Bunga Terakhir

By Malseyes

20.9K 2.1K 363

"Aku menyayangi adikku dengan sepenuh hati. Apapun akan kulakukan demi membuatnya bahagia, termasuk mendapatk... More

Pertemuan
Mama
Secercah Cahaya
Krist
Mengenal Janji
Ruang
Menerima
Rumah
Impian
Belajar
Rinai Bahagia
Tak Selalu Manis
Akar
Keyakinan Lama
Hadir
Patah
Arah yang berbeda
Satu demi satu
Luka Bersama
Bunga Terakhir
Kelanjutan Bunga Terakhir
Bunga Terakhir 2
CERITA BARUUUU

Akankah kembali?

673 72 9
By Malseyes


"Tidak ada yang pergi daripada hati. Tidak ada yang hilang dari sebuah kenangan." ― Tere Liye.

Singto termangu, Sea benar. Singto harus mengejar kembali kebahagiaannya. Singto tidak akan membiarkan kebahagiaan itu pergi darinya lagi. Segalanya akan Singto lakukan. Singto rela berkorban apapun demi mendapatkannya kembali.

Adanya salah paham di antara mereka dimulai dengan kemarahan Singto yang nyaris tidak berdasar. Singto seharusnya paham, Krist sangat polos. Krist tidak tahu menahu soal urusannya. Bagaimana bisa Singto langsung menarik kesimpulan begitu saja?

Singto begitu sombong. Merasa bahwa ia akan baik-baik saja tanpa Krist. Ternyata, Singto keliru. Ia bersikap seperti anak kecil yang tersakiti dan membutuhkan kasih sayang. Singto hanya tidak ingin mengakui bahwa ia kehilangan Krist. Kehilangan kebahagiaannya.

Menatap mata bulat Krist setelah begitu lama, membuat Singto sangat gugup. Ia tidak berhenti menggosok tangannya yang berkeringat. Singto nyaris menertawai dirinya sendiri.

Sejak Singto dan Krist meninggalkan cafe, tidak ada satu pun yang memulai pembicaraan. Singto hanya diam sambil menggenggam tangan Krist, merindukan kehangatannya. Ah, betapa Singto sangat rindu.

"Maafkan aku," Singto berujar lirih, menatap mata Krist yang berpendar sendu.

Krist menggeleng,"Aku yang salah. Jika saja aku lebih percaya denganmu," Krist menunduk, air mata yang ia tahan sejak tadi mengalir juga. Krist tidak bisa kuat jika dihadapkan pada Singto.

Singto mengusap lembut pipi Krist, menghapus air matanya. Akhirnya Singto menceritakan segalanya, tentang Darvid dan kesalah pahaman mereka. Singto mungkin saja salah, tapi ia tidak pernah ingin menyakiti Krist.

"Maafkan aku, Krist..."

Perlahan, Singto merengkuh tubuh ringkih Krist ke dalam dekapannya. Menyadari bahwa ia begitu menyayangi Krist. Singto pernah kehilangan Krist tapi tidak lagi, ia tidak akan membiarkan Krist pergi dari hidupnya.

"Bagaimana kabarmu?" Krist bertanya dengan masih sedikit terisak. Singto semakin kurus, tulang rahanya semakin tajam dan mata Singto bersinar lelah. Krist membenarkan letak poni Singto yang sudah memanjang.

Singto menghela napas lembut dan tersenyum,"Aku baik..."

"Krist, mungkin setelah ini akan ada banyak perdebatan yang terjadi di antara kita. Aku bisa lebih menyebalkan lagi. Mungkin saja. Tapi aku tidak akan melepasmu lagi."

Krist menatap Singto. Tidak ada sedikit pun keraguan dari setiap kata yang Singto ucapkan. Krist tersipu malu. Ia juga tidak pernah terpikir untuk mencintai orang lain selain lelaki di hadapannya ini.

"Maukah kau kembali bersamaku?" tanya Singto memastikan. Sebenarnya percuma karena ia sudah tahu jawaban Krist. Krist tersenyum lebar dan menganggukkan kepala. Singto menarik wajah Krist perlahan, mengecup bibirnya. Kegiatan yang sejak tadi Singto inginkan. Krist melingkarkan kedua lengannya pada leher Singto. Dan mereka larut dalam kecupan indah satu dengan yang lain.

***

Nanon mengernyitkan dahitnya. Sea tiba-tiba masuk ke dalam kamar, mengganggu tidur siangnya, dan bercerita panjang lebar tanpa henti. Bahkan Nanon masih mengumpulkan nyawa, tidak mengerti sama sekali dengan perkataan Sea.

"Jadi, Phi Singto sudah setuju pada keputusanku. Mungkin aku akan berangkat dua minggu setelah kelulusan, dan.. oh iya! Aku juga tidak akan diantar Phi Singto, sudah ada orang suruhan Phi yang menunggu di sana, dan—"

"Tunggu tunggu, apa maksudmu?" Nanon memegangi kepalanya yang pusing mendengar celotehan Sea.

Sea berdecak malas,"Aku akan melanjutkan sekolah ke Amerika,"

Mata Nanon terbuka sempurna. Ia sudah paham dengan maksud Sea. Intinya adalah temannya itu akan pergi jauh.

"Kau meninggalkanku?" tanya Nanon tidak terima.

"Oh, ayolah. Kau sudah tahu sejak dulu aku ingin melanjutkan sekolah ke sana. Kenapa harus terkejut?"

Nanon hanya menggeleng, tidak mau menjawab. Sea sadar akan keheningan di antara mereka. Tapi Sea sudah bertekad, ia memiliki cita-cita besar yang harus ia gapai.

"Kau kan bisa sekolah di sini.."

Sea menggeleng,"Aku ingin mengejar mimpiku. Bukankah kau juga ingin menjadi seorang Arsitek? Tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja. Aku janji. Kita akan bertemu lagi setelah mimpi kita tercapai."

Nanon tersenyum tulus, sahabatnya sejak kecil itu sudah dewasa. Nanon sebenarnya memiliki pikiran yang sudah dewasa jauh sebelum Sea, hanya saja Nanon berpura-pura menjadi anak kecil agar ia tetap bisa mengimbangi Sea. Jika Nanon ataupun orang lain menjadi dewasa dengan proses yang lama mungkin tahunan, Sea hanya beberapa hari. Nanon menjadi salah satu saksi perjuangan Singto dan juga Sea. Keduanya saling membutuhkan dan menguatkan. Nanon bersyukur dengan kejadian beberapa bulan ini. Banyak kesalah pahaman yang menemukan titik terang.

"Jangan lupa untuk menghubungiku ya?"

"Pasti!"

Nanon dan Sea saling bertatapan dengan senyuman lebar. Keduanya memiliki mimpi yang begitu besar. Nanon yakin Sea akan berhasil, begitu pula sebaliknya. Sea tidak akan pernah mengatakannya tapi ia mungkin akan sangat kehilangan sosok Nanon. Nanon memiliki peran penting di hidupnya dan Sea menganggap Nanon sebagai seseorang yang penting. Mereka akan kembali bertemu setelah sukses, pasti.

***

Sea sedang mengumpulkan banyak informasi tentang Negara yang akan ditujunya. Ia merasa sekarang teknologi sudah canggih, jadi Sea akan lebih mudah. Toh di sana ia tidak akan sendiri, banyak orang suruhan Singto yang akan menemani dan pasti sekali dua Singto akan berkunjung. Sea tertawa geli. Mungkin yang akan merengek adalah Singto, bukan dirinya. Kakaknya bisa sangat sensitif jika berhubungan dengan Sea.

Mata Sea teralih pada foto yang terpajang di meja nakas. Di saat seperti ini Sea sangat merindukan kedua orang tuanya. Sea tahu, mereka akan sangat bangga pada Sea dan juga Singto. Tangan Sea terulur untuk mengambil pigura itu dan memeluknya di dada. Ma... Sea rindu.

Sea menangis namun tetap tersenyum. Singto dan Sea sudah begitu hebat bisa melewati ini semua dengan baik. Seumur hidup Sea akan berhutang pada Singto. Singto menempati posisi teratas dari orang yang Sea sayangi selamanya. Sea tersenyum lagi, mungkin saat ini kakaknya sedang sibuk memperbaiki kisah cintanya. Sea tidak keberatan sama sekali.

***

Malam semakin larut, jalanan yang tadi ramai oleh kendaraan menjadi sepi. Singto mengemudikan mobilnya menuju rumah. Merasa senang tanpa harus bermacet ria. Di sebelahnya, Krist duduk manis menemani. Sebenarnya sejak tadi mereka saling curi pandang dan tersenyum ketika tidak sengaja pandangan mereka bertemu.

Singto sengaja membawa Krist bersamanya. Kali ini tidak ada lagi batas. Singto tidak akan membiarkan Krist menetap di tempat orang lain. Krist lebih aman jika bersamanya, pikir Singto.

"Bagaimana kabar Sea?" tanya Krist.

"Sea? Ia baik-baik saja. Sea sudah sangat dewasa sekali,"

Krist membulatkan matanya,"Benarkah?"

Singto mengangguk,"Ia sangat pengertian, bahkan setelah lulus nanti Sea akan melanjutkan sekolah ke Amerika."

"APA?"

Singto menjauhkan wajahnya,"Hey... tidak perlu berteriak,"

Krist menarik sebelah tangan Singto,"Bagaimana mungkin? Dan kau menyetujuinya?!

Singto mengangguk lagi,"Sea bisa menjaga dirinya sendiri, lagi pula ada orang suruhanku yang akan menemaninya dan—"

"Tapi tetap saja, bagaimana jika ia sakit?" protes Krist.

"Sea akan baik-baik saja, Krist.."

Krist mendelikkan matanya kesal,"Aku khawatir tahu? Ia sudah seperti anakku sendiri,"

"Kan masih ada aku," ujar Singto sambil mencubit gemas pipi Krist.

Singto tersenyum geli saat mendapat sebuah ide,"Bagaimana jika kita membuat anak yang baru—Aw!"

Krist langsung mencubit pinggang Singto kencang. Singto hanya tertawa-tawa sambil mencoba menahan tangan Krist. Malam yang sangat indah.

***

Sea mendengar suara deru mobil Singto. Sea tersenyum lebar, ia tidak siap menceritakan harinya pada Singto. Dengan harapan sang kakak tidak begitu lelah. Maklum saja sudah beberapa malam ini Singto langsung istirahat begitu sampai di rumah, pekerjaan yang menumpuk membuat Singto tidak sanggup jika harus meladeni Sea.

Hari ini Sea sudah bercerita pada Nanon. Awalnya ia ragu, Nanon pasti tidak akan setuju. Sea heran, kenapa orang di sekelilingnya tidak percaya bahwa ia mampu. Tapi untunglah, Nanon tidak mencegahnya walaupun Sea harus berjanji untuk membelikan Nanon sepatu sport yang hanya diproduksi di Amerika.

Sebelum Sea sempat membuka pintu, pintu rumah sudah terbuka. Krist muncul setelahnya dengan senyuman manis. Bersyukur Sea belum tidur.

"P'Krist!" teriak Sea dengan mata membulat. Sea serta merta langsung memeluk Krist. Begitu merindukannya.

Sea sudah mulai menangis,"Phi...."

Krist tersenyum lebut sambil mengusap kepala Sea. Memberikan ruang untuknya berbagi rindu. Krist berbohong jika tidak mengingat minuman yang selalu Sea pesan dan makanan favorit Sea. Karena Krist juga sangat merindukan Sea.

"Hey, kalian menghalangi jalanku!" sahut Singto dengan ketus. Hanya bercanda, karena setelah itu Singto bergabung dengan Krist dan juga Sea. Memeluk kebahagiaannya.

Banyak sekali kata yang harus dijelaskan. Banyak sekali cerita yang ingin diungkapkan. Tapi biarlah malam ini berlalu dengan perlahan. Satu hal yang pasti mereka tahu, mereka memiliki satu sama lain. Dan itu sudah sangat cukup. 

TBC

Hai! Gimana kabar kalian? Semoga masih semangat untuk menjalani minggu ini ya?

Kritik dan saran dari kalian, sangat berarti buat aku. 

Have a nice dayyyyy!


cr. pict: owner.

Continue Reading

You'll Also Like

4.4K 597 7
• Haikyuu Fanfiction AU • Sugawara Koushi adalah calon mahasiswa seni rupa yang sangat mencintai seni lukis. baginya, walau lukisan hanya terbatas pa...
6.6M 280K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1.1M 83.9K 40
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
1.6K 134 16
Toxic Friendship. Hampir atau bahkan semua orang pernah berada di Toxic Friendship. Mempunyai teman adalah suatu keinginan bagi sebagian orang. Namun...