SEMESTA [✓]

By anxiethree

45.8K 6.6K 343

[⚠ gue ga saranin cerita ini untuk dibaca karena cerita ini sebenernya gue tulis untuk orang-orang yang gue s... More

ANGKASA
BULAN
BINTANG
BIMA SAKTI
first note
second note
third note
fourth note
fifth note
sixth note
eighth note
ninth note
tenth note
eleventh note
twelfth note
thirteenth note
fourthteen note
fifthteen note
sixthteen note
seventhteen note
eighthteen note
ninthteen note
twentieth note
twenty first note
twenty second note
twenty third note
twenty fourth note
twenty fifth note
twenty sixth note
twenty seventh note
twenty eighth note
twenty ninth note
thirtieth note
thirty first note
thirty second
thirty third note
thirty fourth note
thirty fifth note
thirty sixth note
thirty seventh note [END]

seventh note

859 176 19
By anxiethree

"Nah itu rumah Arjuna," Haikal menunjuk pada rumah berwarna biru di depannya. "Lu yakin, Sa?"

Angkasa mengangguk yakin, "Udah nyampe sini masa ga jadi."

"Ya terserah sih. Yang penting gue udah cerita ke lu soal orangtua dia kayak gimana tanpa dilebih-lebihkan," Lanjut Haikal yang kemudian menepuk bahu Angkasa, "Sukses ya."

"Buset didoain sukses segala udah kayak mau ngelamar anak orang," Angkasa mendengus geli.

"Siapa tau suatu hari nanti lu mau ngelamar dia."

"Saya mah kalo suka sama laki-laki pun ga mungkin saya suka sama Arjuna."

"Kenapa gitu?"

"Dia ganas."

Haikal tertawa terbahak-bahak sampai memegangi perutnya, "Yaelah bukannya yang ganas malah lebih menantang ya?"

"Bisa patah tulang saya ditendangin tiap hari sama dia."

"Awas kata-kata lu bisa jadi bumerang nanti," Haikal kembali terkekeh melihat Angkasa yang hanya mengangkat bahu dengan tak acuh, "Yaudah gue duluan ya. Kalo mau mampir rumah gue noh di sebelahnya yang warna ijo neon tuh."

"Oke, makasih ya Kal."

Haikal mengangkat ibu jarinya sebagai jawaban. Setelahnya dia kembali memacu motornya untuk beranjak pulang ke rumahnya. Angkasa memang berniat ke rumah Arjuna sejak beberapa hari lalu. Oleh karena itu dia sengaja mengikuti Haikal saat pulang dari sekolah. Sebab setahunya rumah mereka hanya bersebelahan.

Namun sebelumnya Angkasa sudah menceritakan niatnya ke rumah Arjuna pada Haikal. Untungnya Haikal tak merasa keberatan menunjukkan yang mana rumah Arjuna padanya. Bahkan Haikal memberikan beberapa wejangan dalam menghadapi orangtua rekannya di OSIS itu.

Bermodalkan niat dan nekat, Angkasa turun dari motornya. Meninggalkan kuda besinya yang terparkir di dekat pintu gerbang. Menghela napas panjang, kini dirinya telah berdiri tepat di depan pintu rumah tersebut. Tangannya terjulur untuk memencet bell, entah kenapa tiba-tiba dia merasa gugup.

"Siapa ya?" Tidak perlu menunggu waktu lama untuk dibukakan pintu. Wanita itu mengernyit memperhatikan pemuda dihadapannya dari bawah sampai atas.

Mencoba menutupi rasa gugup, Angkasa tersenyum seramah mungkin, "Halo, Tante. Saya temennya Arjuna."

Mama Arjuna ber-oh paham, "Ada apa ya? Arjunanya belum pulang tuh."

"Saya kesini memang ingin bertemu dengan Tante. Ada yang mau saya bicarakan."

Mendengar pernyataan Angkasa membuat wanita itu mengangkat kedua alisnya bertanya-tanya dalam hati. Baru pertama kali ini ada teman SMA Arjuna yang bersinggah ke rumahnya. Dan temannya itu berkata ada hal penting yang ingin dibicarakan. Kemudian Mama Arjuna pun mempersilakan Angkasa untuk masuk ke dalam rumah. Akan lebih baik jika berbincang sembari duduk di ruang tamu, katanya.

"Ada surat dari sekolah?"

"Tidak ada, Om. Acara ini diadakan oleh anak-anak OSIS saja."

Setelah berdiskusi beberapa menit dengan Mama Arjuna, mereka tak menemukan titik terang. Berkali-kali Mama Arjuna menjelaskan alasannya melarang Arjuna untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Angkasa cukup kagum dengan cara Mama Arjuna menjelaskan, wanita itu terlihat sangat lembut dan menggunakan kalimat yang baik.

Angkasa sempat berpikir bagaimana wanita selembut ini bisa memiliki anak se-bar bar Arjuna. Namun setelah dihadapkan dengan Papa Arjuna, pemuda itu paham darimana asalnya sifat keras yang Arjuna miliki. Karena tak yakin untuk memberikan keputusan, Mama Arjuna pun memanggil suaminya ke ruang tamu beberapa saat lalu. Katanya seluruh keputusan di keluarga ini berada di tangan sang Kepala Keluarga tersebut.

"Saya tidak akan memberi ijin pada anak saya jika tidak ada surat resmi dari sekolah," Ucap Papa Arjuna dengan tegas.

Akan tetapi Angkasa tak gentar, dia menjelaskan bagaimana pentingnya memberikan kesempatan seorang anak untuk bersuara. Ada kalanya perlu mempertimbangkan pendapat seorang anak dalam beberapa keputusan masalah keluarga. Tanpa berniat menggurui, Angkasa hanya berharap agar kedua orangtua Arjuna bisa membuka hati mereka.

Penuturan Angkasa yang terdengar lugas membuat Papa Arjuna tertegun sejenak, "Bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu sama anak saya?"

"Saya berani jamin Arjuna akan aman dan kembali tanpa kurang suatu apapun."

"Apa jaminan kamu?"

"Saya sendiri."

Papa Arjuna melebarkan mata terhenyak, "Apa maksud kamu?"

"Kalau sampai terjadi sesuatu dengan Arjuna, Om bisa melakukan apa saja kepada saya. Arjuna jadi tanggungjawab saya selama kegiatan tersebut berlangsung," Angkasa menjawabnya dengan sepenuh hati terlihat dari sorot matanya yang tajam.

Pria yang lebih tua termenung beberapa saat, Papa Arjuna merasa tidak asing dengan gaya dan aura yang terpancar dari Angkasa. Siapa anak ini sebenarnya? Rasa penasaran itu membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang pemuda di hadapannya tersebut.

Arjuna menyipitkan matanya menatap motor di depan gerbang rumahnya dari dalam mobil. Dia baru saja tiba di rumah dari mengikuti kegiatan ekstra musik. Ekstra musik memang selalu diadakan di hari Jum'at. Merasa tidak asing dengan motor itu, lantas dia segera turun dari mobil. Berjalan mendekati motor yang membuatnya merasa curiga, Arjuna memperhatikan secara detail motor tersebut.

"Ini kan motornya Angkasa. Kok ada di sini?" Gumamnya pelan.

Dugaannya kemudian terbukti saat dirinya melihat Angkasa berjalan keluar dari dalam rumahnya, "Loh ngapain kamu di rumahku?"

"Minta sumbangan," Jawab Angkasa santai, dia mengambil helm dari atas motornya.

"Jawab yang bener!"

"Bener."

Arjuna memejamkan matanya sembari menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya kasar. Dia berusaha menahan emosi dan hasrat ingin meninju pemuda dihapadannya ini, "Dahlah sana pulang, aku males debat. Capek, mau istirahat."

"Iya. Sana istirahat dan jangan lupa packing. Besok kumpul di sekolah jam 10 pagi sebelum ke gunung," Angkasa sudah menghidupkan mesin motornya.

Pemuda yang tengah melipat kedua tangannya di depan dada itu berdecak, "Kan aku udah bilang, orangtuaku ga ngijinin."

"Siapa bilang?"

"Aku ini."

"Tapi mereka tadi bilang boleh tuh sama saya."

Refleks menyipitkan kedua matanya, Arjuna menatap lawan bicaranya menyelidik, "Bohong. Bercandamu ga lucu, Sa!"

"Tanya aja sama mereka kalo ga percaya. Kan udah saya bilang mereka pasti bakal ngijinin kalo saya yang minta."

Arjuna terdiam, pikirannya masih mencerna kalimat yang baru saja diucapkan Angkasa. Dia pikir perkataan Angkasa yang akan datang ke rumahnya untuk memintakan ijin kepada orangtuanya beberapa hari lalu hanyalah candaan. Tapi tindakan Angkasa hari ini membuatnya gagal paham.

"Kamu kenapa ngelakuin ini?"

Angkasa pun mematikan mesin motornya, mata yang sewaktu-waktu bisa menerbitkan bulan sabit itu menatap Arjuna dengan lekat, "Saya sadar diri selama ini sering jailin kamu, sering bikin kamu kesel, dan sering bebani kamu sama tugas sekretaris di OSIS. Menurut saya sekarang adalah saatnya buat saya nebus semua kelakuan buruk saya ke kamu."

Perasaan yang survey ke gunung waktu itu Arjuna, tapi kenapa yang ketempelan setan gunung justru Angkasa? Pertanyaan itu tiba-tiba saja muncul dalam benak Arjuna. Sebab tidak biasanya Angkasa bersikap manis padanya seperti ini.

"Serius karena itu?"

"Sejujurnya waktu disuruh milih pergi ke gunung atau pantai saya bakal milih pantai. Karena saya ga terlalu suka gunung," Angkasa menghela napas sejenak, "Tapi karena saya liat kamu nulis gunung di kertas kamu, saya tau kamu pengen banget pergi ke sana,

Udah dari lama kamu sering bilang pengen jalan-jalan ke gunung. Tapi keinginan kamu itu ga pernah terwujud karena masalah ijin orangtua katamu. Akhirnya saya ikutan nulis pilihan gunung buat nambah suara."

"Sa, kamu bikin aku merinding sumpah. Jangan bersikap manis begini. Ga biasanya kamu kayak gini," Arjuna mengusap kedua lengannya memperjelas jika bulu kuduknya benar-benar berdiri saat ini.

Angkasa membuang napas kasar dan membuat ekspresi datar, "Saya serius, Jun. Satu hal lagi, sebenernya orangtua kamu terlalu mengekang bukan karena mereka ga bisa naruh kepercayaan ke kamu. Mereka cuma terlalu khawatir sama kamu."

"Hmmㅡ" Sulit rasanya mengalahkan rasa gengsi, Arjuna sampai menggigit bibir bawahnya sebelum melanjutkan kalimatnya, "Makasih, Angkasa."

Kedua kelopak mata Angkasa melengkung hingga membentuk bulan sabit yang indah, pertanda jika dia tengah tersenyum. Dia sedang mengenakan helm full-face, jadi hanya matanya yang terlihat, "Yaudah kalo gitu saya pergi dulu ya. Istirahat yang cukup, tenaganya disimpan buat acara besok."

"Iya. Hati-hati."

Padahal Arjuna tidak yakin dirinya bisa tidur nyenyak malam ini. Karena merasa terlalu bahagia, akhirnya keinginannya untuk pergi ke gunung akan terwujud. Dan ya... semua itu berkat Angkasa.


Keesokan harinya, anak-anak OSIS telah berkumpul di sekolah. Jumlah pengurus OSIS ada 30 orang, yang terdiri dari 14 siswi dan 16 siswa. Bulan menyewa sebuah bus sebagai transportasi mereka nanti. Rencananya mereka akan camping di gunung tersebut selama satu malam. Oleh karena itu barang yang harus mereka bawa cukup banyak, alhasil bus menjadi pilihannya daripada travel.

"Heyyo~ good morning everybody!"

Disaat para anggota laki-laki sibuk bergotong royong memasukkan barang-barang ke dalam bagasi bus, Arsenio justru baru datang ke sekolah.

"Lu mau camping apa fashion show njir?" Keru yang sedang membopong barang untuk dibawa ke bus sampai menghentikan langkahnya. Sepasang manik matanya mengabsen gaya berpakaian Arsenio dari atas sampai bawah.

"Pantesan baru dateng, dandan dulu ya lu. Ngapain bawa topi pantai sama kacamata item segala? Mau jadi tukang urut lu di gunung?" Bulan menimpali, dia juga tengah membantu yang lainnya memindahkan barang-barang.

"Yeuh ini namanya style pak. Mau kemanapun penampilan nomer satu."

"Udah ga usah banyak ngomong, bantuin tuh masukin barang-barang ke bagasi," Menggunakan dagunya untuk menunjuk barang-barang yang masih tergeletak di halaman, Bulan kemudian beringsut menuju bus.

Setelah memastikan semua barang-barang telah masuk dalam bagasi tanpa satu pun yang tertinggal, mereka segera bertolak dari area sekolah. Tujuan mereka adalah salah satu pegunungan yang terkenal dengan julukan Negeri Di Atas Awan.

Alasannya karena keindahan panorama dari puncak gunung tersebut yang sangat mengagumkan. Jangan lupakan keindahan sunrise yang selalu menjadi tujuan utama para wisatawan untuk berkunjung ke sana. Hal itu juga yang menyebabkan Arjuna merasa sangat antusias mengikuti kegiatan ini ke gunung tersebut. Perjalanannya kurang lebih memakan waktu 6 jam untuk sampai di sana.

Membayangkan berada di alam terbuka membuat Arjuna tak hentinya menyunggingkan senyuman dibibirnya. Matanya terpaku pada jendela kaca tepat disampingnya, asik menikmati pemandangan jalan raya di luar sana. Chandra yang duduk disamping Arjuna justru sudah tertidur sejak keberangkatan.

Posisi duduk mereka sekarang adalah berpasangan sesuai dengan teman satu tenda nanti. Satu tenda hanya diisi oleh dua orang, mereka telah membagikan teman satu tenda sejak awal tadi. Di kursi barisan sebelah kiri Arjuna, ada Angkasa bersama Keru.

Diam-diam Angkasa memperhatikan Arjuna sedari tadi. Entah mengapa dia ikut tersenyum saat melihat Arjuna menyunggingkan senyuman. Meski bukan padanya, mungkin karena dia merasa lega akhirnya Arjuna bisa ikut dalam acara ini. Atensinya tak beralih dari Arjuna, hingga objek utamanya tertidur pun Angkasa masih betah menatapnya.

Arjuna nampak lucu ketika tidur, wajahnya terlihat polos menggemaskan.

Plak!

Keru mengernyit heran melihat tingkah Angkasa yang tiba-tiba menampar pipinya sendiri, "Kenapa lu?"

"Ada nyamuk," Lantas Angkasa berpura-pura seolah telah berhasil menangkap seekor nyamuk di telapak tangannya.

Apa yang kamu pikirkan Angkasa? Bisa-bisanya dia memuji Arjuna diam-diam dalam hatinya.

Angkasa menggelengkan kepala untuk mengusir pemikiran liarnya tentang Arjuna. Kemudian dia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, rasa geli dalam perutnya pun berangsur menghilang. Perasaan apa ini? Tolong jelaskan pada Angkasa.

Continue Reading

You'll Also Like

57.7K 4.3K 23
[COMPLETED] [PROSES REVISI] Summary; Doyoung dan Jaehyun adalah sahabat sejak kecil, namun semua berubah saat Jaehyun telah memiliki kekasih... ©Nita...
47.9K 4.5K 16
"Aku Merindukannya dan itu membuatku hampir gila." "Berhenti bersikap tegar dihadapan ku. Apa Aku bukan siapa siapa untuk mu...?" "Aku tidak main ma...
34.2K 4.4K 40
[Complete ✔] Plot asli dari Tetangga Kok Gitu, Sih!? Kisah persahabatan Angga dan Juna yang mengalami lika liku sejak perceraian kedua orang tua mere...
182K 8.9K 29
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...