SINGASARI, I'm Coming! (END)

By an11ra

2M 315K 47.9K

Kapan nikah??? Mungkin bagi Linda itu adalah pertanyaan tersulit di abad ini untuk dijawab selain pertanyaan... More

1 - PRESENT
2 - PRESENT
3 - PAST
4 - PAST
5 - PAST
6 - PAST
7 - PAST
8 - PAST
9 - PAST
10 - PAST
11 - PAST
12 - PAST
13 - PRESENT
14 - PAST
15 - PAST
16 - PAST
17 - PAST
19 - PAST
20 - PAST
21 - PAST
22 - PAST
23 - PAST
24 - PAST
25 - PAST
26 - PAST
27 - PAST
28 - PAST
29 - PAST
30 - PAST
31 - PAST
32 - PAST
33 - PAST
34 - PAST
35 - PAST
36 - PAST
37 - PAST
38 - PAST
39 - PAST
40 - PAST
41 - PAST
42 - PAST
43 - PAST
44 - PAST
45 - PAST
46 - PAST
47 - PAST
48 - PAST
49 - PAST
50 - PAST
51 - PAST
52 - PAST
53 - PAST
54 - PAST
55 - PAST
56 - PAST
57 - PAST
58 - PAST
59 - PAST
60 - PAST
61. PRESENT
62. PRESENT
63. PRESENT
64. PRESENT
65. PRESENT AND PAST
66. BONUS PART
DIBUANG SAYANG
JANGAN KEPO!!!
HADEEEH

18 - PAST

29K 4.9K 309
By an11ra

Ambil napas dulu ...

Bersedia ...
Siap ...
Mulai ...
😴
-----------------------------------------------------------------

Waktu Pangeran berlatih bela diri adalah waktu istirahat tambahan bagiku, walau itu terjadi apabila tidak ada tugas tertentu yang diberikan. Berjalan ke taman bagian barat pendopo, yang pastinya sepi karena Pangeran berada di lapangan tempat latihannya. Melangkah pelan sambil membawa nampan berisi bunga – buangaan yang akan aku ronce dengan hati - hati.

Aku percaya bahwa sukses itu adalah hasil dari kerja keras, maka semakin sering latihan aku akan semakin mahir, kecuali Tuhan tidak merestui. Paling tidak berusaha saja, jika gagal mungkin kesuksesanmu bukan di sini tetapi ada di hal yang lain.

Namun langkahku terhenti mana kala netraku tertambat pada sosok yang tengah asik membaca sebuah buku. Aneh saja, dia ada di sini sendirian. Memperhatikan keadaan di sekitar yang masih sepi, lalu perlahan mendekatinya.

"Sedang apa Raden di sini sendirian ?" Tanyaku sesaat setelah mendudukan diri di dekatnya. Sepertinya dia terlalu fokus membaca, sehingga tidak menyadari kedatanganku.

"Bibi ?" Mata Raden Reksa membulat menatapku

Menjulurkan kepalaku pelan ke arah  semacam buku yang entah terbuat dari daun lontar atau serat kayu yang dibacanya itu "Apa yang sedang Raden baca ?"

Menyodorkan buku itu padaku "Lihat saja sendiri" Jawabnya sambil tersenyum

Mengambil buku itu dari tangan kecilnya, lalu mengerjabkan mata berkali – kali, namun berakhir dengan perasaan menyesakkan di dada. Sial sekali ... nasibku nampaknya jungkir balik sekaligus. Bukan berniat sombong tetapi bayangkan, aku yang di masa depan adalah seorang ASN alias pegawai pemerintah dan telah bersetifikasi ini, berubah menjadi pelayan di masa lalu.

Seakan semua belum cukup, aku yang di masa depan adalah seorang guru, namun di masa lalu ini, aku malah buta huruf ... Astaga, yang benar saja, ternyata mereka masih mengunakan aksara jawa kuno. Huruf yang lebih mirip cacing yang meliuk – liuk itu nyaris tak bisa kuartikan. Aku ini hanya guru sejarah bukan antropolog apalagi epigraf.

"Kenapa Bibi tampak sedih ? Memang Bibi mengerti isi kitabnya?" Tanyanya dengan masih tersenyum.

Oh yaa, di masa ini orang - orang masih menyebut buku sebagai kitab. "Raden sudah tahu bahwa hamba tidak akan bisa membaca apa yang tertulis di sinikan?" Tanyaku menyipitkan mata memandangnya. Like father like son ... mereka sama – sama ME – NYE – BAL - KAN

"Hihihi ... tentu saja Bibi. Laki – laki saja banyak yang tidak bisa membaca dan biasanya anak perempuan memang sebenarnya tidak diperbolehkan belajar membaca. Walau beberapa anak perempuan bangsawan ada yang memiliki   guru untuk mengajarinya membaca, tetapi kata Romo hanya sedikit yang melakukannya. Buang – buang waktu dan uang menurut mereka, tapi menurut Romo belajar membaca itu penting, tidak hanya untuk laki – laki tetapi juga perempuan."

"Ahh ... benar sekali yang dikatakan Romo Raden itu. Tapi dimana Romo Raden sekarang ? Dia seharusnya tidak membiarkan Raden Reksa berkeliaran di istana sendirian." Tanyaku sambil mengedarkan pandangan mencari keberadaanya yang biasanya muncul tiba – tiba.

Mengambil kitab itu dari tanganku lalu mulai mulai membaca lagi "Aku tidak sedang berkeliaran Bibi, tetapi sedang membaca. Lagi pula dari seminggu lalu Romo sudah pergi menangkap orang jahat dan entah kapan Romo kembali. Hari ini Paman Bimasena harus berlatih dengan Pangeran jadi aku minta dia juga mengajakku. Aku juga biasanya diizinkan oleh Pangeran Anusapati untuk membaca di manapun, asal tidak keluar dari kawasan pendopo." Menghela napas pelan dia melanjutkan "Aku benci sendirian jika di rumah."

Pantas saja aku tidak melihat keberadaan Raden Panji Kenengkung belakangan ini, ternyata dia bertugas di luar istana. Yang aku tahu, memang Kerajaan Singasari didirikan dengan cara melawan Raja Kediri. Belum lagi adanya pemberontakan dari Raja Daha. Seperti kata pepatah mempertahankan itu lebih sulit dari pada merebut.

"Ibu Raden kan ada di rumah. Heem ... Apa Raden juga tidak punya kakak atau adik ? " Tanyaku, sepertinya itu kebiasaan bangsawan di zaman ini. Memang bukan ibu kandung yang mengurus anak secara langsung 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu, tetapi justru ada pelayan khusus yang akan merawatnya hingga dewasa. Mungkin itu juga yang membuat mereka tidak begitu dekat dengan ibunya.

"Aku sudah besar, Bibi. Kata Romo, aku  harus mandiri, tidak membebani ibu dan tidak membuat ibu mengkhawatirkan aku lagi. Tetapi sebaliknya, aku harus membuat ibu bangga karena telah melahirkan aku. Apalagi aku tidak punya kakak apalagi adik" Jawabnya dengan suara datar sepertinya dia kesal

Tidak ingin bertanya lebih lanjut. Maka aku membiarkannya membaca dengan tenang. Sedangkan aku mulai berkonsentrasi melakukan tugasku untuk meronce bunga. Entah mengapa sulit sekali membuat hasilnya serapi buatan Sawitri, bahkan beberapa kali bunga yang kupakai malah rusak saat ku-ronce.

"Jangan terlalu ditekan, nanti bunganya rusak Bibi. Pilih bunga yang ukuran kuncupnya lebih kecil maka bunganya akan lebih padat dan tidak mudah rusak. Pilih juga bunga yang ukurannya hampir sama Bibi. " Ucap Raden Reksa tanpa mengalihkan tatapannya dari buku bacaannya. Sepertinya dia memperhatikanku dari ekor matanya.

"Aku benci meronce. Menyusahkan sekali ternyata"

"Setahuku, semua anak perempuan belajar meronce, memasak, menenun hingga menjahit. Jika seperti ini, orang akan mengira Bibi kurang pintar"

Aku menganga mendengar kata – katanya. Bayangkan, dia mengatakannya tanpa mengalihkan tatapannya itu dari kitabnya. Anak ini sungguh – sungguh miniatur sempurna dari Raden Panji. Mulutnya itu tajam sekali berbanding terbalik dengan wajahnya yang tampan dan terlihat imut - imut. Ingin marah, namun rasanya tidak bisa.

Meletakkan nampan di kursi yang berada di dekatku, sungguh aku butuh glukosa. Mengeluarkan salah satu benda andalanku dari balik kain pengikat pingangku. Tenang, aku tidak membawa senjata tajam di balik kainku ini atau dedaunan seperti Sawitri, sebaliknya aku membawa permen.

Namun jangan berekspektasi berlebihan, ini bukan permen dari masa depan yang tidak sengaja terbawa. Kenyataannya aku tidak membawa apa – apa dari masa depan, kecuali kesialan level 7. Jangankan membawa sesuatu, bahkan baju saja berganti otomatis. Mungkin ini juga yang dialami hulk, tetap otomatis memakai celana padahal semua pakaiannya robek saat badannya membesar.

Ngomong - ngomong soal permen, sebenarnya ini permen versi minimalis yang aku buat sendiri dengan bahan seadanya yang masih diizinkan digunakan pelayan sepertiku. Tetapi itu juga sebagian berkat kedekatanku dengan salah satu juru masak kudapan di pendopo Pangeran Anusapati yaitu Nyi Knasih. Kalau dari dapur istana pastinya tidak mungkin.

Untungnya aku pernah membantu salah seorang guru pembina KIR saat aku PPL di salah satu SMP di Bandung dulu. Jadi aku masih ingat bagaimana caranya membuat permen sederhana. Walaupun permen ini agak aneh rasanya, karena jangan harap bisa mendapat gula rendah kalori, bahkan gula pasir saja sepertinya belum ditemukan. Jadi aku hanya bisa mengunakan gula batu. Tambah aneh lagi karena aku tidak bisa menemukan agar – agar bubuk. Seingatku Ibu Widya juga menambahkan agar – agar bubuk agar menjadi semacam permen jeli. Berkat try and error beberapa kali akhirnya aku berhasil membuat permen dengan komposisi yang mendekati level "bisa dimakan manusia".

"Raden Reksa mau ?" Tanyaku saat dia akhirnya benar - benar melirik ke arah tanganku yang memegang bungkusan permen

"Apa itu ?" Tanyanya curiga

"Heeem ..." Aku tidak mungkin menyebutkan "permen" karena sepertinya benda ini belum ditemukan juga, kasihan nanti penemunya didahului olehku. Plagiat bukan gayaku. Jadi aku memutuskan lebih baik aku tidak memberitahukan apa nama makanan ini sebenarnya.

"Ini makanan yang rasanya manis, Raden" Jawabku sambil menyodorkan tanganku mendekat padanya, namun dia tetap bergeming tanpa mau mengambil "Aaah ... ini tidak beracun Raden Reksa, hamba bukan orang jahat, hamba hanya ... apa tadi kata Raden ... Oh ... kurang pintar " Kataku menaikan alisku sambil memasukan sebutir permen ke dalam mulutku

"Aku tidak mengatakan Bibi kurang pitar, tapi orang – orang biasanya akan berpikir begitu" Jawabnya kesal walau ikut memasukan sebutir permen dalam mulut kecilnya

"Jangan digigit, nanti Raden sakit gigi. Biarkan saja meleleh sendiri dalam mulut." Ucapku memperingatkannya

"Rasanya manis dan ada aroma buah jeruknya" Dia tersenyum lebar "Aku suka dan aku belum pernah makan makanan seperti ini sebelumnya. Dari mana Bibi mendapatkannya ? Bukan makanan curiankan ?" Matanya berubah menyipit memandangku.

Senyumku surut mendengar pertanyaannya " iiissshh ... Enak saja, hamba bukan pencuri, Raden. Makanan ini hamba yang buat sendiri. Tapi ini rahasia yaa Raden Reksa. Jangan beri tahu orang lain"

"Kenapa begitu, Bibi ? Kata Romo kita tidak boleh berbohong"

Hadeeeh ... Romo lagi ... Romo lagi. Menggeleng – gelengkan kepalaku guna mengusir bayangan wajahnya yang terus muncul lagi di benakku. "Siapa juga yang menyuruh Raden berbohong, Hamba hanya minta Raden tidak menceritakan makanan ini jika tidak ditanya seseorang. Tidak mengatakan apa – apa tidak sama dengan berbohong Raden"

"Bibi akan dapat masalahkan, jika aku mengatakan hal ini pada orang lain? Baiklah aku tidak akan membicarakan makanan ini kecuali jika ada bertanya." Katanya dengan gaya sok dewasa kemudian kembali membaca walaupun satu tangannya kembali mengambil permen untuk kedua kalinya.

"Apa sih sebenarnya yang Raden Reksa baca itu ?" Tunjukku pada buku yang dipegangnya

"Ini kitab tentang cerita Rama Sinta"

"Apaaa ??? Radenkan masih kecil ? Memang berapa umur Raden Reksa ? Memangnya Romo mengizinkan Raden Reksa membaca cerita semacam ini ? " Tanyaku tak habis pikir kenapa anak kecil dibiarkan membaca kisah romance.

Aku bukan orang yang lurus - lurus amat, kadang malah masih melakukan hal – hal yang sebenarnya diangap dosa menurut agama, walaupun ada batas dosa yang aku bisa langgar. Tapi memberikan bacaan macam ini bagi anak di bawah umur itu sudah melanggar batas. Aku kira hanya anak di zaman milenial yang salah pergaulan dan salah waktu lahir, sehingga memunculkan sikap kegenitan tingkat dewa sejak dini.

Memang benar bahwa cerita Rama – Sinta ini tidak utuh romance, ada juga action berupa perang antara Rama – Rahwana. Terlepas dari hal itu, menurutku cerita ini menyedihkan. Mungkin banyak yang tidak setuju tapi coba bayangkan, ada seorang istri yang diculik bukan karena kegenitan tapi karena dia terlalu cantik. Setelah berhasil di selamatkan oleh suaminya, malah dia diharuskan membuktikan kesucianya dengan cara berjalan melewati api. Serba salah jadi perempuan ternyata ...

Untung aku bukan Sinta, jika iya maka aku tidak akan melewati api tetapi langsung menuju pengadilan agama untuk mengajukan perceraian. Walau di versi lain, adegan ini harus Sinta dilakukan karena saat itu Sinta adalah jelmaan dewi api atau apalah, jadi agar Sinta kembali ke wujud semula sebagai manusia dia harus melewati api. Entah yang mana yang benar, tetapi aku tidak begitu menyukai cerita ini.

Walau pesan moralnya bukan di bagian itu, tapi seperti serpihan kerikil yang masuk ke sepatumu, walau kecil tapi membuatmu merasa sakit dan tidak nyaman, atau memang aku yang terlalu berpikir negatif, padahal orang lain tidak berpikir demikian. Menggeleng - gelengkan kepalaku pelan guna mengusir pikiran anehku.

"Aku sudah berumur 6 tahun Bibi. Lagi pula Romo yang memberikan kitab ini untuk aku baca " Jawabnya diplomatis

Menaruh bungkusan permen di bangku lalu mulai lagi meronce bunga "Raden Reksa, lebih baik Raden itu membaca cerita Bawang Putih dan Bawang Merah atau Timun Mas dari pada cerita Rama Sinta."

"Cerita macam apa itu ? Aku bahkan baru mendengarnya. Tetapi akukan laki – laki Bibi, jadi aku tidak seharusnya mempelajari bumbu dapur macam itu. "

Menepuk dahiku pelan dengan tangan, makin lama tampaknya aku makin terlihat bodoh di hadapan anak kecil ini "Itu bukan bumbu dapur, Raden" Ucapku berusaha bersabar "Cerita Bawang Merah dan Bawang Putih berkisah tentang anak yang diperlakukan buruk oleh ibu tiri dan kakak tirinya. Sedangkan Timun Mas berkisah tentang anak yang lahir dari dalam timun bewarna keemasan, tetapi anak itu saat dewasa harus diserahkan pada raksasa untuk dimakan"

Membulatkan matanya memandangku sedang tanganya mengambil butir permen ketiga "Aku tidak suka bawang. Jadi coba pinjamkan kitab cerita tentang Timun Mas saja padaku, biar aku bisa membacanya."

Memutar bola mataku malas "Hamba juga tidak suka bawang, Raden" Lalu melanjutkan "Hamba tidak memiliki kitabnya dan hamba tidak yakin ada orang yang memilikinya sekarang"

"Jika begitu coba ceritakan tentang Timun Mas saja kepadaku, Bibi"

Hadeeh nambah - nambahin kerjaan namanya tetapi kemudian mulai bercerita salah satu versi dari cerita ini, sebenarnya inti ceritanya sama cuma yang berbeda yaitu orang yang membesarkan Timun Mas "Pada zaman dahulu, hiduplah seorang wanita tua bernama Mbok Srini. Setiap hari dia berdoa pada Tuhan agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang Raksasa melewati tempat tinggalnya. Raksasa mendengar doa itu. Raksasa kemudian memberi Mbok Srini biji mentimun lalu berkata Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan, tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kau serahkan padaku. Anak itu akan jadi makananku"

Mengambil napas lalu melanjutkan "Mbok Srini kemudian menanam biji mentimun itu. Dia merawat tanaman ini berbulan-bulan, lalu tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan. Ketika buah itu masak lalu Mbok Srini memotong buah itu. Betapa terkejutnya dia karena di dalam buah itu ada bayi perempuan. Maka Mbok Srini memberi nama bayi itu Timun Mas."

"Mungkin jika bayi itu ditemukan di dalam ubi maka namanya pasti Ubi Mas. Hihihi ... Iya kan, Bibi ?" Ucap Raden Reksa sambil mengambil permen untuk keempat kalinya.

Bibirku berkedut menahan tawa saat mendengar perkataannya "Eheeem ... Mbok Srini semakin cemas saat Timun Mas tumbuh dewasa dan menjadi gadis yang cantik. Dia sadar telah berjanji pada Raksasa tetapi dia juga sangat menyayangi Timun Mas dan tak tega menyerahkan anaknya untuk dimakan Raksasa. Kemudian dia mendatangi petapa sakti di gunung untuk meminta bantuan. Oleh petapa itu, Mbok Srini diberikan kantong kain kecil yang katanya dapat melawan raksasa"

"Berarti dia melanggar janjinya Bibi. Kata Romo kita tidak boleh ingkar janji."

"Tetapi menyerahkan manusia untuk dimakan Raksasa juga tindakan yang buruk dan mengerikan, Raden" Menghela napas lagi "Sebenarnya Raden mau mendengar lanjutan ceritanya atau tidak ? Dari tadi Raden terus saja memotong cerita hamba"

"Hihihi ... Baiklah lanjutkan Bibi. Ckckck ... Bibi pemarah juga ternyata"

Rasanya ingin mencubit pipinya sangking gemasnya tapi mengunakan tang. Tersenyum sendiri karena pikiran konyolku itu, bisa dipenggal di tempat oleh bapaknya jika aku mencelakai anak semata wayangnya ini.

"Kenapa Bibi malah tersenyum sih ? Ayo cepat lanjutkan ceritanya !" Tuntutnya sambil mengambil permen kelima

"Pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang Raksasa datang menagih janji untuk mengambil Timun Mas. Mbok Srini segera menemui anaknya lalu berkata 'Anakkku, ambillah kantong kain ini. Isi dalam kantong ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin, selamatkan dirimu anakku'. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri, namun Raksasa segera berlari mengejar."

"Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah."

"Wooow"

"Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah Raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Tapi ternyata Raksasa sungguh kuat, maka Timun Mas kemudian mengeluarkan benda ajaib ketiga. "

"Apa yang dia ambil, Bibi ? Jangan bilang bumbu dapur lagi." Tanyanya sambil mengambil permen keenam

Memejamkan mata sejenak guna mencari dimana aku menyimpan cadangan kesabaran karena nampaknya kesabaranku hampir habis. Mengikutinya mengambil sebutir permen lagi lalu menyesapnya pelan, kemudian melanjutkan ceritaku, "Ternyata itu biji mentimun. Kemudian Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib itu dan seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan,  Ia pun makan mentimun itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasapun tertidur."

"Akhirnya. Apa ceritanya berakhir di sini?"

"Belum!" ucapku sambil menggigit permen sehingga menimbulkan bunyi retakan pelan

"Katanya tadi jangan digigit."

Astaga ... Golok dimana golok ... Eh kamera  dimana kamera, jujur aku ingin mengangkat tangan ke arah kamera tanda menyerah "Raden Reksa, biarkan hamba menyelesaikan cerita hingga akhir dulu dan jangan bertanya terus" Ucapku memperingatkannya

"Iya ... iya ... baiklah, lanjutkan !" Perintahnya sambil mengambil permen ketujuh

"Timun Mas melarikan diri lagi, tetapi raksasa tetap mengejarnya. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Tiba-tiba sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya dan ternyata lumpur itu menariknya ke dasar danau. Raksasa tak bisa bernapas, lalu tenggelam dan mati. Timun Mas lega dan dia pun kembali ke rumah dengan selamat." Ucapku mengakhiri ceritaku.

"Bibi dapat cerita dari mana ? Aku suka ceritanya, Apa ini cerita untuk anak perempuan karena isinya banyak tentang bumbu dapur ? Pantas saja aku tak pernah mendengarnya."

Menangkap tangannya yang terulur untuk mengambil permen kedelapan "Cukup, Raden tidak boleh makan terlalu banyak, nanti sakit gigi" Ucapku kemudian aku membungkus kembali sisa permen yang tinggal beberapa butir, lalu memasukan ke balik kainku lagi.

Mendengus lalu menarik tangannya dari cekalanku. Aku hampir tertawa saat melihatnya melipat tangan sambil menyipit marah memandangku "Bilang saja Bibi tidak mau makanan Bibi habis olehku. Lagi pula kenapa Bibi tidak membuat makanan itu lebih banyak saja."

"Sebanyak ini saja sudah syukur – syukur hamba bisa membuatnya. Susah sekali mendapatkan buah jeruk, Raden. Hamba juga tidak mungkin membuatnya dengan rasa pisang. Untuk membuat makanan ini saja, hamba harus menukar nasi dan daging saat perayaan Tahun Baru Saka waktu itu untuk mendapat tambahan buah jeruk. Bersyukur juga karena ada orang yang mau menukarkan jeruknya dengan hamba, Raden"

Mendesah pelan sekali lagi "Bibi memang tak dapat ditolong lagi. Dengar bibi, hanya orang bodoh yang mau menukarkan nasi dan daging dengan buah – buahan. Bibi itu telah ditipu, sebaiknya Bibi jangan bergaul dengan sembarang orang. Mengerti Bibi ?"

"Kata Sawitri, daging itu mungkin daging kambing, kerbau atau babi. Bahkan mungkin juga campuran ketiganya. Hamba ti___"

Memotong ucapanku "Justru karena itu, daging menjadi sangat berharga. Memang Bibi bisa makan daging setiap hari ? Tidakkan ? Jadi, paham tidak jika Bibi itu telah ditipu, hm ? Bagaimana Bibi ini ? Demi para Dewa, sepertinya Bibi belum sadar juga jika Bibi telah tertipu? "

"Apaaa ???" Sumpah aku speechless mendengar kata – katanya barusan. Ini kenapa aku yang tampak bodoh dari tadi sih.

"Raden Reksa apa yang anda sedang lakukan di sini. Hamba tadi sudah peringatkan agar Raden jangan menganggu pelayan yang sedang bekerja" Ucapan seseorang membuat kami berdua menoleh serempak ke arahnya

Raden Reksa berdiri dari duduknya lalu menghampirinya "Aku tidak menganggu pekerjaan pelayan, Paman Bimasena. Aku hanya menemaninya bekerja. Bahaya jika dia ditinggal sendirian"

"Maksudnya ?" Bimasena tercengang dengan ucapan putra majikannya

"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan Paman. Ayo, lebih baik sekarang kita pulang ke rumah saja. Latihannya sudah selesaikan Paman Bimasena ?"

"Iya Raden "

Raden Reksa menengok ke belakang "Sampai jumpa lain kali, Bibi. Ingat baik - baik perkataanku tadi." Kemudian berbalik dan meneruskan langkahnya

Menghela napas pelan melihat tingkah Raden kecil aneh itu "Maaf Raden Bimasena, hamba minta tolong saat nanti tiba di rumah, Heem ... bisakah memberikan air hangat untuk berkumur buat Raden Reksa agar dia tidak sakit gigi" Ucapku karena bisa bahaya jika Raden Reksa sampai sakit gigi, memintanya menyikat gigi tidak mungkin karena sikat dan pasta gigi belum ditemukan saat ini. Mudah – mudahan air hangat bisa membantu menghilangkan sisa permen yang menempel di giginya.

"Ah iya, tentu" Jawab Bimasena, lalu dia melanjutkan "Jangan pangil saya Raden, panggil saja Bimasena."  Kemudian dia menunduk memandang Raden Reksa yang ada di hadapannya "Apa Raden sakit gigi ?"

"Anggap saja begitu, Paman Bimasena" Ucap Raden Reksa sambil melangkah meninggalkan Bimasena

Astaga dragon ... Anak kebanyakan micin mungkin berbahaya tetapi ternyata penampakan anak yang kekurangan micin tidak kalah berbahaya.

---------------------Bersambung-----------------------

2 Oktober 2020

Continue Reading

You'll Also Like

4.2M 576K 69
18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Kaytlin dan Lisette Stewart de Vere menyer...
ABHATI By Lalaa

Historical Fiction

351K 46.5K 50
[TAMAT]βœ“ Ratih Fairuza Malik adalah seorang mahasiswi dengan kehidupan yang begitu kacau. Sejak insiden pembunuhan ibunya, ia mengalami kecelakaan ya...
404K 60K 85
"Became the Most Popular Hero is Hard" adalah judul novel yang saat ini digemari banyak pembaca karena memiliki visual karakter dan isi cerita yang m...
68.3K 8.5K 31
"Aku menawarkan pekerjaan padamu." "Pekerjaan?" Alis tebal Louisa bertaut. "Ya, pekerjaan. Pekerjaan yang sangat cocok untukmu, kau tak perlu kemana...