti lo harus siap-siap dapet banyak rasa simpati dari orang-orang." Senyum Kania berangsur-angsur memudar. Kaki panjangnya melangkah menjauhi Hana.

"Udah? Segini aja? Cepet banget." Alci mendumal karena waktu senang-senang mereka sangat singkat. Cewek itu segera berjalan mengikuti Kania.

"Wah, kayaknya lo lagi beruntung, deh," ucap Selena pada Ratih. Cewek itu mengikuti langkah Alci. Setelahnya, barulah yang lainnya ikut melangkah pergi.

Hana mengamati punggung Kania yang kian lama kian menjauh. Dia jelas tau apa maksud dari perkataan Kania. Itu jelss-jelas adalah sebuah peringatan.

****

Sorry baru update

Hehe bye!

Continue Reading

You'll Also Like

158K 8.5K 49
Lo terlalu baik sih, sampai hati aja rela lo bagiin sampai habis. Sampai lo nggak punya hati lagi! -Araisy . . . Bercerita tentang Araisy yang ceria...
20.7K 2.5K 8
Sejauh ini, aku sadar kita adalah usai yang ternyata belum benar-benar selesai. Aku Sea, wanita yang percaya bahwa tidak ada hal yang berlangsung sel...
14.6M 1.4M 69
"Papaaaaa!!" Sontak mata Damares membulat sempurna saat gadis kecil itu meneriaki nama 'Papa' menatap mata mungil itu. Ranayya menjadi mengingat apa...
660K 44.2K 59
[FOLLOW SEBELUM BACA] Gama Handaru adalah cowok tampan sejuta pesona yang dapat memikat gadis mana pun yang dia mau. Jabatannya sebagai kapten basket...