Chasing the Sun

By jeonyeriixa

952 165 12

[update setiap selasa] Musim dalam hidup Kei rasanya terhenti. Pikirannya tidak bisa melupakan musim dingin 2... More

Prolog ; Cara Bersinar
01. Penjelajah Muka Bumi
03. Perjalanan
04. Intro
05. Rasa Bersalah
06. Bayangan

02. Coklat Hazel

96 21 6
By jeonyeriixa

Dingin.

Itulah yang aku rasakan sejak pertama kali aku sadar bahwa aku adalah penghuni rumah ini.

Ibu berhenti mengurusku secara pribadi sejak aku berumur empat tahun. Karena setelahnya, Ibu kembali fokus dengan karirnya sebagai penyanyi opera yang sudah melalang-buana ke seluruh penjuru dunia. Dan sejak saat itulah figur seorang Ibu yang ada di ingatanku hanya diisi oleh seorang pengasuh yang sudah dipecat tiga tahun lalu.

Bu Nam Jisook namanya.

Ia sudah bekerja dengan keluargaku sejak Kak Seojun berumur tujuh tahun. Mengingat umur kakakku yang hampir menyentuh kepala tiga, bisa kalian bayangkan seberapa besar jasa Bu Nam dalam kehidupan kami?

Dan alasan Ibu memecat Bu Nam adalah karena kami berdua terlihat terlalu dekat dengan wanita yang umurnya sudah lebih dari setengah abad itu. Konyol kan? Padahal Bu Nam adalah satu-satunya alasan kami masih bisa merasakan sesuatu yang disebut rumah. Bukan hanya tentang bangunan yang megah, tapi juga rasa dan suasananya.

Aku masih ingat betul, saat itu umurku baru legal. Dan hal yang kukatakan pertama kali pada Kak Seojun ketika ia memberiku hadiah adalah, bahwa aku ingin pergi dari rumah yang dingin ini. Aku ingin tinggal bersamanya dan Bu Nam. Ya, hanya kami bertiga.

Lebih baik menghilangkan figur Ayah dan Ibuku sekaligus daripada harus terus hidup dalam bayang-bayang bahwa mereka sebenarnya ada, namun entah ada dimana.

Tapi nyatanya Ibuku memecat Bu Nam karena alasan bodoh dan tidak berdasar seperti itu. Yah, mungkin karena itulah aku menjadi kacau dan membangkang seperti ini. Apalagi ketika aku sadar bahwa Kak Seojun mulai menjadi orang yang sangat disanjung di tempat ini.

Uh, rasanya aku benar-benar sendirian.

Maka itu aku kaget bukan main ketika mendengar tawarannya.

"Pihak manajemen bilang aku boleh meminta hal apapun karena pencapaianku. Dan aku berencana untuk meminta satu unit apartemen untuk kita tinggali. Aku juga bisa menghubungi Bu Nam lagi kalau kau benar-benar mau mewujudkan mimpimu waktu itu."

Ada sedikit rasa bersalah yang kurasakan ketika sadar bahwa sebenarnya ia sangat peduli denganku selama ini. Padahal sudah beberapa tahun terakhir aku menutup mata terhadap setiap hal yang ia lakukan agar aku merasa baik-baik saja.

Wah, kau memang adik yang tidak tahu diri Ha Seojung.
___________

"Seojung, kau sudah dengar?"

Aku mengangguk ketika tiba-tiba Mijin bertanya, "Sudah. Aku kan tidak tuli."

"Aku serius, sialan!" seru Mijin kali ini. Suaranya lebih keras, berhasil membuatku menatapnya kali ini.

Helaan napas terdengar dariku, "Baiklah. Dengar tentang apa?"

"Sudah dengar tentang School of Arts International Competition yang diadakan bulan Agustus nanti kan?"

Aku mengangguk malas-malasan dan kembali menatap layar ponselku, "Iya. Lalu kenapa?"

"Katanya kau salah satu orang yang akan dikirim kesana."

Dalam sekejap aku sudah beralih pada Mijin lagi, "H-hah?! Kau dapat kabar bodoh seperti itu dari mana? Ikut seleksi saja aku tidak berminat sama sekali! Bagaimana ceritanya aku bisa ikut pergi? Jangan mengada-ngada, tolong."

Kompetisi itu memang diikuti oleh kampus ini setiap tahunnya. Setiap jurusan akan mengirim beberapa mahasiswanya untuk berkompetisi mewakili kampus dalam berbagai bidang. Mulai dari pertunjukan musik dengan berbagai kategori, sampai penampilan karya sasta dalam berbagai bentuk. Kampus Seni ini tentu saja akan ikut ambil peran disana.

"Loh? Kau belum tahu? Tahun ini tidak ada seleksi. Jadi dipilih berdasarkan penilaian OBJEKTIF dari dosen."

Penekanan kata objektif yang dilakukan Mijin membuatku mengerti kenapa –jika sampai terjadi- aku dipilih untuk pergi kesana.

Walaupun aku anak yang problematic di kampus, tapi nilai-nilaiku tidak bisa dianggap remeh. Mulai dari quiz, ujian tertulis sampai praktikum, aku melakukan semuanya dengan baik. Sampai-sampai sudah berulang kali beberapa dosen memintaku untuk bergabung dalam klub musik independen yang mereka bangun.

Aku tentu saja menolak. Bergabung dalam sebuah organisasi bukanlah keahilanku.

"Yah, biarlah. Toh pada akhirnya aku akan tetap menolak."

"Kau gila ya?" sinis Mijin.

"Apanya yang gila? Kau tahu sendiri kan aku tidak pernah tertarik ikut acara semacam itu di kampus? Peraturannya merepotkan."

Kali ini Mijin mendecak, "Hei, kali ini aku serius ingin bertanya padamu. Kalau kau begini terus, bagaimana caranya kau akan mengajukan tugas akhir nanti?"

"Apanya yang begini terus?" Tanyaku tak mengerti, "Aduh, tolong jangan buat otakku berpikir keras. Nanti berasap."

"Kau belum bergabung dalam klub apapun kan?"

Aku mengangguk menanggapi pertanyaannya, "Terus?"

"Oh, Tuhan. Ha Seojung! Bagaimana caranya kau bisa mengajukan tugas akhir kalau kau belum bergabung dalam klub mana pun?"

Aku terdiam ketika Mijin mengingatkannya akan hal itu.

Di kampus ini memang ada peraturan bahwa setiap mahasiswa harus bergabung dalam satu klub dan berperan aktif disana untuk mendapatkan approve pengajuan tugas akhir. Sepertinya aku terlalu banyak bersenang-senang sampai lupa tentang hal sederhana ini. Padahal tahun depan sudah waktunya aku mengajukan proposalku.

"Entahlah. Nanti kupikirkan lagi."

"Sekarang, Seojung! Aku yakin seribu persen kau akan melupakan tentang hal ini ketika melangkah keluar kelas."

Aku melirikya tajam, "Apa aku seburuk itu?"

"Eoh. Kau seburuk itu." jawabnya tanpa ragu.

Sialan.

"Aku ke ruang musik duluan."

Mijin langsung membalikan badannya dan menatapku penasaran, "Kau tidak mau makan? Bukannya menu makan siang hari ini favoritmu?"

Kepalaku mengangguk, "Tapi aku sedang tidak mood untuk makan. Kau makan saja bersama yang lain. Lagipula aku masih harus menyelesaikan partitur yang diberikan Ms. Jane."

"Kau serius?"

"Tentang?"

"Tidak mood makan."

Sekali lagi aku mengangguk, "Memangnya apa yang salah dari tidak mood untuk makan? Semua orang pasti pernah mengalaminya, kan?"

"Kecuali dirimu, bodoh! Kau bahkan mengambil porsi makan Gongsuu ketika bermasalah dengan Ayahmu. Kali ini masalah apa yang membuatmu sampai tidak nafsu makan sama sekali?" Jelas Mijin begitu panjang lebar dengan ekspresinya yang membuatku sedikit terkekeh. Ia paling lucu jika sedang menjelaskan sesuatu.

"Aku akan cerita nanti," Aku bangkit dari tempat dudukku dan bergerak memasang earphone, "Aku tunggu di ruang musik, ya."

Kakiku melangkah menelusuri koridor. Entahlah, rasanya menceritakan ini pada Mijin akan menjadi sesuatu yang sulit karena sejarah panjang yang keluargaku miliki. Yang gadis itu tahu, hanyalah Ayahku orang yang sangat keras, Ibuku adalah penyanyi hebat, dan kakak laki-lakiku adalah aktor terkenal. Tidak lebih dari itu.

Dan ruang musik adalah tempat pelarianku jika segala sesuatu sedang teras rumit. Apalagi mengenai hal yang Kak Seojun tawarkan kemarin.

Namun langkahku terhenti di depan pintu ketika mendengar suara orang bernyanyi.

Penasaran, aku mengintip sedikit dari kaca bening yang ada disana. Seorang pria yang tidak kukenali sama sekali di jurusan musik sedang bernyanyi lagu Lost Stars miliki Adam Levine dengan iringan musik dari pengeras suara.

Ia begitu menikmati lagunya. Aku jadi tidak tega untuk menginterupsi kegiatannya.

Jadi yang kulakukan hanya menatap dari balik pintu. Ikut menikmati penampilannya sampai habis.

Kuputuskan untuk masuk ke ruangan tersebut ketika ia sudah mengakhiri lagu. Sebelum dia memulai lagu lain, tentu saja.

"Permisi."

Aneh, tapi nyata ketika aku harus mengatakan permisi ketika masuk ke ruangan jurusanku sendiri.

Pria tadi berbalik. Tatapannya begitu terkejut ketika melihatku, "K-kau siapa? Se-sejak kapan kau ada disini?"

Aku sedikit terkekeh melihat responnya. Kutunjukan buku partiturku lalu berkata, "Aku yang seharusnya bertanya begitu kan? Lagipula aku baru saja masuk. Santai saja."

"Baiklah. Aku pergi."

'Tunggu." Cegahku ketika ia sudah melewatiku dan hendak keluar dari ruangan.

Ia berhenti lalu berbalik. Membuatku berjalan kembali mendekatinya. Memaksaku untuk menatap setiap ukiran wajah dan warna matanya yang hazel kecoklatan.

Dia ... tampan.

"Siapa namamu? Kau bukan anak jurusan musik kan?"

Ia awalnya terdiam. Tak lama ia bertanya, "Harus kujawab?"

"Harus. Setidaknya aku harus tahu siapa yang memakai ruangan ini sebelum kelas kami."

Helaan napas yang berat terdengar darinya, "Kei. Sastra Korea 17." Ucapnya begitu cepat dan setelah itu langsung berjala keluar dari ruangan.

Hm, namanya Kei.

Tunggu, betulan hanya Kei saja?

- 02. Cokelat Hazel end -

masih belum.
yuk dilanjut lagi✨

follow on instagram
@chasingthesunproject

사랑해!

Continue Reading

You'll Also Like

185K 171 15
Seks bebas, gangbang threesome foursome bikin memek basah
355K 4.7K 26
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
4.6M 170K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
778K 35.9K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...