break up with your girlfriend...

By hwangskies

46.1K 6.2K 2.1K

⚠"Why can't we just play for keeps?" "Because i'm sick of this toxic friends with benefits relationshit!" Han... More

Zero - I'm Bored
One - Boys Ain't Shit
Two - Hurts So Good
Three - Bite the Cheek
Four - Hold Me While You Wait
Five - Sky and His Lovers
Six - What Did You Do To My Heart?
Seven - Your Name in My Dirty Talk
Eight - Sexual Orientation
Nine - Why am I Sky? Why are You Ocean?
Ten - Absolutely a Side Effect
Eleven - Sky and Ocean in Their Paradise
Thirteen - Do You Know the Rumor?
Fourteen - Sky : My Nightmare
Fifteen - Stray in Chaos
Sixteen - How Bad It Hurts?
Seventeen - Ocean : You Don't Know Me
Eighteen - You Broke Me First
Nineteen - Hi, My Sky?
Twenty - One Fine Day
Twenty One - Two Fine Day
Twenty Two - Break Up with Your Girlfriend
Twenty Three - Really, I Loved You
E-book Detail

Twelve - Stuck With You Happily

1.7K 241 52
By hwangskies

Mentari kembali menaiki singgasana, tetapi kehadiran pusat semesta itu lagi-lagi disembunyikan oleh gumpalan awan kelam yang menggelapkan suasana, pun menjatuhkan titik-titik air ke dunia. Angkasa menghela dan sedikit menggigil begitu sepoi angin dari luar menyapa. Kulit putihnya yang terbuka lagi-lagi terasa begitu sensitif dengan suhu yang ada-jadi ia berinisiatif semakin merangsak masuk ke dalam pelukan Samudra, mencari kehangatan yang ditawarkan sang pemuda. Angkasa sudah terjaga, sebetulnya. Satu jam belakangan, ia sibuk bergumul dengan pikiran-menerka apakah hal yang telah mereka lakukan akan mendatangkan sesuatu yang baru? Baik atau buruk?

Kalo sampe Agatha tau, gimana, ya? Begitu.

"Udah bangun?"

Angkasa mendongak sedikit-hanya untuk menjumpai paras tampan pemuda Nararya yang tengah tersenyum seraya mengusak puncak kepala. Samudra dalam mode bangun tidur memang tampak memesona, tetapi kalau bangun tidurnya dengan keadaan telanjang seperti ini, juga senyuman hangat yang menemani, bagaimana jantung Angkasa tidak semakin menggila?

"Last night was amazing, Asha," bisik Samudra seduktif, tepat di sebelah telinga Angkasa, sebelum menciumnya pelan. "Makasih banyak."

Angkasa hanya menatap Samudra dalam diam. Pemuda itu terlihat seratus persen baik-baik saja, bahkan setelah pergumulan mereka. Angkasa jadi menghela napas seraya menggigit ujung bibir, mengalihkan pandangan ke arah jendela yang terbuka-ah, pantas saja dingin sekali, di luar titik-titik air sedang terjun ke bumi. Ini pertama kalinya hubungan friend with benefit mereka terasa begitu nyata. Mereka berhubungan badan tanpa ikatan, juga dengan salah satu hati yang sudah dimiliki orang.

"Lo lagi mikirin apa, sih?" tanya Samudra-heran, seraya mencubit sebelah pipi Angkasa dengan gemas. "Jangan ngelamun terus, Asha. Nanti kalo kesambet gimana?"

"Sam ...," Angkasa bersuara pelan dengan jari-jemari yang ia mainkan di dada sang dominan-membentuk pola-pola abstrak yang membuat pemiliknya kegelian. "Gue takut ... gimana kalo orang-orang tau? Lo sama gue terkenal banget di kampus, terkenal karena bisa sahabatan lama dengan orientasi normal pula, padahal enggak. Apa kita berenti aja? Gue takut ketauan. Gimana reaksi mereka kalo tau kita fwban? Gue ... juga jadi nggak enak sama Agatha. Kalo sampe dia tau gimana, Sam?"

Samudra menatap sayang pada sosok pemuda yang terlihat begitu kecil ketika tenggelam dalam pelukan. Pemuda Nararya itu lantas mengusak pelan surai legam Angkasa, menghujaminya dengan ciuman-ciuman halus, juga sebelah tangan yang ia gunakan untuk mengusap punggung telanjang satunya-berusaha meredamkan kegelisahan. Angkasa terlihat menikmati itu semua-terbukti dengan napas yang kian teratur, pejaman di mata, juga gerakan jari-jemari yang terhenti begitu saja. Samudra selalu menjadi sumber kegelisahan yang ia punya, tetapi selalu menjadi obat pula.

"Mereka nggakkan sampe tau, kok, gue jamin," Samudra berujar mantap dengan ciuman yang beralih ke pelipis. "Kalopun sampe tau, gue bakalan lindungin lo mati-matian, Asha. Gue bakal abisin semua orang yang berani-beraninya ngusik lo, dari dulu juga gitu, 'kan? Gue pelindung lo. Serahin semuanya sama gue. Kalo Agatha, sih, urusan gue, lo tenang aja. Pokoknya kita gini aja dulu, oke? Gue nggak bisa berenti, Asha. Lo tau itu, 'kan? Lo itu candunya gue, gue nggak mau lepasin lo."

Angkasa hanya bisa menghela berat begitu pelukan Samudra terasa semakin erat. Rangkaian kalimat Samudra sepertinya berhasil mengusir separuh kegundahan yang ia punya, tetapi tetap saja rasa takut itu masih ada-sepertinya enggan lenyap.

"Eh, mumpung hari ini weekend, kita jalan, yuk?"

Angkasa mendongak dengan raut masam ke arah Samudra seraya berkata, "Ih, ujan tau, Sam! Nggak mau, dingin!"

Samudra tertawa lepas begitu Angkasa semakin merangsak masuk ke dalam pelukan-bahkan dengan kepala yang sengaja bersandar nyaman di dada bidang Samudra. Pemuda itu kembali mengelus halus puncak kepala kesayangannya, sebelum berkata, "Dari tadi udah reda ujannya, Sayang. Mumpung gue ada tiket nonton nih, Agatha suruh beliin kemaren, tapi nggak mau nonton sama dia, males, lagi marahan."

"Marahan kenapa?" tanya Angkasa, mendongak, sebelum menyadari sesuatu. "Eh, yang kemaren kasih lo obat perangsang siapa? Jahat banget loh, efeknya kuat banget sampe capek gue layaninnya."

"Coba tebak," balas Samudra dengan senyuman simpul seraya mendekatkan wajah-hanya untuk menggesekkan ujung hidung mereka. "Kalo bener gue traktir seharian."

"Yang ngasih lo obat itu ... Agatha?"

Samudra mengangguk kecil sebelum kembali memeluk Angkasa erat-erat, seolah tidak ingin pemuda itu beranjak walau sejenak. Pemuda Nararya sedang butuh hiburan-bilang saja begitu, untuk mengobati hati yang masih terluka, dan selalu saja ada Angkasa dalam agenda menyenangkan yang ingin ia lakukan. Samudra tahu betul bahwa kebahagiaannya hanya berpusat pada satu bentangan luas langit di atas sana; siapa lagi kalau bukan Angkasa?

"IH! PUNYA GUE!"

Angkasa merengut dengan wajah cemberut begitu Samudra melahap habis satu sosis besar yang sedari tadi berada dalam genggaman. Pemuda Narendra itu sempat berdecih kesal sebelum membuang tusukan sosis secara asal-mengabaikan tawa yang masih menguar dari sosok Samudra-dan melenggang pergi begitu saja, entah menuju stand makanan mana lagi di sana-sehabis nonton film, mereka datang ke sini sebagai pelampiasan dari perut yang masih keroncongan. Sementara itu, Samudra masih mengunyah dalam tawa, dengan kedua pipi berisi yang membuat dia makin terlihat lucu-tampan dan lucu begitu, di tempat ramai pula, wanita dan pria mana yang tidak menatapnya dengan tatapan terpana?

"Asha, tungguin!"

Angkasa mana mau mendengar. Ia tetap berjalan cepat dengan mata yang menyoroti stand makanan satu persatu. Perutnya masih minta diisi setelah sarapan-agak kesiangan-tadi. Ditambah sosis yang baru ia makan segigit sudah keburu dihabiskan sama Samudra-tambah kesal lah Angkasa.

"Mau ini!"

Angkasa menunjuk sebuah kedai setelah Samudra berhasil menyusul. Pemuda Nararya itu lantas menghela napas begitu menemukan stand kue ikan yang sedari tadi menjadi pusat perhatian Angkasa. Dia ini alergi cokelat, tapi sukanya makanan yang pakai cokelat sebagai isian, apa tidak aneh, coba? Untung Samudra selalu ingat apa pun menyangkut Angkasa, entah itu alergi maupun kebiasaan, jadi lah selalu selamat pemuda itu.

"Pak, ada yang isiannya nggak rasa cokelat?" tanya Samudra seraya melihat-lihat.

"Duh, nggak ada, Mas. Isinya cokelat semua."

"Gapapa, Pak! Kita ambil empat!"

Samudra memincingkan mata pada sosok Angkasa yang baru saja bersuara, apalagi ketika satu bungkus kue ikan sudah di tangan, pemuda itu cuma melirik sedikit pada Samudra-menyuruh membayar, tentu saja. Samudra pun hanya bisa menghela napas seraya menyerahkan beberapa lembar uang, kemudian mengikuti ke mana langkah riang Angkasa berlabuh.

"Bukain!"

Samudra berdecak pelan sebelum meraih kue ikan yang disodorkan Angkasa seraya berkata, "Lo tuh, ya, dari dulu sukanya kue ikan yang isiannya cokelat terus, nanti kalo sampe cokelatnya kemakan gimana? Mau sakit lo?"

"Gapapa, gue suka cangkangnya doang, isiannya lo yang makan, kayak biasa," sahut Angkasa, santai, kemudian meraih luaran kue yang baru saja disodorkan oleh Samudra-ia memakannya dengan riang.

Samudra hanya bisa menggelengkan kepala. Beberapa hal tentang Angkasa memang unik sekali, tetapi itulah yang membuat hubungan persahabatan mereka bisa bertahan sampai sejauh ini. Jalan yang mereka tempuh memang tidak selalu berbunga, kadang menanjak dan berbatu, tetapi mereka dapat melalui itu semua selama belasan tahun bersama-walaupun tetap saja, persahabatan tanpa rasa cinta itu omong kosong semata dan Angkasa sudah membuktikan itu semua. Bagaimana ia dengan kurang ajarnya jatuh cinta pada Samudra-yang sudah seperti sebagian dari jiwa, bahkan melakukan hubungan terlarang mereka. Mungkin, inilah fase berbatu dalam jalan yang tadi dimaksud.

"Bukain lagi!"

Samudra kembali meraih kue dan memisahkan cangkang dan isinya sehati-hati mungkin-jangan sampai ada setetes pun cokelat yang tertinggal dalam luaran kue.

"Nih," tukas Samudra, kembali menyerahkan bagian Angkasa dan memakan bagiannya sendiri. "Eh, Sha, lo kok bisa jalan biasa gitu? Emangnya bekas semalem nggak sakit? Biasanya kalo udah gituan pasti nggak bisa jalan, apalagi malem tadi gue kalap banget karena obat. Yakin lo gapapa?"

Angkasa menghela napas sebentar sebelum berhenti dengan senyuman simpul-terkesan dipaksakan, kemudian memberikan gestur agar Samudra mendekatkan wajah. Pemuda Narendra itu memosisikan bibir di depan telinga Samudra, sempat mengambil napas panjang sebelum mengoceh dengan geraman tertahan, "Gimana bisa gapapa, Anjing?! Ini sakit banget, Anjing Bego! Gue jalan serasa mau mati, cuma gue nggak mau diliat aneh sama orang-orang, makanya gue tahan sakitnya! Kalo aja gue nggak laper dan nggak ngerasa gabut, gua pengen diem aja di kamar, nggak jalan-jalan kek gini! Lo kalo gempur tuh nggak ngotak emang, ya! Gue tadi di wc liat punya gue sampe lecet, Anjing! Tanggung jawab lo!"

Samudra segera menjauh begitu ocehan Angkasa selesai-seraya mengusap kuping yang terasa panas, tentu saja. "Oke, oke, sorry, Sha," ujar Samudra seraya terkekeh diiringi ringisan kecil. "Nanti gue obatin, oke?" lanjutnya.

Angkasa hanya berdecak tak peduli, kembali memakan luaran kuenya yang belum habis-membuat Samudra yang melihatnya tersenyum gemas, tak kuasa untuk menahan tangannya agar tidak berlabuh di puncak kepala satunya, lantas mengacak surai halus itu dengan sayang. Ah, hal sekecil ini saja bisa membuat mereka bahagia.

"Buka celana lo."

Angkasa berjingkat kaget, kemudian menoleh cepat kepada Samudra yang baru saja menutup pintu kamar. Pemuda itu menelan ludah susah payah sebelum melangkah mundur sampai kedua kakinya terantuk sisi kasur. "Ih, lagi, Sam? Serius? Bekas kemaren aja masih belum ilang!"

Samudra malah tertawa renyah sampai sepasang mata sipitnya tak terlihat. Dia berjalan menuju laci, mengobrak-abrik sebentar, sebelum menutupnya kembali begitu ia sudah menemukan benda yang dicari. Pemuda Nararya itu lantas mengamati raut tegang Angkasa yang tengah duduk pasrah di sisi ranjang-tampak takut-takut kalau malam ini ia harus dimangsa lagi. Samudra tentu tidak setega itu. Dengan banyaknya ronde yang mereka lewati kemarin, mana mungkin ia tidak puas dan mengesampingkan kesehatan Angkasa? Gila kali! Samudra bukan maniak ataupun psycho!

"Malem ini gue nggak minta jatah lagi lah, Asha," ujar Samudra, terkekeh geli, kemudian mengecup halus pelipis Angkasa yang baru saja memejamkan mata-seperti sudah bersiap akan praduganya. "Punya lo lecet, 'kan? Mau gue obatin, nih. Makanya lepasin celananya, oke?"

Angkasa menghela napas lega sebelum tersenyum dan mengangguk patuh-pelan-pelan ia menanggalkan celana beserta dalaman yang ia pakai, memperlihatkan kaki jenjang mulus yang terdapat beberapa bercak kemerahan-hasil karya Samudra, tentu saja. Samudra tentu meringis manakala mengamati bercak itu lagi, dilihat sesering apa pun, rasanya pasti sakit sekali kalau sampai hampir seluruh tubuh ditandai seperti itu. Salahkan saja obat perangsang sialan itu! Samudra jadi melukai Angkasa terlalu banyak, apalagi setelah pelepasan kedua di mana hormon Samudra mulai meledak-ledak-Angkasa sampai harus menangis sambil menggigit pundak orang yang sedang menggempurnya malam itu.

"Nungging, bisa?"

"Anjir! Kayak adegan porno aja harus nungging-nungging!" komentar Angkasa dengan kedua pipi memerah lucu-tetapi ia tetap berbalik dan menuruti titah Samudra.

"Ya, 'kan, biar keliatan jelas sama gampang obatinnya, Asha," balas Samudra, terkekeh-tak menyangka dengan apa yang baru saja terucap dari bibir kesukaannya.

Angkasa menggigit bibir, menahan ringisan, begitu bagian belakang paling bawahnya terasa begitu dingin karena diolesi salep. Ia beberapa kali mendesis karena sensasi yang ia terima. Setelah beberapa saat, ia tidak merasakan kehadiran jemari panjang yang bergerak mengolesi lagi seperti tadi, otomatis Angkasa mencoba melirik sedikit seraya bertanya, "Udah, Sam?"

"Asha ...."

Angkasa tentu terkejut ketika Samudra memeluknya dari belakang setelah mengeluarkan lirihan pilu. Pemuda itu melepaskan pelukan dan mendapati pandangan kosong Samudra yang tertuju pada lantai marmer-seperti tengah menghindari tatapan lembut milik pemuda kesayangannya. Angkasa hanya bisa menghela napas pelan, memakai kembali celana yang sudah ia lepas, lantas menuntun Samudra agar duduk di sisi ranjang-bersama.

"Lo kenapa lagi, sih?" tanya Angkasa seraya mengusap wajah Samudra dengan halus. "Ada masalah lagi?"

Samudra tidak menjawab dan Angkasa tidak bisa memaksakan kehendak. Pemuda itu lantas mencari-cari cara agar Samudra kembali melupakan masalah yang masih bersarang dalam benak, salah satunya dengan cara ....

"Mandi bareng, yuk, Sam?"

Samudra pada akhirnya mengangkat wajah, menatap sepasang mata teduh yang tengah menatap lembut kepadanya. "Loh? Biasanya lo nggak mau," balas pemuda itu dengan nada lesu. "Lagian baru aja dikasih salep, nanti salepnya ilang kalo kena air."

"Sekarang mau!" tukas Angkasa penuh semangat seraya berdiri, kemudian menarik lengan Samudra agar segera mengikutinya. "Kalo salep gampang, nanti tinggal lo olesin lagi, oke? Ayo, gue gosokkin punggung lo sampe bersih kayak dulu!"

Pada akhirnya, Samudra menurut saja-dengan senyuman kecil yang terpatri di tengah kegelisahan yang menimpa. {}

Hi guys!
Aku kasih sweet moment dulu sebelum konflik berkepanjangan mulai :) tarik napas dulu aja okeyy, baru emosinya di beberapa chapter mendatang 😂

BTW JANGAN LUPA STREAMING MV BACK DOOR DI YT, CB STAGE BACK DOOR DI NAVER, VOTE DI IC & WHOSFAN, YANG PALING PENTIIIINGG STREAMING GENIE SAMA BUGS AYANGIE 😍 free link bertebaran kok di twitter, tinggal ikuti rulesnya dan pake! Hihi, semangat stay! ❤

Continue Reading

You'll Also Like

5.1K 303 9
"Pokoknya aku gak mau Mama nikah sama Om itu!"
805K 84.2K 57
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
2.9K 400 16
mencintaimu adalah strawberry. soobtae short story. by: eftaequilla, 2023.
1K 107 10
"Tolong, bawa aku pergi dari sini" Kalimat yang selalu Samuel lontarkan setiap kali dirinya mendapat kekerasan fisik dari orang suruhan rekan bisnis...